Narasi

Menggugat Narasi Eskatologis Kaum Radikal; Dari Mahdiisme ke Kebangkitan Khilafah

Isu eskatologis, yakni pandangan tentang akhir zaman, kiamat, dan kehidupan setelah kematian tampaknya terus bahan debat di kalangan umat Islam. Ada kelompok yang melihat isu eskatologi sebagai sebuah fenomena alamiah belaka. Dalam artian mereka meyakini kematian dan kiamat pasti akan datang suatu saat. Namun, mereka tidak terlalu menganggap penting isu tersebut. Bagi mereka, menjalanu kehidupan dengan optimis dan menebar amal kebaikan adalah cara paling tepat untuk menyongsong akhir zaman dan hidup setelah mati.

Namun, di sisi lain ada pula kelompok yang menjadikan isu eskatologis ini sebagai bahan propaganda untuk menebar teror dan kekerasan. Inilah yang dilakukan oleh kelompok konservatif radikal. Mereka menjadikan isu akhir zaman dan kiamat sebagai pembenaran untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap kelompok yang berbeda pandangan. Pandangan eskatologis kaum radikal konservatif ini dapat diidentifikasi dari sejumlah hal.

Pertama, mereka meyakini bahwa akhir zaman adalah masa-masa paling kelam dalam sejarah umat manusia. Peperangan dimana-mana, bencana alam terjadi sepanjang waktu, moral dan etika terjun bebas, tidak ada lagi pemimpin yang dipercaya dan hukum sudah dilupakan manusia. Kaum radikal mempersepsikan akhir zaman sebagai puncak kekacauan tertinggi sejarah umat manusia.

Kedua, namun di saat yang sama kaum radikal juga meyakini bahwa di akhir zaman, akan muncul penyelamat yang akan membawa umat manusia khususnya Islam ke puncak kejayaan. Sosok penyelamat itulah yang diyakini sebagai mesias atau kerap disebut sebagai imam Mahdi. Imam Mahdi akan memimpin umat Islam meraih kejayaan akhir zaman sebelum kiamat tiba.

Ketiga, kaum radikal meyakini bahwa kejayaan Islam itu akan terwujud manakala umat Islam berhasil menegakkan sistem khilafah, bukan sistem yang lain. Keyakinan inilah yang mendorong kaum radikal gencar mempropagandakan khilafah akhir zaman di kalangan umat Islam.

Keempat, pandangan eskatologis kaum radikal itu umumnya dilandaskan pada hadist-hadist akhir zaman. Memang, ada banyak pernyataan Rasulullah yang membahas tentang akhir zaman. Namun, tidak semua hadist akhir zaman itu shahih. Ada juga sebagian yang dhaif. Tidak jarang, kaum radikal cenderung memaksakan penafsirannya tentang hadist-hadist akhir zaman sesuai dengan kepentingan mereka.

Pandangan eskatologis kaum radikal itu lantas melahirkan setidaknya dua residu.  Di satu sisi, pandangan eskatologis kaum radikal itu telah melahirkan fenomena kultus terhadap sosok yang diklaim sebagai Imam Mahdi. Sosok Imam Mahdi ini berubah-ubah di kalangan kaum konservatif. Misalnya ketika sosok Osama bin Laden populer dengan aksi teror ke Amerika Serikat, muncul narasi bahwa ia adalah sosok Imam Mahdi. Belakangan, ketika muncul sosok Abu Bakar Al Baghdadi sebagai pemimpin ISIS, klaim Imam Mahdi itu muncul kembali. Begitu juga ketika milisi Hayati Tahrir al Syam berhasil menumbangkan Bashar Al Assad, pemimpinnya yakni Abu Muhammad Al Julani juga kerap disebut sebagai sosok Imam Mahdi. Kultus individu terhadap sosok yang dianggap Imam Mahdi ini cenderung problematik. Tersebab, sosok-sosok yang diklaim sebagai Imam Mahdi itu memiliki rekam jejak yang identik dengan praktik teror dan kekerasan.

Di sisi lain, pandangan eskatologis kaum radikal juga kian menyuburkan keyakinan umat Islam akan kebangkitan khilafah akhir zaman. Harus diakui bahwa kuatnya keyakinan muslim akan kebangkitan khilafah akhir zaman ini ikut andil menyuburkan fenomena radikalisme dan terosisme di tubuh Islam.

