Narasi

Kegembiraan Menyambut Ramadan yang Mempersatukan Kita

Sebentar lagi kita akan menyambut bulan suci Ramadhan yang penuh berkah. Bulan yang kita nantikan kehadirannya akan segera tiba. Kegembiraan menyambut bulan suci di negeri ini sangatlah beragam.

Ada yang menyambut Ramadhan dengan melakukan pawai obor keliling. Ada pula yang melakukan tradisi nyadran. Ada-pula yang membuat semacam perencanaan-perencanaan kegiatan selama Ramadhan. Semua pada dasarnya adalah bentuk rasa-syukur kepada-Nya serta bentuk kegembiraan karena telah kembali berjumpa dengan bulan yang penuh berkah.

Ramadhan adalah bulan yang sangat ditunggu-tunggu. Siapa-pun di antara kita yang muslim pasti memiliki kenangan yang membekas dalam banyak hal di bulan Ramadhan. Entah pengalaman dalam ngebuburit, mencari takjil atau-pun bukan bersama keluarga, kerabat, teman.

Pada intinya, semua bergembira dalam menyambut Ramadhan. Hal ini sebetulnya sebagai satu moment penting bagi kita. Bahwa, kegembiraan dalam menyambut Ramadhan adalah langkah pertama bagi kita untuk mengikat persatuan yang sering-kali berpecah-belah. 

Selama kurun-waktu berbulan-bulan telah kita hadapi beragam dinamika di negeri ini. Entah bermusuhan akibat beda secara orientasi politik, beda aliran, beda cara pandang atau bahkan beda keagamaan. Kita dipenuhi dengan amarah, ego yang meningkat dan hawa nafsu yang memuncak merasa paling benar sendiri.           

Semua keburukan yang semacam itu haruslah kita sirnakan. Dengan spirit (kegembiraan) menyambut Ramadhan. Sebagai sinyal pertama di dalam membangun/mengikat persatuan kita yang renggang. Sebab, Ramadhan adalah cara kita mengubah segala hal yang buruk dalam diri untuk disucikan.

Bergembira menyambut Ramadhan sejatinya bukan sekadar membayangkan di waktu sore pergi berburu takjil yang beragam. Kegembiraan kita dalam menyambut Ramadhan haruslah seimbang ke dalam sebuah resolusi-resolusi yang dibangun.

Seperti halnya, kita perlu membangun perencanaan agar Ramadhan yang akan kita lewati harus menjadi wasilah. Yaitu sebuah moment bagi diri kita agar lebih mengikat persatuan kita yang telah terombang-ambing akibat ego kita yang merasa ingin selalu unggul.

Seperti halnya, membuat sebuah planning bahwa di bulan Ramadhan ini harus lebih menurunkan ego dan meninggikan budi pekerti. Gunakan kegembiraan dalam menyambut Ramadhan itu dengan sebuah niat untuk mengubah diri agar menjadi lebih baik dan menjadi lebih peduli akan persatuan.

Sebab, kegembiraan kita dalam menyambut Ramadhan tak akan pernah tercapai. Selama, persatuan itu berakhir berpecah-belah dan terjerumus dalam konflik peperangan berdarah. Ini adalah fakta bagaimana saudara-saudara kita yang ada di Timur Tengah. Mereka tampaknya hanya bisa menyambut Ramadhan dengan kesedihan dan tangisan.

Hal itu dipengaruhi oleh  konflik yang telah meluluhlantakkan mereka. Dari sini kita sebetulnya bisa menyadari akan satu hal. Bahwa, persatuan itu menjadi hal pokok dan menjadi kunci dari kegembiraan. Bahkan, menjadi kunci bagi kita untuk beragama dengan tenang, aman, nyaman dan senang.

Dalam konteks Ramadhan, kita seharusnya bersyukur bisa menyambut Ramadhan selalu dengan kegembiraan. Sebab, kegembiraan itu ada karena kita masih memegang prinsip persatuan. Andai, persatuan kita remuk, niscaya kegembiraan itu akan tergantikan dengan kesedihan akibat konflik yang berkepanjangan.            

Oleh karena itulah, kegembiraan dalam menyambut Ramadhan harus menjadi satu wasilah penting bagi keumatan kita. Untuk mengikat persatuan-kebersamaan sebagai satu resolusi penting di bulan yang penuh berkah ini.

This post was last modified on 20 Maret 2023 1:17 PM

Amil Nur fatimah

Mahasiswa S1 Farmasi di STIKES Dr. Soebandhi Jember

Recent Posts

Soft Terrorism; Metamorfosa Ekstremisme Keagamaan di Abad Algoritma

Noor Huda Ismail, pakar kajian terorisme menulis kolom opini di harian Kompas. Judul opini itu…

8 jam ago

Jangan Terjebak Euforia Semu “Nihil Teror”

Hiruk pikuk lini masa media sosial kerap menyajikan kita pemandangan yang serba cepat berubah. Satu…

10 jam ago

Rejuvenasi Pancasila di Tengah Fenomena Zero Terrorist Attack

Tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Peringatan itu merujuk pada pidato Bung Karno…

10 jam ago

Menjernihkan Makna “Zero Terrorist Attack” : Dari Penanggulangan Aksi Menuju Perang Narasi

Dalam dua tahun terakhir, Indonesia patut bersyukur karena terbebas dari aksi teror nyata di ruang…

10 jam ago

Sesat Pikir Pengkafiran terhadap Negara

Di tengah dinamika sosial dan politik umat Islam, muncul kecenderungan sebagian kelompok yang mudah melabeli…

5 hari ago

Dekonstruksi Syariah; Relevansi Ayat-Ayat Makkiyah di Tengah Multikulturalisme

Isu penerapan syariah menjadi bahan perdebatan klasik yang seolah tidak ada ujungnya. Kaum radikal bersikeras…

5 hari ago