Tidak hanya isu besar seperti resesi, kenaikan BBM, pandemi, bahkan persoalan rumah tangga pun seakan bisa selesai dengan khilafah. Momentum kenaikan BBM pada waktu yang lalu juga menjadi sasaran empuk propaganda khilafah sebagai solusi. Apapun persoalan kebangsaan mereka akan turun jalan dengan mengkampanyekan solusi tunggal khilafah.
Dengan membawa bendera seperti atribut HTI yang sering mereka sebut bendera Rasulullah, mereka meneriakkan penerapan sistem khilafah sebagai solusi. “takbir, khilafah. Khilafah, khilafah” teriak massa dengan antusias. Dari berbagai lapisan remaja, emak-emak, bapak-bapak bahkan umumnya juga membawa anak-anak mereka berbaris rapi.
Sejatinya, sebelum organisasi HTI dibubarkan setiap kebijakan negara mereka lebih mencolok dengan propaganda yang disampaikan. Pasca dibubarkannya ormas ini, gerakan dengan subtansi teriakan yang sama masih ada walaupun dalam bentuk yang tidak menonjolkan atribut organisasi. Namun, slogan khilafah sebagai solusi masih setia menemani mimpi dan bualan mereka.
Khilafah sebagai obat segala penyakit ini lebih tampak slogan bualan dan dagelan yang dibuat-buat. Semakin terlihat bahwa konsep ini hanyalah mainan belaka. Tidak ada satupun masalah di dunia ini yang tidak bisa diselesaikan dengan khilafah. Masih ingat slogan solusi Kasus Freeport adalah khilafah, solusi covid-19 adalah khilafah, solusi Kenaikan BBM adalah khilafah, solusi penegakan korupsi adalah khilafah, solusi minyak goreng adalah khilafah dan masalah lainnya.
Argument yang selalu dibangun oleh para pengasong khilafah baik di media sosial maupun aksi jalanan adalah apapun solusinya adalah khilafah. Sedikit lebih meyakinkan mereka menyitir hal yang ideal dalam ajaran seperti kewajiban, hak dan aturan dalam Islam. Apapun aturan baik dalam agama maupun perundang-undangan adalah yang ideal. Jika mengatakan dalam khilafah bumi alam adalah untuk kepentingan umum, di undang-undang yang ada juga akan tersurat seperti itu.
Tidak sekedar argument ideal sebuah ajaran, para pengasong ini lalu melangkah lebih jauh tentang bukti. Tentu saja, bukti itu harus ditarik ke belakang saat dinasti dan kerajaan dalam sejarah khilafah berdiri. Misalnya, BBM gratis pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Masyarakat sejahtera pada masa dinasti tersebut hingga Turki Ustmani. Dan keadilan terjamin pada saat itu.
Yang tergambarkan adalah sebuah kisah manis. Yang tragis dan kelam dalam masa-masa khilafah sengaja ditutupi. Pembantaian, perang, konflik dan darah mengalir sesama muslim juga tidak tergambar. Praktek korupsi, nepotisme dan dictatoriat dinasti dalam sejarah sultaniyah tidak tampak dan tidak diperlihatkan.
Saya hanya membayangkan jika pengasong khilafah yang masih bebas berani dan berteriak di jalanan dan media sosial bertentangan dengan kebijakan sultan masa lalu sudah beda cerita. Mungkin mereka sudah dipancung dan dipasung. Tidak ada kekebasan yang demokratis di masa dinasti. Mereka justru mencela demokrasi, namun menyantap kenyamanan demokrasi dengan mengusung khilafah.
Namun, atas semua hal yang telah diteriakkan secara konsisten oleh para pengasong khilafah dalam momentum apapun dari sebuah kebijakan negara adalah sebuah mimpi untuk tidak mengatakan bualan. Mimpi memang harus diceritakan terus menerus agar menjadi motivasi. Tetapi mimpi pada hakikatnya adalah mimpi yang tidak pernah nyata.
Orang yang selalu bermimpi akan lebih senang dengan impiannya. Mereka akan kecewa menghadapi kenyataan dan tidak berani menerima kenyataan yang sebenarnya. Mereka masih menganggungkan mimpi yang indah dan selalu tidak suka dengan apa yang terjadi.
Karena argument yang tidak kuat dengan hanya menawarkan mimpi, para pengasong khilafah sejatinya hanya memberi ilusi. Mereka menebar ilusi seolah sebagai solusi. Menyatakan hal ideal, tetapi melupakan sejarah tragis masa lalu. Mungkin mereka hanya bermimpi yang indah, tetapi melupakan mimpi horror dan mencekam dari sebuah kisah dan sejarah khilafah masa lalu.
Entahlah hanya mereka yang memahami cara bermimpi. Tetapi masyarakat Indonesia sudah paham bahwa yang mereka jual hanyalah ilusi. Karena ilusi inilah masyarakat menjadi terpecah. Bahkan ISIS pernah mewujudkan ilusi itu dalam bentuk cerita yang lebih horror dan menakutkan. Mereka sebut diri mereka juga sebagai khilafah yang dijanjikan. Semoga Tuhan selalu melindungi bangsa ini dari penebar ilusi yang memecah belah dengan menunggangi isu yang berkembang.
This post was last modified on 27 November 2022 3:09 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…