Sebagai penerus bangsa, anak-anak harus dididik sedini mungkin agar bisa mengenal dan bersikap ramah terhadap perbedaan. Tentu perbedaan itu tidak lepas dari entitas sejarah bangsa ini. Maka, di sinilah kiranya anak-anak di Sekolah juga harus diberikan ruang kondusif untuk bisa menumbuhkan pola pikir dan pandangan akan sejarah Nunsantara agar mengenali leluhurnya yang sangat toleran. Upaya ini untuk memperkuat alasan-alasan historis. Sebagai pengikat mereka agar mantap dan konsisten menjaga perbedaan di negeri ini. Sebagaimana hikayat pendahulu mereka yang sejatinya sudah bersaudara, bersama dan saling menghargai perbedaan dalam ikatan persatuan.
Karena akhir-akhir ini begitu marak kelompok-kelompok yang gencar menginginkan Indonesia menjadi negara berbasis syariat Islam (Daulah Islamiyah) dengan cara “memproduksi ulang” sejarah Nusantara dengan modal “oplosan”. Artinya (mengaitkan) satu objek sejarah yang sebetulnya tidak ada kaitannya dengan objek sejarah lain.
Seperti dalam artikel saya di minggu kemarin, pada 5 Februari 2021 “Menyoal Terminlogi Wajibnya Menegakkan Daulah di Indonesia” https://jalandamai.org/sebagai respons kritis dari salah satu Channel You-tube PERSADA NUSANTARA Discovery melalui salah satu video-nya yang diberi judul “INDONESIA WAJIB MENEGAKKAN DAULAH (part 1)”. Video tersebut mendiktum sejarah Majapahit akan hikayat Daulah Islamiyah yang harus ditegakkan kembali.
Di akhir artikel tersebut, saya menyebutkan (Part 1, akan ada part selanjutnya) yang secara orientasi channel ini akan memproduksi video yang berisikan tentang sejarah Nusantara yang diplintir sedemikian rupa agar sesuai dengan kepentingannya.
Hal itu tidak menutup kemungkinan dugaan saya benar. Setelah channel tersebut meng-upload salah satu video dengan judul “ADAM DAN HAWA MENETAP DI NUSANTARA (DAULAH PART 2). Pada 7 Februari 2021 kemarin di Channel yang sama PERSADA NUSANTARA Discovery. Sebagai lanjutan dari video part 1 yang diberi judul “INDONESIA WAJIB MENEGAKKAN DAULAH (part 1)”.
Video ini tidak memiliki dasar (analisis historis) yang kuat. Serta epistemologi yang jelas. Sehingga, dengan mudahnya membangun “klaim sejarah” bahwa Adam dan Hawa menetap dan tinggal di Nusantara. Tepatnya di Sunda. Baginya, Nusantara sebagai “Daulah kemakmuran” yang menjadi surga. Alasannya karena hewan-hewan di Nusantara begitu banyak. Serta video yang diaktori oleh Sofyan Sunaryo al Jawi yang selalu mengaku-ngaku seorang Arkeolog selalu mengaitkan suatu objek yang sebetulnya tidak ada kaitannya objek yang dituju.
Kerancuan sejarah ini masih saja ditekankan akan tegaknya “Daulah” di negeri ini. Karena bagi dia, itu sebagai jati diri bangsa Indonesia. Sebagaimana Nusantara sebagai tempat Adam dan Hawa menetap. Lalu mempersonifikasi Nusantara yang secara geografi memiliki kekayaan alam yang melimpah. Sehingga, pemelintiran sejarah itu dibentuk dengan menamakan Nusantara sebagai Surga yang baginya itu karena (Daulah) yang berpijak.
Fenomena pemolesan dan perakitan sejarah yang sifatnya “oplosan” ini saya menjadi tantangan besar bagi masyarakat secara umum. Serta bagi anak-anak di sekolah secara khusus. Karena bagaimana-pun, sejarah itu sangat berpengaruh besar bagi karakter dan pemikiran seseorang untuk melangkah ke depan sebagai referensi.
Apalah jadinya jika anak-anak di bangku sekolah diracuni sejarah yang semacam ini. Niscaya akan mengalami dis-orientasi kesadaran. Di dalam pikiran mereka, perbedaan akan selalu dianggap musuh. Karena sejarah “oplosan” tersebut telah mendiktum kepercayaan akan hikayat palu bahwa Nusantara itu terkenal akan Daulah Islamiyah. Maka, mereka akan menganggap bahwa kenyataan sosial di masa dulu sudah paten akan kemutlakan satu identitas.
Padahal, Nusantara dari awal masuk Islam mampu membaur dan membua ruang (akulturasi) dengan kebudayaan-kebudayaan yang telah mengakar. Nusantara begitu egalitarian, terbuka dan saling toleransi. Sehingga memiliki hajatan untuk bersatu dan dikuatkan dengan semangat perbedaan dalam satu wadah tujuan yaitu Indonesia.
Tentu di tengah dinamika sosial yang kini marak peng-orbitan sejarah berdasarkan kepentingan kelompok tertentu. Di sinilah kiranya anak-anak penerus bangsa sangat penting untuk memantapkan pemahaman akan sejarah Nusantara yang sangat kental dengan toleransi dan egalitarian. Perlu adanya pemantapan sejarah untuk menguatkan kesadaran mereka di masa lalu. Bahwa ada nenek moyang mereka yang sudah sejak lama melaksanakan kehidupan sosial yang toleran semacam itu.
This post was last modified on 8 Februari 2021 1:10 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…