Narasi

Kesesuaian Pancasila dengan Islam

Pancasila masih banyak disalah artikan oleh sebagian kecil kelompok masyarakat di Indonesia. Mereka menolak Pancasila karena dianggap sebagai thogut dan berhala baru yang akan menjauhkan mereka dari ketaatan terhadap tuhan. Terkait dengan masalah tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu dijelaskan agar kesalahpahaman terhadap Pancasila tidak terjadi lagi.

Pertama, Pancasila bukanlah thogut. Ibnu Katsir, ketika menafsirkan Surah Al-baqarah ayat 256, mengatakan bahwa thogut adalah tandingan, berhala, dan segala sesuatu yang diibadahi selain Allah. Sementara Ubnu Qayyim menjelaskan thogut adalah sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melebihi batasannya. Baik melewati batas sesuatu yang diibadahi, diikuti, dan juga ditaati. Dari dua pendapat imam besar diatas, dapat disimpulkan bahwa makna thogut sangatlah luas, bias menyangkut hal apa saja. Seseorang yang terlena dengan hartanya hingga menjadikannya lalai terhadap tuhan, maka bisa dikatakan menjadikan harta sebagai thogut. Begitu juga mereka yang memuja jabatan, kepintaran, keluarga, dan hal-hal lainnya.

Tetapi hal penting yang perlu digarisbawahi, kita juga tidak boleh secara gegabah mencap segala sesuatu sebagai thogut. Harus diuji secara cermat dan komprehensif, sehingga tidak menimbulkan fitnah yang merusak. Apakah seseorang yang belajar dengan giat kemudian dapat disimpulkan menjadikan belajar sebagai thogut? Apakah seseorang yang bekerja keras untuk menafkahi keluarganya dapat disebut menjadikan pekerjaannya sebagai thogut? Apakah seorang warga negara yang taat terhadap aturan hukum dapat dikatakan menjadikan hukum sebagai thogut? Tentu saja tidak. Nah, bagitu juga terhadap Pancasila. Dasar negara ini tidak bisa disebut sebagai thogut sebab sama sekali tidak menjauhkan seorang hamba dari tuhannya. Warga negara yang menjunjung tinggi Pancasila masih tetap bisa menjadi penganut agama yang taat. Kemampuan Pancasila untuk diterima oleh semua kalangan, termasuk kaum Muslim, dikarenakan nilai-nilai Pancasila yang bersifat substantif dan universal.

Kedua, Pancasila sangat sesuai dengan nilai-nilai Islam. Jika dicermati, seluruh sila dalam Pancasila tidak ada yang bertolakbelakang dengan ajaran Islam. Artinya intisari dari Pancasila sangat sesuai dengan prinsip Islam. Pada sila pertama, ada konsep tauhid yang sangat dijunjung dalam Islam yaitu tuhan yang bersifat tunggal. Pada sila kedua, konsep kemanusiaan pun sangat mendapat tempat dalam Islam. Salah satu tujuan hadirnya Islam di dunia adalah membebaskan manusia dari kezaliman dan kesewenang-wenangan. Kisah  hadirnya Nabi Musa, Nabi Ibrahim, dan Nabi Muhammad penuh dengan alasan kemanusiaan.

Pada sila ketiga, ada konsep tentang persatuan. Islam pun memiliki kesamaan ajaran tentang pentingnya persatuan (jama’ah). Contoh yang paling mudah dan sederhana, anjuran untuk sholat berjamaah di masjid. Sebab dengan berjamaah, akan tercipta persatuan dan kekuatan bersama yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan kebaikan yang lebih besar. Pada sila keempat, ada prinsip musyarawah-mufakat. Islam pun banyak memberi pedoman tentang musyawarah-mufakat (syura). Seperti ketika pergantian kepemimpinan dari rasulullah kepada sahabat penerusnya. Terakhir, pada sila kelima, mengandung ajaran untuk menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini juga sesuai dengan nilai Islam untuk bersikap adil kepada manusia.

Ketiga, Pancasila adalah bentuk ketaatan terhadap pemimpin. Islam mengajarkan agar umatnya mentaati Allah,  rasulullah, dan ulil amri yang hadir ditengah-tengah mereka (Surah An-Nisaa ayat 59). Rasulullah, dalam hadist riwayat Bukhari, menyatakan “Wajib atas seorang Muslim untuk mendengar dan taat kepada penguasa pada apa-apa yang dia cintai atau dia benci. Kecuali dia disuruh untuk berbuat maksiat. Jika dia diperintahkan untuk berbuat maksiat, maka tidak boleh mendengar dan taat”. Pemerintah Indonesia dapat disebut sebagai ulil amri. Sebab pemerintah yang mengatur urusan kehidupan masyarakat. Ketika pemerintah telah menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, maka rakyat wajib taat dan patuh. Sebab kepatuhan terhadap pemimpin akan menjadikan aktivitas berbangsa dan bernegara berjalan dengan lancar.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendapat yang mengatakan Pancasila sebagai thogut menjadi gugur.  Sebab Pancasila sama sekali bukan sesembahan yang menggantikan peran tuhan. Tuhan tetap hadir meskipun Indonesia memiliki dasar negara Pancasila. Dan Pancasila pun tidak bertujuan untuk menyingkirkan eksistensi Tuhan. Selain itu, Pancasila pun memiliki prinsip nilai yang sama dengan Islam. Artinya tidak ada pertentangan antara Pancasila dengan Islam.

 

 

This post was last modified on 30 September 2016 5:50 PM

Rachmanto M.A

Penulis menyelesaikan studi master di Center for Religious and Cross-cultural Studies, Sekolah Pascasarjana UGM. Jenjang S1 pada Fakultas Filsafat UGM. Bekerja sebagai peneliti.

Recent Posts

Adab dan Fitrah Santri Menghadapi Era Digital

Pada tanggal 22 Oktober setiap tahunnya, Indonesia merayakan Hari Santri Nasional sebagai bentuk penghargaan terhadap…

1 hari ago

AI yang Mengubah Segalanya dan Bagaimana Santri Menyikapinya?

Dalam arus deras perkembangan teknologi, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah menjadi bagian yang tak terpisahkan…

1 hari ago

Santri Menatap Panggung Global

Santri sering dipersepsikan secara simplistik hanya sebagai penjaga tradisi, tekun mengaji di pesantren, dan hidup…

1 hari ago

Memviralkan Semangat Moderasi ala Pesantren di Media Sosial; Tantangan Jihad Santri di Era Virtual

Di era ketika jari-jemari menggantikan langkah kaki, dan gawai kecil mampu menggerakkan opini dunia, ruang…

2 hari ago

Sejak Kapan Jihad Santri Harus Mem-formalisasi “Hukum Tuhan”?

  Narasi "jihad adalah menegakkan hukum Allah" sambil membenarkan kekerasan adalah sebuah distorsi sejarah yang…

2 hari ago

HSN 2025; Rekognisi Peran Santri dalam Melawan Radikalisme Global

Hari Santri Nasional (HSN) 2025 hadir bukan hanya sebagai ajang peringatan sejarah, tetapi sebagai momentum…

2 hari ago