Pada acara kuliah kebangsaan bertema “Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,” yang diselenggarakan oleh MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) dan MK (Mahkamah Konstitusi), Hakim Konstitusi Arsul Sani menekankan pentingnya nilai-nilai kebangsaan bagi generasi muda. Sedangkan Anggota MPR, Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa Pancasila merupakan dasar hukum dan ruh dari UUD 1945, sementara NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika juga merupakan bagian penting dari konstitusi Indonesia.
Pemahaman atas 4 Pilar Kebangsaan – Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, sangat penting bagi generasi muda untuk membangun pemahaman dan komitmen terhadap nilai-nilai dasar negara. Hal ini membantu mengembangkan rasa nasionalisme, memperkuat identitas kebangsaan, dan memahami pentingnya persatuan dalam keragaman. Dengan demikian, generasi muda dapat berkontribusi secara positif dalam menjaga integritas bangsa dan negara serta mengantisipasi tantangan di masa depan.
Indonesia memiliki tantangan dan peluang masa depan yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan sejak saat ini, terlebih mengenai bonus demografi dan Indonesia Emas 2045. Bonus demografi adalah periode di mana proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar dibandingkan dengan penduduk usia non-produktif (anak-anak dan lansia). Indonesia diproyeksikan akan mengalami puncak bonus demografi pada tahun 2020-2030.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), diproyeksikan penambahan jumlah penduduk produktif hampir 10 juta orang pada 2025, dengan jumlahnya mencapai 196,13 juta orang. Jika melihat tren tersebut, penambahan jumlah penduduk usia produktif berkisar 2-4 juta penduduk setiap lima tahun sekali. Namun pada 2045 dan 2050, proyeksi penambahan dan jumlah bonus demografinya tidak meningkat signifikan, yakni dari 213,18 juta orang pada 2045 menjadi 213,41 juta orang pada 2050.
Peluang dari Bonus Demografi di antaranya adalah pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dari kenaikan jumlah tenaga kerja yang meningkatkan produktivitas, serta meningkatnya inovasi dan kreativitas yang mampu mendorong inovasi di berbagai sektor. Namun Bonus Demografi juga menimbulkan tantangan seperti meningkatnya pengangguran karena angkatan kerja yang kurang berdaya saing dan tidak memiliki keterampilan.
Salah satu tantangan masa depan terhadap Sumber Daya Manusia (SMD) adalah semakin masifnya penggunaan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) yang secara langsung menyebabkan: 1. Pergeseran Keterampilan: AI mengotomatisasi tugas rutin, mengurangi kebutuhan akan pekerjaan manual dan meningkatkan permintaan untuk keterampilan teknis dan analitik; 2. Pengurangan Lapangan Kerja: Otomatisasi dapat mengurangi peluang pekerjaan di sektor-sektor tertentu; 3. Adaptasi dan Pelatihan: SDM perlu terus belajar dan beradaptasi dengan teknologi baru untuk tetap relevan di pasar kerja.
Dalam artikel “For Success with AI, Bring Everyone On Board” dari Harvard Business Review May–Juni 2024, menekankan pentingnya inklusivitas dalam penerapan AI di perusahaan dan masyarakat. Dalam konteks ini, keterlibatan karyawan dan masayarakat dari semua tingkatan sangat penting untuk keberhasilan transformasi AI.
Keterlibatan karyawan dan masyarakat sangat penting untuk mengurangi resistensi dan meningkatkan produktivitas. Contoh kasus yang dibahas melibatkan perusahaan seperti Land O’Lakes dan CNH Industrial, yang berhasil menerapkan AI dengan melibatkan karyawan dalam proses pengembangan dan eksekusi. Pendekatan ini mencakup pelatihan, komunikasi terbuka, dan penyediaan kerangka kerja yang membantu karyawan memahami interaksi manusia-AI.
Selain itu, Professor David De Cremer dalam artikel tersebut menyoroti pentingnya pemimpin bisnis untuk menjadi “AI-savvy,” yaitu memiliki pemahaman dasar tentang AI sehingga mereka dapat mengkomunikasikan manfaat dan peluang teknologi ini kepada tim mereka. Ini mencakup kemampuan untuk mengidentifikasi peluang integrasi AI dalam alur kerja sehari-hari dan mengelola perubahan yang diakibatkan oleh teknologi tersebut.
Akhirnya, artikel ini menekankan bahwa keberhasilan jangka panjang dari adopsi AI tergantung pada budaya organisasi yang inklusif, yang mendorong partisipasi aktif, pelatihan berkelanjutan, dan pengakuan atas kontribusi manusia dalam kerja sama manusia-AI. Tanpa pendekatan ini, organisasi mungkin menghadapi resistensi karyawan dan kehilangan peluang untuk mengoptimalkan teknologi AI mereka.
Penerapan “4 Pilar Kebangsaan” (Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika) dalam era teknologi dan AI sangat penting untuk menjaga identitas dan integritas bangsa. Pilar-pilar ini dapat menjadi panduan dalam mengembangkan kebijakan teknologi yang adil dan inklusif, memastikan bahwa inovasi teknologi selaras dengan nilai-nilai kebangsaan, mempromosikan kesatuan dalam keberagaman, serta melindungi hak dan privasi warga negara. Dengan demikian, bangsa Indonesia dapat mengadopsi teknologi modern sambil tetap menjaga jati diri dan kebersamaan nasional.
Oleh sebab itu “4 Pilar Kebangsaan” perlu dikenalkan pada generasi muda melalu pendekatan-pendekatan kreatif seperti melalui media digital dan sosial melalui kampanye informasi yang menarik, seperti video pendek, info grafis, dan animasi yang menjelaskan pilar-pilar tersebut. Juga dapat menggunakan game edukatif yang mengedukasi pemain tentang sejarah dan nilai-nilai kebangsaan dengan cara yang menyenangkan. Serta integrasi dengan kurikulum.
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…