Ketahanan nasional bukan hanya soal kekuatan fisik atau militer, tetapi juga mencakup stabilitas sosial, harmoni kehidupan beragama, dan keadilan bagi seluruh warga negara. Di tengah keberagaman suku, agama, dan budaya di Indonesia, moderasi beragama menjadi salah satu pilar penting agar bangsa tetap kokoh menghadapi tantangan internal dan eksternal.
Sinergi antara tokoh agama (ulama) dan pemimpin negara (umara) sangat krusial untuk memastikan moderasi tidak hanya sebatas idealisme, tetapi bisa diwujudkan dalam praktik nyata. Moderasi beragama berarti sikap seimbang, toleran, inklusif, dan menghargai perbedaan tanpa menghilangkan identitas. Bila moderasi ini terabaikan, risiko polarisasi, intoleransi, diskriminasi, bahkan kekerasan sosial akan semakin mengancam ketahanan sosial dan nasional.
Namun, data menunjukkan bahwa kebebasan beragama dan pluralisme di Indonesia tengah menghadapi tantangan besar. Laporan SETARA Institute mengungkapkan bahwa pada 2023 tercatat 217 peristiwa intoleransi, yang meningkat menjadi 260 peristiwa pada 2024. Jumlah tindakan pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) juga meningkat, dari 329 menjadi 402 tindakan pelanggaran.
Selama dua tahun tersebut, tercatat lebih dari 700 pelanggaran KBB yang melibatkan berbagai elemen, baik dari masyarakat sipil, ormas keagamaan, maupun aparat negara. Ini menunjukkan bahwa intoleransi masih menjadi isu yang mengancam ketahanan sosial. Jika tidak ada upaya konkret untuk menanggulangi hal ini, maka moderasi beragama dan harmoni sosial akan semakin sulit dicapai. Data ini menggarisbawahi betapa pentingnya peran ulama dan umara dalam membangun ketahanan nasional yang berbasis pada moderasi.
Kasus tragis yang terjadi pada 2025 di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, menjadi contoh nyata bagaimana intoleransi dapat menimbulkan dampak yang fatal. Seorang pelajar SD berinisial KB (8 tahun) tewas akibat kekerasan yang diduga dipicu oleh perbedaan agama dengan teman sekelasnya.
Kasus ini menunjukkan bahwa intoleransi bukan hanya isu yang melibatkan orang dewasa, melainkan sudah merasuki anak-anak, bahkan di bangku sekolah dasar. Perundungan yang berujung pada kematian ini mengingatkan kita akan pentingnya pendidikan toleransi sejak dini dan peran ulama dan pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif.
Ulama sebagai pemimpin agama perlu mengajarkan umat untuk mengedepankan toleransi, menghargai perbedaan, serta menghindari tindakan kekerasan atas dasar agama. Di sisi lain, pemerintah atau umara memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebijakan dan regulasi yang ada melindungi kebebasan beragama dan hak-hak setiap individu, terutama anak-anak, dari tindak intoleransi dan kekerasan.
Ulama dan umara memiliki peran yang tak terpisahkan dalam menciptakan moderasi beragama yang nyata. Ulama, melalui dakwahnya, dapat menanamkan nilai-nilai moderasi agama yang mengutamakan kedamaian, toleransi, dan menghargai keberagaman. Mereka harus mampu menjadi penengah dan pengarah dalam masyarakat agar tidak terjebak dalam radikalisasi dan ekstremisme. Ketika kedua pihak ini bekerja bersama, moderasi beragama dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, menciptakan ketahanan nasional yang kokoh.
Indonesia sebagai negara dengan keberagaman suku, agama, dan budaya, memiliki potensi besar untuk menjadi contoh pluralisme dan toleransi di dunia. Namun, potensi tersebut hanya dapat diwujudkan jika ulama dan umara bersinergi untuk menjaga keberagaman dan mencegah polarisasi yang merusak. Sinergi antara ulama dan umara bukan hanya sekadar retorika, tetapi sebuah kebutuhan nyata untuk menjaga stabilitas sosial dan menjaga keharmonisan dalam kehidupan berbangsa.
Moderasi beragama bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan yang dapat memperkuat ketahanan sosial dan nasional. Dengan membangun sinergi yang solid antara kedua pihak ini, ketahanan nasional berbasis moderasi akan menjadi fondasi yang kokoh bagi keberlanjutan bangsa Indonesia di tengah dinamika global yang semakin kompleks.
Dzating manungsa luwih tuwa tinimbang sifating Allah —Ronggawarsita. Syahdan, di wilayah Magetan dan Madiun,…
Semakin ke sini, agama semakin hadir dengan wajah yang sangat visual. Mulai dari gaya busana,…
Di tengah rumah yang runtuh, keluarga yang kehilangan tempat tinggal, dan tangis pengungsian yang belum…
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi dua persoalan besar yang sama-sama mendesak: kerusakan lingkungan dan…
Banjir di Sumatera dan Aceh sudah mulai menunjukkan surut di sejumlah wilayah. Namun, banjir yang…
Banjir di Sumatera dan Aceh adalah bukti bagaimana pendekatan dalam memanfaatkan alam dan lingkungan yang…