Klaim kebangkitan khilafah akhir zaman dijadikan sebagai alat pembenaran untuk melakukan tindakan kekerasan, teror, dan peperangan. Seperti mengemuka belakangan ini dalam konteks revolusi Suriah dan terakhir perang antara India dan Pakistan. Revolusi Suriah dikliam kelompok radikal sebagai manifestasi hadist Nabi tentang kebangkitan Khilafah dari bumi Syam. Sedangkan pedang India dan Pakistan diklaim menggambarkan hadist Nabi tentang perang antara muslim dan kaum Hind di akhir zaman.

Narasi eskatologis kaum radikal yang cenderung pro kekerasan dan teror harus dilawan dengan tafsir alternatif. Kita harus memproduksi pandangan eskatologis yang lebih mendukung gagasan perdamaian dan anti-kekerasan. Dalam konteks ini, gagasan eskatologis kaum sufi kiranya relavan untuk diadaptasi dalam konteks kekinian.

Dalam keyakinan para sufi, kematian dan akhir zaman idealnya dipahami sebagai sebuah sarana untuk meningkatkan pengalaman spiritual setiap individu. Pembahasan tentang kematian atau kiamat, bagi para sufi, dipahami sebagai sebuah alat untuk memperkaya dan memperdalam pengalaman spiritual. Kaum sufi meyakini bahwa kematian adalah hal yang indah, karena menusia terbebas dari belenggu dunia yang penuh kepalsuan dan ketidakpastian. Sedangkan kiamat, dipahami para sufi bukan sekadar sebagai hancurnya bumi dan alam semesta. Melainkan juga peristiwa yang memungkinkan manusia (mahluk) bisa bertemu dengan menyatu dengan penciptanya (Khaliq). Kiamat bagi para sufi adalah gerbang yang memungkinkan manusia meraih tahapan perjalanan spiritual paling tinggi, yakni tawhid dzati. Yakni level spiritual dimana manusia yang bisa merasakan satu dzat, yakni ilahi.

Pandangan eskatologis sufistik itu melahirkan perilaku keagamaan yang damai, toleran, dan anti kekerasan. Maka, kaum sufi mengajarkan manusia untuk menghadapi kematian dengan memperbanyak dzikir, khalwat, bahkan meninggalkan segala hasrat duniawi, termasuk hasrat untuk berkuasa.

Demikian juga, para sufi cenderung memahami kiamat dengan pendekatan yang filosofis dan spiritual. Bagi para sufi, level tawhid dzati hanya bisa diraih oleh muslim yang semasa hidup di dunia senantiasa memfokuskan dirinya hanya pada Sang Khaliq.

Pandangan eskatologis kaum sufi yang cenderung spiritualis, jauh lebih relevan dikembangkan di era kekinian. Terlebih di tangah maraknya konflik dan perang yang kerap dibingkai ke dalam narasi akhir zaman.

Desi Ratriyanti

Recent Posts

Islam dan Buddhisme dalam Anyaman Kejawen

Pada sebuah kesempatan, seorang Bhante mengatakan pada saya, Buddhisme itulah yang sebenarnya dipraktikkan oleh orang…

12 jam ago

Menyoal Narasi “Ghazwatul Hind” di Balik Konflik India-Pakistan

Konflik antara India dan Pakistan kembali pecah. Perebutan wilayah Kashmir yang terjadi sejak dekade 1970an…

16 jam ago

Relevansi Waisak di Tengah Dunia dengan Potensi Perang

Konflik antara India dan Pakistan telah menjadi salah satu perseteruan terpanjang dan paling kompleks dalam…

2 hari ago

Belajar dari India, Benih Sektarianisme Jangan Dibiarkan Tumbuh

Konflik India–Pakistan di satu sisi dilihat sebagai upaya konstruksi elit lokal India untuk mengesankan sisi…

2 hari ago

Klaim Apokaliptik dalam Konflik India-Pakistan: Pandangan Ulama tentang Istilah “Perang India” dalam Sebuah Hadis

Konflik berkepanjangan antara India dan Pakistan sering kali menjadi panggung bagi narasi gelap yang disebarkan…

2 hari ago

Urgensi Pendidikan Toleransi dan Kesadaran Lintas Agama

Indonesia dikenal sebagai negara dengan keragaman budaya, suku, dan agama yang sangat kaya. Toleransi antar…

6 hari ago