Narasi

Menangkal Penyebaran Paham Khilafah di Tengah Dinamika Pilkada 2024

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 menjadi ujian penting bagi demokrasi Indonesia. Di tengah suasana politik yang semakin kompleks, ancaman penyebaran paham khilafah kembali mencuat sebagai salah satu tantangan serius. Paham ini, yang kerap menggaungkan narasi tentang negara berdasarkan khilafah, bertentangan dengan prinsip demokrasi dan Pancasila. Seperti diungkapkan oleh pengamat komunikasi politik, Hendri Satrio, pemerintah perlu segera mengantisipasi penyebaran paham ini, terutama karena momentum politik sering dimanfaatkan untuk memperkuat ideologi yang bertentangan dengan konstitusi Indonesia (Antara.com).

Menurut Hendri, narasi khilafah yang beredar di media sosial memiliki potensi besar untuk memengaruhi masyarakat dengan tingkat literasi rendah. Ia juga menyoroti bahaya paham ini dalam konteks Pilkada, di mana intensitas politik sering menjadi celah bagi kelompok tertentu untuk menyebarluaskan ideologi mereka. Paham radikal seperti khilafah tidak hanya mengancam prinsip demokrasi, tetapi juga berpotensi menciptakan polarisasi sosial yang merusak persatuan bangsa.

Media sosial telah menjadi alat utama bagi kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi mereka. Media sosial digunakan sebagai instrumen strategis untuk membangun opini publik yang mendukung narasi khilafah. Tagar-tagar seperti #DemokrasiSistemKufur atau #WeNeedKhilafah sering dimanfaatkan untuk memengaruhi persepsi masyarakat terhadap sistem demokrasi dan pemerintahan yang sah.

Namun, pengaruh media sosial ini juga berbahaya ketika digunakan untuk menyebarkan disinformasi. Misalnya, narasi bahwa demokrasi adalah “sistem kufur” atau klaim bahwa hanya khilafah yang dapat menyelesaikan permasalahan bangsa sering kali menggiring masyarakat untuk meragukan Pancasila dan mekanisme demokrasi. Akibatnya, partisipasi masyarakat dalam Pilkada bisa terhambat, yang tentu saja merusak legitimasi proses demokrasi itu sendiri.

Peningkatan literasi tentang Pancasila dan prinsip demokrasi merupakan kunci untuk melawan paham khilafah. Pemerintah perlu menggencarkan program edukasi yang melibatkan tokoh agama, ulama, dan pemuka masyarakat untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang pentingnya mempertahankan demokrasi. Dengan memperkuat literasi politik dan ideologi, masyarakat dapat lebih kritis dalam menerima informasi, terutama di era digital yang sarat dengan hoaks.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat juga menjadi langkah penting dalam menangkal radikalisme. Masyarakat yang merasa sejahtera akan lebih percaya pada Pancasila sebagai dasar negara. Ketika kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi dan pembangunan berjalan merata, daya tarik ideologi alternatif seperti khilafah akan berkurang. “Dengan memberikan kemakmuran yang nyata, masyarakat tidak lagi merasa perlu mencari ideologi lain,”.

Langkah ini dapat dilakukan melalui program-program pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Pemerintah juga harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar berdampak positif bagi seluruh lapisan masyarakat, sehingga kepercayaan publik terhadap negara semakin kuat.

Selain melawan narasi radikal, pemerintah dan masyarakat perlu mengoptimalkan media sosial sebagai alat untuk menyebarkan nilai-nilai Pancasila. Konten-konten edukatif yang menarik dan mudah dipahami dapat menjadi senjata ampuh untuk melawan propaganda khilafah. Pendekatan ini juga harus melibatkan generasi muda, yang merupakan pengguna media sosial terbesar, agar mereka menjadi agen perubahan yang mendukung demokrasi dan keberagaman.

 

Literasi digital juga harus menjadi prioritas. Masyarakat perlu diberdayakan untuk mengenali hoaks dan propaganda yang bersifat destruktif. Dengan literasi digital yang baik, masyarakat dapat lebih selektif dalam menerima informasi, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh narasi ideologis yang menyesatkan.

Sudah seharusnya, pilkada 2024 mampu menjadi momen penting untuk memperkuat demokrasi Indonesia. Untuk menghadapi tantangan radikalisme dan paham khilafah, diperlukan kerja sama yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan tokoh agama. Melalui literasi, moderasi, dan peningkatan kesejahteraan, demokrasi dapat menjadi benteng yang tangguh dalam menghadapi ancaman ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan.

 

This post was last modified on 30 November 2024 10:57 AM

Novi N Ainy

Recent Posts

Tafsir Al Hujurat Ayat 9; Pentingnya Rekonsiliasi Damai Pasca Pilkada 2024

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi puncak hajatan politik tahun 2024. Setelah sebelumnya kita menggelar Pemilu,…

18 jam ago

Mengintegrasikan Maqashid Syariah dalam Rekonsiliasi Politik Pasca Pilkada

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu proses demokrasi penting di Indonesia yang melibatkan masyarakat…

19 jam ago

Minoritas Menjadi Pemimpin : Ketidaklakuan Politik Identitas dan Kedewasaan Politik

Pilkada 2024 telah berjalan dengan lancar dan damai. Sebuah pencapaian bersejarah bagi bangsa ini, untuk…

19 jam ago

Residu Pilkada 2024 dan Rekonsiliasi Politik ala Rasulullah

Indonesia baru saja menyelesaikan Pilkada Serentak Nasional, yang tak bisa dinafikan, masih menyisakan residu politik,…

19 jam ago

Mengembalikan Kohesi Sosial Pasca Pilkada

Di desa tempat tinggal saya, ada pameo begini "pemilihan lurah/kepala desa itu bisa bikin dua…

2 hari ago

Peluang Rekonsiliasi Pasca Pilkada 2024, Belajar dari Kasus India

Di beberapa negara multikultur, fenomena intoleransi agama yang mengarah pada konflik sering kali menjadi ancaman…

2 hari ago