Narasi

Membangun Religiusitas Perdamaian Berbasis Pancasila

Perayaan Natal dan tahun baru (Nataru) kali ini sangatlah menarik karena momentum tersebut bertepatan dengan menjelang pemilu 2024. Natal di Indonesia tidak hanya sebatas perayaan hari besar keagamaan bagi umat Kristiani, melainkan juga sebagai ajang merajut pesatuan dan perdamaian dalam keberagaman. Tidak ayal jika perayaan hari besar keagamaan di Indonesia identik dengan saling menghargai, menghormati, dan menebar cinta kasih antarumat manusia.

Potret perdamaian dan kerukunan dalam perayaan Natal yang kita temui baik di dunia maya maupun di dunia nyata diharapkan tidak hanya sabagai perilaku momentum. Artinya, sikap menghormati dan menghargai antarumat beragama diharapkan terus diimplementasikan secara masif dan dinamis dalam kehidupan sehari-hari, terlebih dalam menyikapi momentum Pemilu 2024.

Dalam menyikapi momentum Pemilu 2024, kita harus berhati-hati dengan politik identitas. Politik identitas tidak hanya digunakan untuk meningkatkan elektabilitas seseorang atau sebagai alat untuk menyerang lawan politik. Akan tetapi, politik identitas juga dapat digunakan untuk merusak kerukunan masyarakat. 

Politik identitas ialah penggunaan kesamaan identitas secara luas yang mencakup identitas suku, agama, ras, gender dan antargolongan untuk memperjuangkan kepentingan politik. Dalam prakteknya, politik identitas dengan isu agama menjadi dominan, terutama di media sosial. Mudahnya masyarakat Indonesia terprovokasi oleh narasi agama mengindikasikan lemahnya kesadaran akan pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara.

Perdamaian Berbasis Pancasila

Poitik identitas akan selalu muncul menjelang pemilu, maka perlu disadari bahwa perilaku seseorang di ruang publik, terutama ketika ruang publik tersebut berupa masyarakat majemuk, sejatinya harus dilandaskan pada religiusitas dan perdamaian. Menurut Holdcroft (2006), terdapat lima dimensi terkait religiusitas yang perlu diperhatikan dengan seksama, yaitu pengalaman iman personal, ritual, ideologi, intelektual, dan konsekunsi.

Sebagai warga negara Indonesia sepatutnya kita bersyukur karena kita memiliki pancasila. Maka kemudin penting untuk memahami nilai-nilai yang terkandung dalam sial-sila pancasila yang telah terbukti mampu mempersatukan bangsa ini dengan beragam perbedaan.

Sila pertama, ketuhanan yang maha esa menunjukkan bahwa persoalan agama dan negara harus dipisahkan secara tegas. Dalam hal ini, kita harus menyadari bahwa politik identitas yang berkaitan dengan agama tidak seharusnya disikapi dengan absolut. Isu agama menjelang pemilu sangatlah santer dan menuntut kita untuk menyikapinya dengan penuh dewasa.

Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan berdab sebagai sila yang dapat memediasi konflik antara kelompok masyarakat. Masyarakat dituntut untuk selalu terbuka menyikapi perbedaan dalam menjalani hidup bersama dan harus saling tolong menolong dalam semangat gotong royong. Terpenting, masyarakat harus reaktif dalam persoalan kemanusiaan.

Sila ketiga, persatuan Indonesia menggambarkan bahwa kesatuan yang terbentuk di Indonesia bukanlah pemberian dari bangsa lain. Persatuan harus dijaga dan dirawat demi ketahanan bangsa Indonesia. Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Sila ini menegaskan bahwa negara menjamin aspirasi dan suara dari berbagai kelompok masyarakat yang ada di Indonesia, termasuk kelompok minoritas.

Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ini mendorong kita untuk selalu berbuat adil antarsesama. Untuk mewujudkan nilai sila tersebut maka dibutuhkan empati yang menuntut seseorang untuk memahami mengapa orang lain berbicara dan bertindak.  Hal demikian akan mampu mengeliminasi kontradiksi konflik sosial dalam masyarakat.

Penting sekali bagi segenap elemen bangsa Indonesia untuk bersama-sama membangun religiusitas perdamaian berbasis Pancasila. Aktualisasi nilai-nilai keagamaan dan Pancasila akan menghasilkan etika berbangsa dan perilaku dengan semagat persatuan. Oleh karenanya, bangsa ini tidak akan lagi mudah terjerumus dalam perbedaan yang yang memecah belah.

This post was last modified on 29 Desember 2023 1:01 PM

Zibad Mubarok

Recent Posts

Refleksi Harkitnas; Membangun Mentalitas Gen Z untuk Indonesia Emas 2045

Hari Kebangkitan Nasional kembali kita peringati tepat pada tanggal 20 Mei. Tahun ini, Harkitnas mengangkat…

4 jam ago

Refleksi Hari Kebangkitan Nasional : Bangkit Melawan Intoleransi Berbasis SARA

Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei merupakan tonggak penting dalam sejarah Indonesia.…

11 jam ago

PBB Sahkan Resolusi Indonesia Soal Penanganan Anak Terasosiasi Teroris: Kado Istimewa Hari Kebangkitan Nasional untuk Memberantas Terorisme

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya mengesahkan sebuah resolusi penting yang diusulkan oleh Indonesia, yakni resolusi yang…

11 jam ago

Kultur yang Intoleran Didorong oleh Intoleransi Struktural

Dalam minggu terakhir saja, dua kasus intoleransi mencuat seperti yang terjadi di Pamulang dan di…

3 hari ago

Moderasi Beragama adalah Khittah Beragama dan Jalan Damai Berbangsa

Agama tidak bisa dipisahkan dari nilai kemanusiaan karena ia hadir untuk menunjukkan kepada manusia suatu…

3 hari ago

Melacak Fakta Teologis dan Historis Keberpihakan Islam pada Kaum Minoritas

Serangkaian kasus intoleransi dan persekusi yang dilakukan oknum umat Islam terhadap komunitas agama lain adalah…

3 hari ago