Narasi

Meneguhkan Peran Kunci Perempuan dan Pemuda Melawan Radikalisasi

Radikalisasi membawa peminggiran (marjinalisasi) terhadap berbagai lapisan kelompok rentan, termasuk perempuan dan anak-anak muda. Tidak kebetulan, kelompok-kelompok rentan menjadi salah satu target utama dari perekrutan dan indoktrinasi gerakan-gerakan radikal. Masalah sosial yang bertingkat menjadikan kelompok rentan ini semakin rentan dalam bingkai usaha radikalisasi.

Akibatnya, dampak terbesar dari peminggiran yang dibawa oleh gerakan-gerakan radikal juga semakin berlipat bagi kelompok-kelompok rentan ini. Kelompok-kelompok rentan akan mendapatkan pengalaman peminggiran yang lebih parah daripada kelompok lain oleh karena peminggiran yang sudah diterima dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, sayangnya kelompok rentan ini seringkali tidak mendapatkan perhatian yang cukup dalam menanggapi berbagai permasalahan sosial di Indonesia. Hal ini adalah yang menjadi salah satu penyebab dari kerentanan kelompok-kelompok tersebut. Dengan demikian, usaha-usaha yang dijalankan tidak sungguh-sungguh meretas permasalahan sosial yang disasar secara efektif. Paling tidak, permasalahan yang diselesaikan meninggalkan lubang besar yang tidak terselesaikan.

Ditambah lagi, sebagai salah satu dampak dari kurangnya perhatian terhadap kelompok-kelompok rentan tersebut, partisipasi aktif dari perempuan dan pemuda masih perlu ditingkatkan dalam berbagai aspek. Kurangnya partisipasi aktif ini kemudian berakibat kembali pada kurangnya perhatian pada peran penting perempuan dan pemuda dalam pengambilan keputusan, perancangan, dan pelaksanaan program. Masalah yang saling berkait ini menjadi spiral permasalahan yang saling berkelindan dan sulit untuk diretas seperti benang yang terlanjur kusut.

Dengan demikian, diperlukan kesadaran yang lebih tentang permasalahan sosial kelompok-kelompok rentan ini dalam menangkal usaha radikalisasi yang terus gencar dalam berbagai bentuknya. Solusi-solusi yang ditawarkan dalam program anti-radikalisme juga harus menyentuh permasalahan tersebut. Tulisan ini akan berfokus pada perempuan dan anak muda sebagai dua dari sekian banyak kelompok rentan yang ada di Indonesia, dan pentingnya partisipasi mereka dalam usaha melawan radikalisme.

Partisipasi Perempuan

Usaha anti-radikalisasi memerlukan keikutsertaan perempuan agar menjadi efektif. Ghofur dan Susilo, pada penelitiannya pada tahun 2015 menemukan bahwa pendidikan anti-radikalisme perlu mengikutsertakan perempuan. Keikutsertaan perempuan dalam usaha anti-radikalisme mengurangi ketimpangan gender dan memperkuat kesejahteraan perempuan sejak dalam pikiran sehingga mengurangi kesempatan untuk radikalisme mengakar dalam diri para perempuan.

Pengikutsertaan perempuan dalam program anti-radikalisme akan membuat implementasi program anti-radikalisme. Taskarina dan Veronika dalam penelitian mereka juga merekomendasikan untuk memfokuskan usaha anti-radikalisme pada perubahan perilaku daripada perubahan ideologi. Dengan demikian, maka penting untuk memasukkan aspek gender dalam program-program anti-radikalisme yang didasarkan pada penelitian dari berbagai sudut pandang ilmu.

Keterbatasan partisipasi aktif dalam pelaksanaan usaha-usaha menangkal radikalisme akan mengakibatkan tumbuhnya wacana yang timpang. Pengalaman sebagai perempuan tidak dapat sepenuhnya ditangkap oleh laki-laki, sehingga perempuan harus berbicara bagi dirinya sendiri dalam usaha-usaha tersebut. Hal-hal apa yang menyebabkan mereka tertarik pada radikalisme, hal-hal apa yang mendorong mereka meninggalkan pemikiran yang moderat; cerita-cerita tersebut merupakan pengalaman-pengalaman yang tidak dapat diceritakan oleh mereka yang tidak sungguh-sungguh mengalaminya secara langsung. Oleh karena itu pelaksanaan program anti-radikalisme yang efektif dan efisien memerlukan peran serta yang aktif dari perempuan.

Posisi Pemuda

Selain itu, dengan logika yang sejalan, peran dan partisipasi aktif pemuda dalam usaha melawan radikalisme juga penting karena pengalaman pemuda selalu berubah bagi setiap generasi. Pengalaman sebagai pemuda di satu generasi tidak serta-merta dapat disamakan dengan generasi yang lainnya karena masing-masing pemuda tumbuh dalam situasi dan konteks yang berbeda satu sama lain. Sehingga keterbukaan untuk mendengar pengalaman dari para pemuda dan untuk menerima partisipasi aktif pemuda juga penting untuk merancang usaha menangkal radikalisme yang betul-betul efektif.

Sebagai contoh, penelitian dari Schroder dan rekan-rekan pada tahun 2022 juga menemukan bahwa di antara pemuda, ternyata mereka yang rentan terhadap radikalisasi adalah mereka yang memiliki kekurangan dalam hubungan sosial. Hal ini menunjukkan pentingnya peran keluarga dalam usaha menangkal usaha-usaha radikalisasi terhadap para pemuda. Oleh karena itu, partisipasi yang aktif dari para pemuda juga penting bagi usaha menangkal radikalisme.

Penutup

Tentu, usaha yang digerakkan antar-kelompok seperti dari generasi tua kepada generasi muda, dari laki-laki kepada perempuan, dan semacamnya, dapat menjadi titik yang baik untuk memulai usaha menangkal radikalisasi. Akan tetapi, secara psikologis wacana akan lebih mudah diterima ketika disampaikan oleh pribadi-pribadi yang lebih dekat dengan kita, dan disampaikan dengan bahasa yang dimengerti oleh masing-masing kelompok.

Oleh karena itu, permasalahan radikalisme bukanlah permasalahan yang tunggal. Proses radikalisasi adalah perang yang harus dilawan dalam berbagai medan. Dengan demikian, usaha ini menuntut kerjasama dari berbagai lapisan dan elemen masyarakat. Untuk itu diperlukan keterbukaan dan partisipasi aktif dari kelompok-kelompok rentan agar permasalahan radikalisme dapat dihadapi secara bersama-sama. Dengan demikian, usaha melawan radikalisme akan betul-betul efektif dan tidak meninggalkan lubang yang justru dapat menjadi jalan masuk bagi radikalisasi dalam berbagai bentuknya.

This post was last modified on 1 Maret 2024 3:31 PM

Rezza Prasetyo Setiawan

Mahasiswa Center for Religious and Cross-cultural Studies, Universitas Gadjah Mada

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

1 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

1 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

1 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago