Faktual

Menangkal Ancaman Terorisme Pasca Kejatuhan Bashar Assad Di Suriah

Peristiwa mengejutkan terjadi di Suriah. Kelompok pemberontak Suriah yang dipelopori Hayat Tahrir-al-Sham (HTS) berhasil mengusai ibukota Suriah, Damaskus, pada Minggu (8/12/2024). Mereka menyerbu dan merebut istana Presiden Bashar al-Assad di jantung kekuasaan politik Suriah. Sang Presiden pun ‘terguling’ dan lari ke Rusia.

Kelompok Hayat Tahrir-al-Sham, sebenarnya merupakan ‘reinkarnasi’ dari Jabhat al-Nusra. Dan al Nusra, sering disebut sebagai cabang Al Qaeda di Suriah. ‘Perceraian’ antara al Nusra dan Al Qaeda terjadi pada tahun 2016, ketika pemimpin kelompok tersebut, Abu Mohammed al-Jawlani, memutuskan hubungan dengan Al Qaeda, membubarkan Jabhat al-Nusra, serta mendirikan Hayat Tahrir al-Sham atau HTS.

Yang perlu dicatat, meski telah berpisah dengan Al-Qaeda, secara ideologi maupun pandangan keagamaan HTS masih serupa dengan organisasi yang dibangun Osama Bin Laden itu. Baik HTS maupun Al-Qaeda, berbasiskan pandangan Salafi-Jihadi yang menggabungkan spirit aktivisme Ikhwanul Muslimin dengan puritanisme Salafi-Wahabi.

Meskipun pasca merebut Aleppo sepekan lalu, HTS berupaya menunjukkan citra diri sebagai kelompok ‘moderat, namun banyak kalangan yang terlanjur tak percaya. Contohnya Human Rights Watch. Melalui seorang peneliti seniornya, lembaga advokasi HAM itu meragukan bahwa HTS menganut corak Islam yang toleran.

Catatan hak asasi manusia yang buruk dari HTS berupa penganiayaan terhadap umat minoritas agama dan etnis termasuk kekerasan, pemindahan paksa, serta penghancuran warisan budaya dan agama, menjadi bukti bahwa citra moderat kelompok tersebut omong kosong belaka.

Maknanya, peranan HTS yang dominan dalam kejatuhan Bashar Assad di Suriah, patut kita waspadai berpotensi membangkitkan jaringan terorisme internasional, yang berbasis pada ekstremisme agama.

Sudah sejak lama Suriah menjadi ‘wadah persemaian’ bibit-bibit terorisme, tepatnya sejak Perang Saudara Suriah meletus pada 2011. Indonesia pun terkena dampak dari terbangunnya jaringan terorisme di Suriah.

Pada 2018,  pejabat keamanan pemerintah pernah mengungkapkan ada 500-an warga negara Indonesia yang masih bergabung dengan kelompok teroris di Suriah dan 500-an yang sudah pulang ke Indonesia.

Aksi teror pun melanda Indonesia. Beberapa pelaku bom bunuh diri di tiga Gereja di Surabaya pada 13 Mei 2018, adalah alumni ISIS di Suriah. Sehingga, dominasi kelompok HTS dalam perebutan kekuasaan Suriah sangat mungkin membuat aksi-aksi terorisme muncul kembali di Indonesia.

Ancaman ini perlu kita tangkis. Salah satunya dengan memperkuat moderasi beragama. Berbagai literatur memiliki definisi yang serupa tentang moderasi beragama. Intinya, moderasi beragama adalah cara pandang, sikap dan prilaku beragama yang moderat, alias tidak ekstrem.

Moderasi beragama mengamanatkan untuk berbuat baik dan adil kepada yang berbeda agama, sambil tetap teguh mengamalkan ajaran agama sendiri. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, moderasi beragama berpandangan bahwa tidak ada perbedaan hak dan kewajiban warga negara berdasar agama. Semua warga negara dari agama apapun setara di mata negara.

Sejatinya, moderasi beragama telah dianut dan dipraktikkan oleh sebagian besar penduduk negeri ini sejak dulu. Hanya saja infiltrasi ideologi ekstremisme agama yang deras, khususnya pasca reformasi 1998, menjadikan moderasi beragama berada dalam ancaman.

Moderasi beragama yang berlandaskan pada moderatisme, toleransi dan kesetaraan tentu bertentangan dengan ekstremisme yang berbasiskan kejumudan, intoleransi dan diskriminasi. Pastinya, moderasi beragama lebih cocok dengan ekosistem Indonesia yang multikultur. 

Pandangan beragama moderat lah yang selama ini menjaga kebhinekaan di Indonesia. Sehingga, ketika berkuasanya kelompok ekstremis di Suriah berpotensi mengancam Indonesia, moderasi beragama sangat ‘manjur’ menangkal ancaman itu.

Hiski Darmayana

Recent Posts

Prebunking vs Propaganda: Cara Efektif Membendung Radikalisme Digital

Di era digital, arus informasi bergerak begitu cepat hingga sulit dibedakan mana yang fakta dan…

1 jam ago

Tantangan Generasi Muda di Balik Kecanggihan AI

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah membawa dampak signifikan dalam berbagai aspek kehidupan. Pengaruhnya…

4 jam ago

Belajar dari Tradisi Islam dalam Merawat Nalar Kritis terhadap AI

Tak ada yang dapat menyangkal bahwa kecerdasan buatan, atau AI, telah menjadi salah satu anugerah…

4 jam ago

Kepemimpinan Kedua Komjen (Purn) Eddy Hartono di BNPT dan Urgensi Reformulasi Pemberantasan Terorisme di Era AI

Presiden Prabowo Subianto kembali melantik Komjen (Purn) Eddy Hartono sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme…

1 hari ago

Hubungan Deepfake dan Radikalisasi: Alarm Bahaya bagi Kelompok Rentan

Dunia digital kita sedang menghadapi sebuah fenomena baru yang mengkhawatirkan: krisis kebenaran. Jika sebelumnya masyarakat disibukkan…

1 hari ago

Evolusi Terorisme Siber; Dari Darkweb ke Deepfake

Sebagai sebuah ideologi dan gerakan sosial-politik, terorisme harus diakui memiliki daya tahan alias resiliensi yang…

1 hari ago