Narasi

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk karakter anak ke arah yang lebih baik. Menjadikan anak memiliki akhlak terpuji, beriman dan bertakwa serta pribadi yang taat ajaran agama. Tetapi, hari ini justeru lembaga pendidikan tidak menjadi jaminan ke arah dimaksud. Perundungan, kekerasan dan intoleransi sebagai cerminan akhlak buruk justeru banyak terjadi di lembaga-lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan berbasis Islam seperti pesantren.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan bullying sebagai perilaku bersifat agresif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi yang dianggap lebih lemah darinya dengan tujuan menunjukkan power atau balas dendam yang berujung pada menyakiti siswa/siswi tersebut. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan, di tahun 2023 telah terjadi kasus perundungan sebanyak 3.800 kasus.

Tidak hanya bullying, pendidikan sebagai hulu dari kemajuan pengetahuan juga dicemari oleh beragam kasus kekerasan, baik kekerasan fisik maupun mental, bahkan kekerasan seksual. Demikian pula kasus Intoleransi kerap kali mewarnai lembaga pendidikan dan terjadi secara agresif pula dan terjadi berulang-ulang. Pelakunya adalah orang-orang terdekat, yaitu teman dan pihak yang terlibat di lembaga pendidikan.

Lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat aman bagi siswa/siswi pada realitanya semakin terkikis. Hal ini diperparah dengan ketidakberdayaan siswa/siswi untuk menolak dan takut terhadap ancaman sehingga enggan melaporkan terhadap orang terdekat seperti orang tua maupun guru.

Dalam agama Islam praktik tiga dosa besar dunia pendidikan yang terjadi secara agresif dan massif belakang ini merupakan cerminan pelanggaran terhadap nilai-nilai ajaran agama. Dengan demikian, kasus tersebut menjadi dosa kolektif bagi semua pihak yang terlibat dalam institusi pendidikan dimana tiga dosa besar dunia pendidikan terjadi.

Pandang Islam Terhadap Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Bullying atau perundungan

Pelakunya diancam oleh Nabi sebagai bukan umatnya. Tidak main-main beliau menanggapi hal ini. Beliau mengatakan: “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak mengasihi juniornya dan tidak memuliakan seniornya”.

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari ini menjadi pijakan jelas bagaimana hubungan ideal antara junior dan senior, antara yang lebih muda dan yang lebih tua. Islam menegaskan hubungan tersebut dengan sikap saling menghormati dan mengasihi. Yang lebih tua mengasihi yang lebih muda, dan yang muda menghormati yang lebih tua.

Abdurrahman al Mubarakfuri dalam Tuhfah al Ahwadzi Syarah Jami’ Turmudzi, mengatakan makna sabda Nabi “bukan termasuk golongan kami” adalah bukan termasuk ajaran kami, dan bukan termasuk etika kami.

Melakukan perbuatan yang bukan ajaran dan etika Rasulullah dengan sendirinya tidak akan diakui sebagai umat Rasulullah. Apabila terjadi di lingkungan pendidikan maka yang tidak diakui sebagai umat Rasulullah adalah semua pihak yang terlibat dalam institusi tersebut sebab memang merupakan tanggung jawab mereka semua.

Kekerasan Terhadap Siswa/siswi

Nabi bersabda: “Muliakanlah anak-anakmu, perbaikilah ada mereka”.

Tegas hadits ini melarang orang tua dan semua pihak seperti guru dan teman melakukan kekerasan, baik fisik maupun mental serta kekerasan seksual. Islam adalah agama yang menghapus kekerasan dan segala bentuk kedzaliman kepada anak, terutama anak perempuan.

Termaktub dalam Ma Hukmi al Dien fi Al Tahrusyi Al Jinsi BI al Athfali, Dr Syauqi Ibrahim Allam, menulis bahwa tindakan pelecehan seksual termasuk dosa besar, pelakunya harus dihukum berat sebab menimbulkan dampak besar bagi korban.

Perbuatan tercela ini menurut beliau merupakan pengingkaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan, menodai kesucian anak dan pembunuhan terhadap masa depan korban. Perbuatan bejat dan mengkhianati ajaran agama ini patut diganjar dengan hukuman berat.

Intoleransi di dalam Lembaga Pendidikan

Intoleransi berawal dari pemahaman agama yang keliru. Dengan demikian, terjadinya kasus intoleransi dalam lembaga pendidikan berbasis Islam menandakan semua pihak yang terlibat dalam institusi pendidikan tersebut “gagal” memahami Islam secara sempurna.

Intoleransi adalah suatu sikap dengan kehendak memaksakan pikiran, ideologi, agama dan keyakinan terhadap orang lain. Intoleransi berawal dari suatu cara pandang yang menganggap pikiran/keyakinan dirinya sebagai satu-satunya kebenaran dan menihilkan pandangan atau keyakinan orang atau pihak lain. Padahal, semua itu senyatanya sebuah ekspresi egoisme, kesombongan dan ketakaburan.

Allah mengingatkan: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian menjadikan kamu berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal”. (Al Hujurat: 13).

Ayat ini sebagai penegas, bahwa heterogenitas merupakan sunnatullah yang tak bisa dibantah sebab merupakan kehendak Allah sendiri. Sehingga, kemudian ada penegasan dalam al Qur’an”Tidak ada paksaan untuk (memeluk) agama (Islam)”. (Al Baqarah: 256).

Masih banyak lagi ayat-ayat yang berbicara pentingnya toleransi, demikian pula contoh dari Nabi. Dengan demikian toleransi bukan suatu sikap yang dapat menggerus keimanan, melainkan sikap kemanusiaan untuk menghormati mereka yang berbeda. Tak lebih hanya itu.

Tentu, sangat mengherankan apabila kasus-kasus intoleransi pelakunya justeru mangaku pemeluk Islam, atau terjadi di lembaga-lembaga pendidikan yang berbasis Islam. Seperti dosa lembaga pendidikan yang lain, dosa intoleransi tentu merupakan sikap tercela dan pelanggaran terhadap norma-norma dan ajaran Islam.

Nurfati Maulida

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

1 hari ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago