Kesaktian luar bisa pada Pancasila tidak boleh kita sia-siakan terlebih diabaikan. Lima jurus yang melekat pada tiap Sila-nya wajib kita kuasai, kemudian kita praktikkan. Terlebih, jika kita seorang mahasiswa yang telah dikabarkan sebagai pembawa agen perubahan. Karenanya, mengubah cara pandang yang berbau radikalisme dan terorisme juga merupakan tugas mahasiswa.
Masalahnya, kekhawatiran yang paling ditakutkan, ketika kita–mahasiswa–tidak menguasai jurus-jurus sakti Pancasila dan tak mau berlatih untuk menguasainya. Sedangkan, kekerasan dan kebejatan bertaburan di mana-mana, termasuk di kampus.
Kalau begitu, di mana keberingasan seorang mahasiswa yang bisa menyatukan segala macam perbedaan? Di mana ketegasan dalam membela hak-hak kebebasan beragama?
Miris sekali, kita bangga dengan Pancasila, tetapi tak marah ketika kampus ternodai dengan gerakan radikalisme. Kita bangga dengan dengannya, tetapi tak berusaha mengharumkannya dengan mengubur gerakan-gerakan radikal. Ketahuilah, membiarkan dan mendukung adanya kekerasan dan permusuhan, berarti kita telah ikut serta dalam menyembelih Burung Garuda. Sebejat itukah kita?
Mengembalikan nilai-nilai berharga dari Pancasila adalah tugas kita bersama. Untuk itu, pastikan Pancasila benar-benar tertanam dalam jiwa. Tujuannya, demi kesejahteraan, demi keamanan, dan demi perdamaian. Tentulah, jalan untuk menyelamatkan Pancasila, ialah dengan Pancasila itu sendiri.
Baca juga : Civitas Akademika Bersatu Melawan Radikalisme
Pertama, kuasai jurus ketuhanan. Dengan jurus ini, kita akan memahami bahwa ada banyak perbedaan dan keyakinan yang membuat kita tetap gagah tanpa merasa paling benar. Bahkan, menghargai ketidaksamaan agar tercipta keutuhan dan perdamaian akan diutamakan. Lagi pula, perbedaan merupakan sebuah rahmat yang tidak boleh dihapuskan. Ia tetap harus ada, karena pelangi menjadi indah ketika memiliki banyak warna.
Kedua, katakan bahwa Pancasila dan nasionalisme tidak bertentangan dengan ajaran agama. Mencintai Pancasila, sama halnya mencintai agama. Sebaliknya, mencintai Pancasila juga bernilai sama dengan mencintai agama. Sebab, keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat dalam membangun peradaban tanpa kekerasan. Ajaran tentang cinta damai dan kasih sayang sama-sama ditekankan oleh keduanya.
Ketiga, jelaskan dengan telaten tentang nilai-nilai Pancasila. Pelan-pelan saja. Misal, dalam sehari hanya untuk membahas tentang sila pertama, yaitu tentang ketuhanan. Jika dalam sehari hanya membahas satu sila saja, maka dalam waktu lima hari nilai-nilai Pancasila dipastikan tertanam hidupnya. Sehingga, ia pun akan menjadi Pancasialis, yaitu sebagai penganut ideologi Pancasila yang baik dan setia.
Ketika tiga hal penting dalam membangun ideologi sejak dini dilakukan dengan segera, maka untuk membasmi benih-benih radikalisme bukanlah suatu yang menyusahkan. Sebab, seseorang–terlebih anak-anak–telah mengerti bagaimana cara menjalani hidup dengan baik dengan cara menjunjung tinggi toleransi. Misal, ia mengerti tentang nilai ketuhanan yang ada pada sila pertama, yaitu adanya kebebasan dalam memeluk agama, wajibnya menghormati agama lain, dan tidak berlaku diskriminasi antar umat beragama.
Selain itu, ia juga paham tentang nilai kemanusiaan yang menuntut dirinya untuk bersosial dengan baik, gotong royong, dan peduli terhadap sesama. Ia paham dengan nilai persatuan yang telah mengajarinya untuk sepenuhnya menghargai keanekaragaman. Ia paham tentang nilai kerakyatan bahwa dirinya tidak boleh mengedepankan egonya sendiri, tetapi juga harus menghargai pendapat orang lain. Sehingga, ia pun akan mendahulukan musyawarah mufakat sebagai jalan terbaik.
Lebih menguntungkannya lagi, ia paham tentang nilai keadilan yang menjadikan ia bijaksana dan tidak berat sebelah. Ia tidak lagi memilah dan memilih, tak mengenal istilah tajam ke atas tumpul ke bawah, baginya sama rata. Dan lagi, ia tak akan merasa paling benar tentang agama dan keyakinannya, sebab ia bersikap adil terhadap keyakinan dan pilihan orang lain.
Karenanya, dengan adanya Pancasila yang komplet ini, seharusnya kita bangga. Sebab, Pancasila mampu mencegah atau bahkan menghentikan tindakan-tindakan radikal yang membawa kerusakan dan kehancuran. Bahkan, kelengkapan Pancasila dalam mengatur kehidupan negara tercinta ini, telah diakui oleh tokoh nasionalis Cina, Sun Yat Sen. Dia mengatakan bahwa Pancasila jauh lebih unggul dari gagasan San Min Chu I yang berisi tiga pilar, yaitu nasionalisme, demokrasi, dan sosialisme.
Hebatnya, hanya dengan tiga pilar itu, Sun Yat Sen mampu mengubah pemikiran bangsa Cina bagian selatan menjadi lebih maju dan modern. Seharusnya, jika Sun Yat Sen yang mengagumi keunggulan Pancasila mampu mengubah bangsa yang besar hanya dengan tiga pilar, maka Pancasila yang sangat komplet itu harus lebih ampuh dalam mengubah Indonesia menjadi negara yang lebih baik. Negara yang bebas dari tindakan kekerasan dan kerusuhan. Terlebih di dunia intelektual. Semoga.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…