Narasi

Menerjemahkan Semangat Hari Kesaktian Pancasila dalam Diplomasi Mendukung Kemerdekaan Palestina

Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati setiap 1 Oktober merupakan momen penting bagi bangsa Indonesia untuk meneguhkan kembali komitmen terhadap ideologi negara. Peringatan ini tidak hanya berfungsi sebagai kilas balik sejarah untuk mengenang ketangguhan Pancasila menghadapi ancaman ideologi yang ingin menggantikannya, tetapi juga sebagai refleksi akan peran Pancasila dalam menjawab tantangan global yang ada.

Kesaktian Pancasila, yang dipahami sebagai daya tahan dan relevansinya menghadapi berbagai ujian zaman, dapat diterjemahkan tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga dalam arena internasional. Salah satu bentuk paling nyata penerjemahan semangat ini ialah bagaimana Indonesia menempatkan Pancasila sebagai kompas dalam mendukung Palestina.

Sejak awal berdirinya negara, Indonesia telah menegaskan posisinya menolak segala bentuk penjajahan. Hal ini selaras dengan Pembukaan UUD 1945 yang menegaskan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan

rinsip tersebut bersumber langsung dari sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, sekaligus menjadi dasar moral dan konstitusional bagi Indonesia untuk menentang kolonialisme dalam bentuk apa pun. Maka, sikap Indonesia dalam mendukung Palestina bukanlah semata-mata pilihan politik luar negeri yang bersifat pragmatis, melainkan panggilan sejarah, ideologis, dan moral yang mengakar dalam jati diri bangsa.

Hari Kesaktian Pancasila 2025 yang mengusung tema “Pancasila Perekat Bangsa Menuju Indonesia Raya” juga memberi pesan penting tentang diplomasi. Jika di dalam negeri Pancasila menjadi perekat keberagaman, maka dalam politik luar negeri ia menjadi penuntun etika yang memastikan Indonesia berdiri di sisi keadilan dan kemanusiaan.

Dalam konteks Palestina, Pancasila menjadi dapat pedoman dan sekaligus penuntun agar Indonesia konsisten mendukung hak rakyat Palestina untuk merdeka dari penjajahan Israel. Kesaktian Pancasila diuji bukan hanya ketika menghadapi ancaman ideologi di tanah air, melainkan juga ketika bangsa Indonesia ditantang untuk tetap konsisten memperjuangkan nilai universal: kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian bangsa-bangsa.

Dukungan Indonesia terhadap Palestina selama ini tercermin dalam berbagai forum internasional. Mulai dari sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), hingga Gerakan Non-Blok, Indonesia selalu menyuarakan pentingnya pengakuan atas kedaulatan Palestina.

Bahkan, dalam pidato di PBB beberapa waktu lalu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa Indonesia akan mengakui Israel apabila Palestina lebih dahulu diakui sebagai negara merdeka. Pernyataan ini bukan berarti mengurangi dukungan terhadap Palestina, melainkan justru menegaskan prinsip Pancasila, bahwa perdamaian sejati hanya mungkin tercapai melalui penghapusan penjajahan dan pengakuan kedaulatan.

Keberpihakan tersebut menjadi bukti bahwa Pancasila tidak berhenti pada tataran retorika, tetapi hadir dalam kebijakan nyata. Kesaktian Pancasila justru terbukti ketika mampu diterjemahkan dalam aksi kolektif bangsa untuk menegakkan prinsip kemanusiaan universal.

Jadi, pada dasarnya, Hari Kesaktian Pancasila bukan hanya tentang mengenang peristiwa 1965, melainkan juga tentang bagaimana Pancasila terus hidup dan relevan. Dukungan terhadap Palestina adalah cermin dari semangat itu, sebuah bentuk nyata bahwa Pancasila bukan hanya milik Indonesia, tetapi juga sumbangan bagi kemanusiaan universal.

Pancasila, Palestina, dan Cita-Cita Indonesia Raya

Memperingati Hari Kesaktian Pancasila 2025 dengan tema “Pancasila Perekat Bangsa Menuju Indonesia Raya” seharusnya mendorong kesadaran bahwa cita-cita Indonesia Raya tidak akan pernah terlepas dari perjuangan kemanusiaan global. Indonesia hanya bisa menjadi bangsa besar jika mampu menjadikan Pancasila sebagai pedoman tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga dalam hubungan internasional.

Dukungan terhadap Palestina adalah bukti nyata bagaimana semangat Hari Kesaktian Pancasila diterjemahkan dalam diplomasi. Dengan tetap berpijak pada prinsip kemanusiaan, keadilan, dan anti-penjajahan, Indonesia dapat berdiri tegak di antara bangsa-bangsa dunia, sekaligus mengukuhkan Pancasila sebagai ideologi yang benar-benar sakti.

This post was last modified on 3 November 2025 2:50 PM

susi rukmini

Recent Posts

Ciri-Ciri Awal Paparan Ideologi Sayap Kanan pada Anak dan Remaja

Kasus ledakan di sekolah Jakarta beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa radikalisasi di kalangan pelajar kini…

3 hari ago

Hasrat Mimetik dan Mekanisme Kambing Hitam; Apa yang Harus Dilakukan Pasca Tragedi SMAN 72?

Peristiwa kekerasan di SMAN 72 sudah pasti menyisakan trauma psikologis bagi para korban. Kejadian itu…

3 hari ago

Pahlawan Harmoni: Meneladani Sahabat, Membumikan Pancasila

Jika kita diminta membayangkan seorang ‘pahlawan’, citra yang muncul seringkali adalah gambaran monolitik sosok gagah…

3 hari ago

Urgensi Sekolah Damai: Benteng Terakhir di Tengah Gelombang Intoleransi, Perundungan dan Kekerasan Pelajar

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), beberapa tahun terakhir aktif menyelenggarakan program “Sekolah Damai” di berbagai daerah. Meski…

4 hari ago

Bullying dan Kekesan di Sekolah : Bagaimana Menghadapinya?

Kekerasan dan bullying di lingkungan sekolah telah menjadi masalah yang semakin mendapat perhatian dalam beberapa…

4 hari ago

Membaca Anatomi Radikalisme; Dari Gawai ke Tragedi Ledakan di SMAN 72

Tragedi ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakut, Jumat lalu (7/11/2025), menyisakan kepedihan mendalam bagi…

4 hari ago