Kalau kita amati, corak doktrin/infiltrasi terorisme itu tidak secara spontan mengajak orang bergabung ke gerakan radikal-teroris untuk jihad/berperang. Ada proses pembibitan sebelum pembaiatan. Dimulai dari penanaman bibit (propaganda ideologis) hingga tumbuh berkembang menjadi (pohon karakter) teroris itu sendiri.
Maka, di sinilah pentingnya untuk mendeteksi sedini mungkin dengan mendeteksi bibit-bibit terorisme yang disebar di lingkup masyarakat digital. Membaca pola pemupukan bibit terorisme itu dan bagaimana langkah konkret kita untuk mendeteksi sekaligus membasmi bibit teroris itu agar tidak tumbuh menjadi pohon (terorisme).
Pertama, kenali bibit terorisme di lingkup masyarakat digital (platform sosial media) dengan (jenis bibit) fitnah dan hoax atas pemerintahan serta sistem ber-negara yang kita miliki saat ini. Ini model bibit pertama yang harus kita deteksi sedini mungkin dan dia tumbuh sebagai (kebencian dan ketidakpercayaan). Bibit terorisme yang semacam ini sering-kali dipupuk oleh pandangan untuk jihad menegakkan negara yang sesuai ajaran agama-Nya dan motif jihad (perilaku kezhaliman) yang dianggap memberantas ketidakadilan dll.
Bibit terorisme yang semacam ini selalu berulang-ulang ditanam di berbagai platform media sosial yang menjadi bahan konsumsi masyarakat. Hingga bibit-bibit hoax dan fitnah kebencian itu menjadi (kebenaran) lalu semakin tumbuh hingga menjadi pohon (teroris) degan satu kesadaran masyarakat benci pemerintahan dan sistem bernegara yang kita miliki.
Kedua, sentiment keagamaan adalah jenis bibit terorisme yang paling berpengaruh menjangkit/meng-kontaminasi masyarakat di ruang maya. Banyak narasi-narasi intoleransi keagamaan dan anti perbedaan agama yang merupakan bagian dari (bibit terorisme) yang begitu masif. Produksi anti perbedaan dan kebencian terhadap non-muslim di platform media sosial begitu banyak, baik dengan propaganda narasi, video dan bentuk konten-konten quotes yang sifatnya anti perbedaan.
Bibit yang semacam ini tentunya akan semakin menumbuhkan yang namanya pola berpikir eksklusif. Pandangan membasmi orang kafir sebagai kemuliaan adalah bentuk dari pemupukan dan penyiaran bibit agar menjadi pohon yang disebut (terorisme) dalam konteks memerangi orang kafir sebagai jihad di jalan-Nya.
Ketiga, ideologi NKRI dianggap “memelihara orang kafir” yang dianggap melanggar syariat agama untuk dibasmi. Jenis bibit terorisme yang berupaya untuk merapuhkan prinsip NKRI di lingkup masyarakat digital semakin tak terbendung. Berbagai macam narasi bahwa prinsip tersebut sebagai jalan untuk “memelihara orang kafir” dan condong dianggap islamuphobis terhadap agama/umat Islam.
Narasi reduksionis atas NKRI semakin menebar pupuk ideologis berwawasan: Pancasila yang dianggap bertentangan dengan agama, Pancasila dianggap produk kafir, Pancasila dianggap pro-komunis dan lain sebagainya. Hal ini semakin menumbuhkan dan mengembang-biakkan bibit itu menjadi pohon (teroris) atas seseorang bisa berbaiat ke dalam ajaran teroris ISIS.
Keempat, romantisme masa lalu adalah bibit terorisme yang sering-kali membuat orang terlena. Sebab, jenis bibit terorisme yang semacam ini membawa kesanjungan atas kejayaan umat Islam di masa-masa seperti khalifah yang 4 dan di era Nabi. Lalu, memberi semacam pupuk-pupuk penumbuh-kembang yaitu jalan solusi menyejahterakan bangsa dan membangun negara yang sesuai ajaran-Nya adalah kembali ke khilafah atau negara Islam.
Jenis bibit semacam ini begitu kompleks dan masif tertanam di lingkup masyarakat digital. Memanfaatkan berbagai macam kejadian seperti bencana alam dan lain sebagainya. Lalu dikaitkan terhadap pentingnya tegaknya khilafah atau negara Islam agar tidak diazab dll. Hal itu adalah jenis bibit terorisme yang sangat membahayakan dan tersebar secara masih di berbagai platform online (lingkup masyarakat digital) di mana masyarakat berselancar.
Dari empat jenis bibit terorisme yang telah disebutkan di atas. Semuanya telah tersebar, menjalar dan bahkan begitu masif di lingkup masyarakat digital. Sebagaimana, karakter ruang digital begitu cepat dan transparan. Maka, hal yang dapat kita lakukan adalah mencegah dan mewaspadai infiltrasi terorisme dengan acuan 4 jenis bibit terorisme tersebut. Niscaya kita akan terbebas dari kontaminasi paham kejahatan pelanggar kemanusiaan berbungkus agama itu.
This post was last modified on 22 Agustus 2023 12:19 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…