Narasi

Menyoal Narasi “Ghazwatul Hind” di Balik Konflik India-Pakistan

Konflik antara India dan Pakistan kembali pecah. Perebutan wilayah Kashmir yang terjadi sejak dekade 1970an kian mencapai titik didihnya hari-hari belakangan ini. Tewasnya belasan turis asal India oleh serangan milisi Pakistan membuat militer India meluncurkan serangan rudal ke sembilan kota di Pakistan. Setidaknya 23 warga sipil tewas.

Pakistan pun tidak mau tinggal diam. Mereka melancarkan serangan balasan dan berhasil menembak jatuh pesawat tempur India. Dunia mengkhawatirkan konflik dua negara yang awalnya merupakan jajahan kolonial Inggris ini kian memburuk. Kekhawatiran dunia internasional itu dipicu oleh fakta bahwa kedua negara merupakan pemilik senjata nuklir. Bisa dibayangkan bagaimana efek destruktifnya jika kedua negara menggunakan senjata nuklir untuk berperang satu sama lain.

Di saat yang sama, perang India dan Pakistan juga dibingkai ke dalam narasi Ghazwatul Hind oleh sejumlah kalangan dalam Islam. Narasi Ghazwatul Hind atau berperang melawan bangsa Hind ini diambil dari hadis Rasulullah terang nubuat akhir zaman.

Dalam sebuah hadis tentang akhir zaman, misalnya Rasulullah menyebut bahwa ada dua kelompok umat Islam yang akan dibebaskan dari api neraka, yakni kelompok yang berperang melawan umat Hindu India dan kelompok yang bersama Isa bin Maryam.

Hadis inilah yang belakangan kembali populer, terutama di kalangan muslim konservatif. Mereka mengaitkan hadist nubuat akhir zaman itu dengan pecahnya konflik antara India dan Pakistan. Kaum konservatif mengklaim bahwa perang India dan Pakistan adalah pertanda datangnya akhir zaman. Dan sesuai hadis Nabi Muhamamad tersebut, umat Islam harus ikut berperang melawan bangsa India atau umat Hindu.

Narasi Ghazwatul Hind ini dalam banyak hal cenderung problematik dan menyimpan banyak persoalan. Antara, lain pertama oleh para ulama dan ahli hadis, makna Hind dalam hadist Nabi itu merujuk pada wilayah geografis yang luas dan tidak hanya terbatas pada wilayah yang saat ini dikuasasi oleh India saja.

Kedua, dalam hadis yang lain disebutkan bahwa perang antara muslim dan dan bangsa Hind itu melibatkan gabungan tentara muslim. Sedangkan saat ini, satu-satunya negara muslim yang berperang melawan India hanyalah Pakistan. Itu artinya, Pakistan sendirian melawan India. Tidak ada pasukan koalisi atau gabungan negara-negara Islam dalam melawan India. Dengan kata lain, isi hadist nubuah akhir zaman tentang perang muslim melawan bangsa Hind itu tidak cocok jika merujuk pada konflik India dan Pakistan hari ini.

Ketiga, narasi Ghazwatul Hind tidak relevan dikaitkan dengan konflik India dan Pakistan hari ini. Tersebab, konflik kedua negara itu terjadi bukan karena perbedaan agama, melainkan karena perebutan wilayah Kashmir yang saat ini dikuasi sebagian oleh Pakistan dan sisanya oleh India. Konflik India-Pakistan hari ini tidak lebih dari perebutan wilayah yang dapat diselesaikan dengan jalan damai atau non peperangan. Misalnya dengan mengadakan jajak pendapat bagi warga Kashmir untuk menentukan pilihan, apakah akan ikut India, Pakistan, atau memilih menjadi negara sendiri yang berdaulat.

Keempat, adalah fakta bahwa narasi Ghazwatul Hind ini justru kerap dipakai sebagai alat propaganda untuk menebar kebencian terhadap umat Hindu. Propaganda ini tidak hanya disebar di Pakistan atau India, namun juga di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Narasi  Ghazwatul Hind dipakai oleh kelompok radikal untuk memobilisasi gerakan teror dan kekerasan terhadap umat Hindu.

Dalam konteks yang lebih spesifik, kita patut melihat konflik India dan Pakistan dari kacamata kebangsaan kita. Dimana umat Hindu adalah bagian dari masyarakat Indonesia yang majemuk. Selama ini, meski menjadi kaum minoritas, namun umat Hindu diposisikan sebagai warganegara yang setara dengan umat agama lain.

Umat Hindu bebas beribadah, mendirikan rumah ibadah, dan melaksanakan kegiatan keagamaan mereka tanpa intimidasi dan diskriminasi dari pihak manapun. Dalam konteks Indonesia, nyaris tidak ada sentimen anti-Hindu atau Hinduphobia.

Maka, jangan sampai narasi Ghazwatul Hind yang belakangan gencar disuarakan di media sosial itu melahirkan gelombang sentimen anti-Hindu. Kita wajib menjaga relasi keberagaman agar tidak terpengaruh oleh konflik yang terjadi di belahan bumi lain.

Tentu, kita patut mendorong inisiatif untuk terwujudnya perdamaian antara India dan Pakistan. Bagaimana pun konflik kedua negara itu akan berdampak signifikan pada situasi ekonomi dan politik kawasan Asia Tenggara. Dengan kata lain, Indonesia juga akan mengalami dampak politik dan ekonomi jika konflik India dan Pakistan ini terus berlanjut.

Siti Nurul Hidayah

Recent Posts

Islam dan Buddhisme dalam Anyaman Kejawen

Pada sebuah kesempatan, seorang Bhante mengatakan pada saya, Buddhisme itulah yang sebenarnya dipraktikkan oleh orang…

9 jam ago

Menggugat Narasi Eskatologis Kaum Radikal; Dari Mahdiisme ke Kebangkitan Khilafah

Isu eskatologis, yakni pandangan tentang akhir zaman, kiamat, dan kehidupan setelah kematian tampaknya terus bahan…

9 jam ago

Relevansi Waisak di Tengah Dunia dengan Potensi Perang

Konflik antara India dan Pakistan telah menjadi salah satu perseteruan terpanjang dan paling kompleks dalam…

1 hari ago

Belajar dari India, Benih Sektarianisme Jangan Dibiarkan Tumbuh

Konflik India–Pakistan di satu sisi dilihat sebagai upaya konstruksi elit lokal India untuk mengesankan sisi…

1 hari ago

Klaim Apokaliptik dalam Konflik India-Pakistan: Pandangan Ulama tentang Istilah “Perang India” dalam Sebuah Hadis

Konflik berkepanjangan antara India dan Pakistan sering kali menjadi panggung bagi narasi gelap yang disebarkan…

1 hari ago

Urgensi Pendidikan Toleransi dan Kesadaran Lintas Agama

Indonesia dikenal sebagai negara dengan keragaman budaya, suku, dan agama yang sangat kaya. Toleransi antar…

5 hari ago