Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT menyebut kata musibah, dari asal kata (asaba) dengan segala derivasinya disebutkan sebanyak 77 kali. Di dalamnya mengacu ke dalam epistemologi perintah, larangan, kewajiban dan kesabaran perihal menghadapi musibah itu sendiri. Termasuk dalam konteks kita hari ini yang sedang tertimpa musibah penularan covid-19 yang terus membludak.
Misalnya, Allah SWT di dalam Al-Qur’an selalu meniscayakan kata (perintah) akan pentingnya untuk menjauhi kemudharatan. Di sini kata “kemudharatan” jika konteks-kan ke dalam situasi pandemi covid-19. Kita (dilarang) untuk egois, menyepelekan dan bahkan enggan untuk menjauhi sesuatu yang disebut kemudharatan sebagaimana peranan-nya ke dalam wilayah epistemologi perintah tersebut.
Setelah itu, Allah SWT di dalam Al-Qur’an selalu menggunakan kata (kewajiban) manusia secara fungsional untuk menggunakan (akal dan jiwa yang sehat). Misalnya, kita wajib berobat untuk sembuh dari musibah layaknya penyakit. Kita wajib menaati protokol kesehatan di tengah pandemi covid-19.
Karena kewajiban kita di dalam menghadapi musibah sebagaimana yang sedang kita hadapi saat ini adalah musibah berupa virus. Maka, kewajiban kita perlu untuk melawan covid-19 ini. Dalam arti pemahaman, perlawanan kita bukan berani tanpa akal sehat atau jiwa yang sehat tadi. Lalu seenaknya tidak ada rasa takut dan lalai terhadap aturan kesehatan yang ada. Itu namanya mendekatkan diri dari kemudharatan. Bukan menjauhinya.
Tentunya, perintah akan kewajiban untuk melawan virus ini, mengacu ke dalam ranah epistemologi Al-Qur’an perihal musibah yang wajib kita lawan tersebut. Untuk mengetahui kita sedang berada dalam konteks dan situasi yang semacam apa. Misalnya, konteks musibah kita saat ini sedang menghadapi virus covid-19. Maka, besar rasa tanggung-jawab atau kewajiban kita sebagaimana di dalam Al-Qur’an tersebut melakukan sesuatu yang bisa mengubah keadaan menjadi lebih baik. Seperti mencontohkan ke dalam ranah (berobat agar sembuh) atau mengikuti perintah yang telah menjadi “basis” penanganan akan virus tersebut.
Setelah kita melakukan hal demikian, kita perlu yang namanya akan (kesabaran). Tentu, dalam musibah yang kita hadapi, khususnya pada ranah musibah virus covid-19 ini. Maka, jelas kita perlu mengoptimalkan kesabaran. Kesabaran ini tentu bukan hanya sekadar pasrah. Tetapi, telah melewati berbagai macam perintah, larangan dan melakukan kewajiban sebagaimana mestinya Allah SWT di dalam Al-Qur’an selalu menyarankan hal demikian.
Karena konteks kesabaran ini bersifat paradigmatic. Pertama, kita perlu sabar untuk menaati apa yang telah menjadi aturan protokol kesehatan di tengah pandemi covi-19 ini. Kedua, kita perlu sabar untuk disiplin untuk hidup sehat dan melakukan segala kewajiban sebagaimana pemerintah telah menggelar vaksinasi. Hal demikian perlu kita lakukan. Ketiga, kesabaran kita untuk tetap melewati situasi ini dengan penuh ketenangan hati, keikhlasan diri dan kesiapan diri untuk selalu siap bersikap disiplin menghadapi corona ini.
Dari pemahaman di atas, sebetulnya Allah SWT di dalam Al-Qur’an selalu memerintahkan kita untuk melawan yang namanya musibah tersebut. Bukan berarti menantang atau-pun lalai. Perintah Allah SWT di sini mengacu ke dalam epistemologi perintah, larangan, kewajiban dan kesabaran sebagaimana yang telah tertuang dalam pembahasan di atas. Bahwa kita penting melawan musibah layaknya musibah virus covid-19 ini, kita dilarang untuk egois atau patenting seperti enggan mengikuti protokol kesehatan. Serta kita wajib mengikuti apa yang telah menjadi jalan kita bersama untuk bebas dari virus tersebut. Serta yang terakhir, adalah sabar. Semua ini adalah perintah Tuhan yang perlu kita ikuti bersama.
This post was last modified on 30 Juni 2021 3:07 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…