Narasi

Kesejatian Islam Kaffah yang Tak Menegasi Demokrasi

Ada sebuah pertemuan bertajuk (Temu Muslimah Muda 2024) “The Next Level Activism: We Aspire, We Engage & We Stand for Islam Kaffah”. Yakni meningkatkan aktivisme pemuda dengan mendakwahkan Islam kaffah. Pertemuan ini cenderung mengimingi kaum muda agar anti-demokrasi dengan mengatasnamakan memperjuangkan Islam kaffah.

Dalam pertemuan itu, Raden Roro Ranty Kusumaningayu selaku pembicara dalam pertemuan muslimah muda tersebut mengatakan: “Demokrasi merupakan alat penjajahan AS untuk memperluas pengaruh dan dominasi global-nya demi kepentingan politik dan ekonomi mereka, termasuk di negeri-negeri muslim. Setelah Khilafah Islamiah runtuh dan dipecah menjadi nation-state, diterapkanlah demokrasi. Ini awal malapetaka. Dengan demokrasi, akidah umat Islam dirusak, syariat Islam dimusuhi dan kebangkitan Islam dicegah” Ujarnya.

Lantas, benarkah kesejatian Islam kaffah anti-demokrasi? Benarkah demokrasi menjadi petaka dan merusak akidah umat? Pertanyaan ini sangat penting untuk disadari kaum muda. Agar, tak mudah terjebak ke dalam propaganda yang demikian. Sebab, ini adalah kedok kaum radikal yang membungkus ajarannya dengan mengatasnamakan Islam Kaffah untuk mereduksi sistem bernegara yang kita miliki dan kita harus mewaspadai.

Kesejatian Islam kaffah pada hakikatnya tak pernah menegasi demokrasi. Bahkan kesejatian Islam kaffah jika diperjuangkan, niscaya akan meningkatkan level aktivisme kaum muda yang dapat membawa rahmatan lil alamin. Yakni menjaga kehidupan umat dan berbangsa yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri.

Islam kaffah pada hakikatnya bukan sekadar istilah yang tampak terkesan Islami. Tetapi ini sebagai basis penting dalam menjamah nilai-nilai Islam yang sempurna. Utamanya dalam menjaga kehidupan umat agar tidak berpecah-belah, menjaga tatanan agar tak rusak dan menjunjung kemanusiaan. Tentu, Islam kaffah mencakup konsep kehidupan umat yang bisa membawa maslahat atau (rahmatan lil alamin itu).

Cobalah kita pahami potongan Qs. Ali-‘Imrah:159) bahwasanya: “Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka dan (bermusyawarahlah) dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakkal”.

Ayat di atas pada dasarnya mengerucut ke dalam peran-penting (musyawarah). Artinya apa? Demokrasi itu ada di dalam bagian dari implementasi untuk menjunjung kekaffahan Islam dalam mengangkat pemimpin. Bahwa Segala yang berkaitan dengan (kepentingan orang banyak) tentu haruslah berada sebuah kesepakatan (berdemokrasi). Yakni tumbuhnya kesadaran dari masyarakat yang berhak di dalam memilih secara objektif.

Artinya apa? demokrasi bagian integral penting dalam konteks Islam kaffah dalam konteks kenegaraan. Jadi level aktivisme muda dalam menegakkan Islam kaffah seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi sebagai orientasi penting dalam melahirkan semangat rahmatan lil alamin. Bagaimana kebebasan memiliki pemimpin dan bahkan kebebasan beragama sebagai bagian dari sebentuk Islam kaffah yang seharusnya kita perjuangkan.

Bahkan jika kita lebih luas berbicara tentang semangat aktivisme kaum muda dalam menegakkan Islam kaffah. Semangat persaudaraan antar sesama atau non-muslim juga bagian dari perintah Islam dalam Al-Qur’an. Seperti dalam Qs. Al-Hujurat:10 “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaiki hubungan) antar kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapatkan rahmat”.

Basis keimanan yang dimaksud tentu mengacu ke dalam ajaran-Nya yang tidak pernah memerintahkan umat beriman membenci, berpecah-belah. Ayat pentingnya persaudaraan semacam ini seharusnya menjadi semangat pemuda dalam meningkatkan level aktivisme dalam menunjung Islam kaffah. Yakni kesejatian Islam kaffah dalam menjunjung persaudaraan-kebersamaan yang harmonis-tolerant itu. Jadi, secara orientasi, kesejatian Islam kaffah dalam konteks membangun negara yang Baldatun Tayyibatun warabun ghafur pada hakikatnya tak pernah anti-demokrasi dan cenderung relevan.

Saiful Bahri

Recent Posts

Meredam Kebangkitan Aktivisme Keagamaan Radikal di Kalangan Pemuda

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi tantangan serius dengan munculnya aktivisme keagamaan radikal yang menyasar…

4 menit ago

Ketika Budaya Populer Dijadikan Media Radikalisasi; Bagaimana Mencegahnya?

Budaya populer merupakan bagian penting dari kehidupan sehari-hari yang mencakup film, musik, media sosial, fashion,…

24 jam ago

Menyelamatkan Indonesia dari Mistifikasi Agama

Banyak survei internasional mengakui bahwa Indonesia lekat nilai-nilai religius dalam setiap denyut nadi warganya. Hampir…

1 hari ago

Waspai Ideologi HTI: Bagaimana Perempuan Muslim Menjadi Komoditi Kelompok Radikal di Media Sosial?

Belum lama ini, saya membaca kembali buku The Death of Expertise karya Tom Nichols. Buku…

1 hari ago

Rebranding FPI dan HTI; Dari Gerilya Digital ke Budaya Populer

Sebagai sebuah ideologi dan gerakan, FPI dan HTI harus diakui memang punya tingkat resiliensi yang…

2 hari ago

Temu Muslimah Muda 2024; Aktivisme Perempuan dalam Pusaran Ideologi Transnasional

Temu Muda Muslimah 2024 yang digelar di Palembang kiranya dapat dibaca dari dua sisi. Di…

2 hari ago