Narasi

Mencegah Media Sosial (Kita) Menjadi Alat Perpecahan

Kegandrungan masyarakat masa kini terhadap media sosial tak bisa usah diragukan lagi. Kehadiran media sosial ditengah budaya eksistensialisme masyarakat yang meningkat, ia adalah dunia baru baru bagi masyarakat. Sehingga adalah bukan fenomena asing lagi jika seluruh aktivitas yang setiap harinya dilakoni oleh masyarakat dapat kita jumpai dan kita temukan di media sosial.

Sampai di sini, sebagai sebuah perkembangan zaman yang tak bisa kita hindari lagi, tentunya kehadiran media sosial yang difungsikan sebagai dunia baru oleh masyarakat masih bisa kita maklumi selama hal itu bisa dimanfaatkan secara baik. Namun, masalah pentingnya, kehadiran media sosial saat ini telah menjadi media saling hujat dan saling mencaci-maki bagi sebagian kalangan masyarakat.

Bahkan, komentar-komentar kebencian itu bila ditelusuri lebih lanjut terkadang bermula dari masalah yang ada pada dunia riil. Misalnya, seperti masalah perbedaan pilihan politik. Ketika masalah-masalah yang ada di dunia riil itu di bawa ke ranah media sosial, kondisinya akan lebih parah lagi; semakin memanas dan emosi masyarakat semakin menjadi tidak terkontrol. Akibatnya, tejadilah perang komentar yang pada akhirnya bisa menjadi alat perpecahan.

Itulah yang seharusnya kita hindari dalam bermedia sosial. Media sosial kita tidak boleh demikian menjadi media saling membenci dan bermusuhan. Terbalik, semestinya media sosial itu kita manfaatkan untuk hal-hal positif saja, bukan untuk saling mencaci-maki dan saling membenci antara satu dan yang lainnya. Apalagi di tengah kondisi bangsa yang sedang mengalami masalah karena badai pandemi, tentu berulah dan mencipta kekacauan di media sosial bukanlah hal yang baik.

Mengokohkan Literasi Media Sosial Kita

Sebagai respon atas gejala bermedia sosial kita hari ini yang mengarah pada perpecahan masyarakat, penulis kira sudah saatnya bagi kita semua untuk bersama-sama memperdalam dan menguatkan serta memperkokoh kembali literasi media sosial kita. Literasi media sosial, secara definitif dapat kita maknai sebagai sebuah kemampuan untuk menganalisis, membaca dan cara menyikapi fenomena yang sedang terjadi di media sosial.            

Dengan kokohnya literasi bermedia sosial kita, diharapkan agar kita tak lagi terjerumus pada ruang-ruang perdebatan di media sosial yang ujung-ujungnya saling mencaci-maki satu sama lain. Akhirnya, marilah kita kokohkan persatuan, untuk mencegah media sosial kita menjadi alat perpecahan.

This post was last modified on 22 Desember 2020 11:30 AM

Alfie Mahrezie Cemal

Recent Posts

Reinterpretasi Konsep Politik Kaum Radikal dalam Konteks Negara Bangsa

Doktrin politik kaum radikal secara umum dapat diringkas ke dalam tiga poin pokok. Yakni konsep…

5 jam ago

Islam dan Kebangsaan; Dua Entitas yang Tidak Bertentangan!

Sampai saat ini, Islam dan negara masih kerap kali dipertentangkan, khususnya oleh pengusung ideologi khilafah.…

5 jam ago

Melihat Sejarah Kemerdekaan Indonesia: Meremajakan Kembali Relasi Agama dan Negara

Sejarah kemerdekaan Indonesia adalah perjalanan panjang yang dipenuhi dengan perjuangan, keberanian, dan komitmen untuk membebaskan…

5 jam ago

Pentingnya Etika dan Karakter dalam Membentuk Manusia Terdidik

Pendidikan memang diakui sebagai senjata ampuh untuk merubah dunia. Namun, keberhasilan perubahan dunia tidak hanya…

2 hari ago

Refleksi Ayat Pendidikan dalam Menghapus Dosa Besar di Lingkungan Sekolah

Al-Qur’an adalah akar dari segala pendidikan bagi umat manusia. Sebab, Al-Qur’an tak sekadar mendidik manusia…

2 hari ago

Intoleransi dan Polemik Normalisasi Label Kafir Lewat Mapel Agama di Sekolah

Kalau kita amati, berkembangbiaknya intoleransi di sekolah sejatinya tak lepas dari pola normalisasikafir…

2 hari ago