Narasi

Konflik Palestina-Israil: Bukan Peperangan Antara Islam dan Yahudi!

Satu hal yang perlu kita pahami, bahwa konflik yang berkepanjangan dan tak berkesudahan di Timur Tengah antara Palestina-Israil itu sejatinya bukan peperangan antara Islam dan Yahudi. Kita perlu menghapus “stigma” konfrontasi yang berlabel agama di balik konflik tersebut.

Bagaimana kekerasan terhadap warga Palestina yang dilakukan oleh tentara Israil itu bukan kezhaliman terhadap Islam. Konflik ini bukan tentang perjuangan antara umat Islam dan Yahudi. Tetapi persoalan ini tentang konflik teritorial wilayah (geo-politik) kedua negara Israil-Palestina yang terus saling memperebutkan wilayah yang menurut keduanya sama-sama memiliki hak untuk itu.

Sebagaimana yang tertuang dalam (partitions plan) yang telah diusulkan oleh PBB pada tahun 1947. Tentang wilayah Palestina (Yerusalem) yang telah ditetapkan bagian secara berdaulat. Sebagaimana kemerdekaannya dideklarasikan pada 15 November 1988.

Tetapi, titik temu problem yang tidak pernah usai hingga saat ini adalah tentang (partitions plan) yang dimiliki oleh Palestina ini masih diduduki oleh Israil. Pihak Israil terus menganggap bahwa wilayah itu miliki mereka. Wilayah itu diklaim sebagai tempat suci mereka yang perlu kuasai dan ditempati. Begitu juga dengan Palestina yang terus memperjuangkan tanah mereka untuk tetap berada dalam kedaulatan. Sebagaimana yang telah disepakati pada 1947 perihal partitions plans tersebut.

Sehingga, konflik Palestina-Israel ini sejatinya menuai semangat solidaritas dan kemanusiaan kita. Komitmen kita sebagai masyarakat Indonesia terus menyuarakan hak dan kemerdekaan masyarakat Palestina yang bisa diberikan secara damai tanpa peperangan. Bukan mendukung akan aksi Militerisme yang tidak akan berkesudahan. Serta mengutuk segala tindakan kekerasan yang dilakukan oleh tentara Israil.

Namun, sebagaimana point tulisan ini berfokus pada ranah ideal. Untuk menghapus stigma kita tentang konflik yang terjadi di Timur Tengah itu bukan peperangan antara Islam dan Yahudi. Ini bukan peperangan agama. Kita tidak boleh melabeli konflik yang terjadi antara Palestina-Israel sebagai solidaritas umat Islam untuk memerangi kelompok Yahudi.

Lalu dengan mudahnya kita membuat keputusan untuk  melakukan aksi kekerasan terhadap umat Yahudi yang ada di Indonesia mau-pun yang ada di beberapa wilayah di seluruh dunia. Sebagai tindakan pembalasan dari apa yang terjadi di Palestina.

Maka, tindakan yang semacam ini justru akan mencederai toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Termasuk merusak perdamaian yang ada di Indonesia. Karena tugas kita adalah bergerak membangun semangat solidaritas untuk mendukung masyarakat Palestina merdeka, mengutuk segala tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Israil. Serta meniscayakan semangat untuk membentuk diplomasi kedua negara tersebut perihal wilayah yang saling diperebutkan.

Karena, kekerasan atau jalur militer tidak akan menyelesaikan persoalan yang ada di Palestina saat ini. Tetapi justru akan menghadirkan konflik dan peperangan yang semakin besar.

Maka, tugas kita tidak boleh berada di luar jalur konstitusi dan semangat kebangsaan. Jangan seenaknya kita membuat gerakan untuk memerangi Yahudi dan berbuat onar di mana-mana. Hal ini justru akan membakar api konflik di negerinya sendiri yang telah lama damai dan rukun. Serta akan menabur bumbu permusuhan yang akan menjadi sebab bagaimana kita akan menjadi negeri konflik kedua setelah Palestina-Israil.

Karena di satu sisi kita perlu menyuarakan semangat solidaritas kemanusiaan dan ikut mendukung kemerdekaan penuh terhadap Palestina. Serta mengutuk tindakan kekerasan dan kebrutalan yang dilakukan oleh tentara Israil.           

Tetapi, kita juga perlu menjadikan pelajaran terhadap apa yang terjadi di Palestina ini. Sebagai “mawas kebangsaan” untuk tetap merawat solidaritas kebangsaan dan kebhinekaan yang ada di negeri ini. Karena hidup damai, saling menerima dan saling bersatu-padu satu sama lain merupakan hal yang indah dan menyenangkan untuk kita jalani selamanya di negeri ini. Karena konflik akan merampas kebahagiaan dan kenyamanan hidup kita semua.

This post was last modified on 17 Mei 2021 1:18 PM

Saiful Bahri

Recent Posts

Refleksi Harkitnas; Membangun Mentalitas Gen Z untuk Indonesia Emas 2045

Hari Kebangkitan Nasional kembali kita peringati tepat pada tanggal 20 Mei. Tahun ini, Harkitnas mengangkat…

10 jam ago

Refleksi Hari Kebangkitan Nasional : Bangkit Melawan Intoleransi Berbasis SARA

Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei merupakan tonggak penting dalam sejarah Indonesia.…

16 jam ago

PBB Sahkan Resolusi Indonesia Soal Penanganan Anak Terasosiasi Teroris: Kado Istimewa Hari Kebangkitan Nasional untuk Memberantas Terorisme

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya mengesahkan sebuah resolusi penting yang diusulkan oleh Indonesia, yakni resolusi yang…

16 jam ago

Kultur yang Intoleran Didorong oleh Intoleransi Struktural

Dalam minggu terakhir saja, dua kasus intoleransi mencuat seperti yang terjadi di Pamulang dan di…

4 hari ago

Moderasi Beragama adalah Khittah Beragama dan Jalan Damai Berbangsa

Agama tidak bisa dipisahkan dari nilai kemanusiaan karena ia hadir untuk menunjukkan kepada manusia suatu…

4 hari ago

Melacak Fakta Teologis dan Historis Keberpihakan Islam pada Kaum Minoritas

Serangkaian kasus intoleransi dan persekusi yang dilakukan oknum umat Islam terhadap komunitas agama lain adalah…

4 hari ago