Narasi

Kesetiakawanan Dua Tokoh Bangsa Membangun Indonesia

Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari. Dua nama itu adalah nama yang sampai hari ini-bahkan mungkin seratus tahun lagi-tidak akan pernah habis untuk diperbicangkan. Mereka adalah dua tokoh bangsa yang konsisten membangun Indonesia sejak negara ini belum merdeka. Organisasi Persyarikatan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) yang hari ini menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia adalah warisan mereka berdua. Mereka adalah dua sahabat yang setia kawan, bergerak bersama membangun Indonesia melalui jalur masing-masing. Tak ada percekcokan dan pertikaian. Yang ada adalah kesetiawakanan membangun Indonesia, tanah tumpah darah mereka.

Ahmad Dahlan lahir pada 1 Agustus 1868 dengan nama kecil Muhammad Darwis di Yogyakarta, sementara KH. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada 1 April 1875 di bumi Jombang. Ayah Kiai Dahlan bernama KH. Abu Bakar, seorang ulama termasyhur di Yogyakarta. Sama dengan Kiai Dahlan, ayah Kiai Hasyim yang bernama Kiai Asy’ari juga seorang ulama masyhur pengasuh Pesantren Keras di Jombang.

Kiai Dahlan dan Kiai Hasyim lahir dari keluarga ulama. Sejak kecil mereka mendapatkan pendidikan keagamaan langsung dari ayah mereka. Mereka bersua ketika mengaji bersama kepada Kiai Saleh Darat Semarang. Saat itu, Kiai Dahlan berusia 16 tahun, sementara Kiai Hasyim berusia 14 tahun. Menurut beberapa riwayat, mereka berdua satu kamar dan bersahabat dekat. Kiai Hasyim memanggil Kiai Dahlan dengan panggilan Mas Darwis dan Kiai Dahlan memanggil Kiai Hasyim dengan sebutan Adi Hasyim.

Mereka berdua belajar dengan tekun dan rajin kepada Kiai Saleh Darat Semarang. Sampai kemudian mereka berdua ‘diusir” oleh Kiai Saleh. Mereka lalu diperintahkan untuk belajar ke Makkah. Tanpa tanya, mereka berdua berangkat. Sampai di Makkah, mereka berguru kepada Imam Masjidil Haram dari Indonesia, Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi dan menjadi murid kesayangan. Di Makkah ini, Kiai Dahlan mulai tertarik dengan bahasan pemikiran dan gerakan Islam sementara Kiai Hasyim lebih tertarik pada hadits. Mereka belajar dengan tekun di Makkah. Ketika kembali ke tanah air, dua sahabat karib ini lalu mendirikan organisasi keagamaan sebagai basis perjuangan. Kiai Dahlan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah pada 18 November 1912 sementara Kiai Hasyim mendirikan Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926

Konsisten

Melalui organisasi yang didirikan, Kiai Dahlan dan Kiai Hasyim konsisten membangun bangsa. Selain berjuang melalui jalur pergerakan, mereka berdua membangun bangsa melalui jalur pendidikan dan keagamaan  Kiai Dahlan bersama organisasi Muhammadiyah kemudian lebih fokus ke pendidikan formal sementara Kiai Hasyim bersama NU menumbungkembangkan pendidikan non formal berbentuk pesantren.

Dalam perjalanannya, Muhammadiyah juga ikut mengembangkan pondok pesantren dan NU juga ikut mengembangkan lembaga pendidikan formal. Kedua organisasi besar tersebut kemudian saling bahu membahu membangun Indonesia melalui jalur pendidikan. Hingga hari ini, kedua organisasi warisan dua tokoh bangsa tersebut sudah memiliki ribuan lembaga pendidikan  yaang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah itu tiap tahunnya akan terus bertambah dan bertambah lagi.

Apa yang dilakukan oleh Kiai Dahlan dan Kiai Hasyim adalah bentuk kesetiakawanan sosial yang luar biasa. Meskipun organisasi yang mereka dirikan memiliki garis juang yang berbeda, tapi mereka tetap akur dan memelihara silaturahim dengan baik. Perbedaan tak pernah membuat hubungan mereka renggang. Mereka bersatu padu mencerdaskan anak bangsa agar bisa lepas dari penjajahan. Mereka adalah dua sahabat yang tak pernah lelah berjuang untuk negeri.

Dua organisasi yang mereka dirikan, yakni Muhammadiyah dan NU, hari ini menjadi dua organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Dua organisasi inilah yang menjadi penyokong berdiri dan tegaknya NKRI. Bahkan cendekiawan Nur Cholish Madjid atau yang akrab disapa Cak Nur pernah berkata jika umat Islam Indoensia, bahkan Indonesia itu sendiri adalah seekor burung garuda, maka Muhammadiyah dan NU adalah kedua sayapnya.

Kisah dua sahabat ini yakni Kiai Dahlan dan Kiai Asy’ari memberikan pelajaran berharga bagi generasi penerus bangsa hari ini. Bahwa berbeda tidak masalah, tapi jika sudah menyangkut bangsa dan negara, semua harus sepakat untuk bersatu dan berjuang melalui jalurnya masing-masing. Itulah arti dari kesetiakawanan membangun bangsa dan negara.

Kiai Dahlan dan Kiai Asy’ari adalah dua nama yang tak akan pernah lekang oleh zaman. Abadi dalam ingatan masyarakat Indonesia terutama semua pengikutnya yang tergabung dalam Persyarikatan Muhammadiyah dan NU. Kesetiawakanan mereka dalam membangun bangsa dan negara ini patut menjadi teladan bagi seluruh bangsa Indonesia. Mari bergerak bersama membangun bangsa dan negara Indonesia! Jangan sia-siakan perjuangan Kiai Dahlan dan Kiai Asy’ari. Mari bung, kita lanjutkan!

Nur Rokhim

Alumnus Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga. Aktif di Lembaga Ta’lif wa Nasyr (LTN) NU DIY.

View Comments

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

1 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

1 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

1 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago