Narasi

Menjadi Duta Pancasila

Pada tahun 2016, pedangdut Zaskia Gotik dikukuhkan sebagai Duta Pancasila oleh Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) MPR. Pedangdut kelahiran Bekasi ini diminta untuk bisa membantu pemerintah dalam mengampanyekan Pancasila, baik secara oral maupun perilakunya. Ia juga diminta untuk belajar banyak hal mengenai Pancasila, agar menjadi duta yang bertanggung jawab secara intelektual dan tingkah lakunya.

Gelar Duta Pancasila secara umum tidak hanya berhak disandang oleh satu orang, tetapi juga oleh seluruh masyarakat Indonesia. Yaa.. kita semua memiliki hak menyabet gelar itu, dengan atau tanpa adanya penunjukkan. Bukan persoalan keren atau hitsnya, tapi persoalan status kita sebagai bangsa Indonesia yang memiliki hak-hak tersendiri. Jadi siapapun kita, sebenarnya kita adalah Duta Pancasila yang memiliki konsekuensi untuk mengampanyekan dan menjadi model bagi siapapun.

Pendidikan Pancasila: Menyiapkan Duta Pancasila di Masa Depan

Banyaknya kritikan yang ditujukan mengenai pegukuhan Zazkia Gotik sebagai Duta Pancasila, sebenarnya menyiratkan dua hal positif bagi kita semua. Pertama, masyarakat sudah mematok standar tinggi tentang kriteria Duta Pancasila. Standar ini ditetapkan agar siapapun yang menjadi Duta Pancasila benar-benar sesuai dengan harapan seluruh elemen masyarakat Indonesia dan tidak mengencewakan. Kedua, kesadaran mengenai standar tinggi itu perlu diikuti dengan kesadaran untuk mendidik anak-anak agar memiliki kualitas yang baik sebagai Duta Pancasila di masa depan.

Mendidik anak-anak untuk memahami Pancasila dan mengamalkannya merupakan program yang harus diprioritaskan oleh seluruh masyarakat. Melalui lembaga formal, nonformal, dan informal, kita bisa melaksanakan pendidikan Pancasila dengan baik dan benar. Lembaga formal yang memiliki kurikulum lebih bagus, bisa menjadi basis dalam mendidik anak-anak mengenai Pancasila. Di lembaga ini para pendidik memperkenalkan Pancasila secara teoretis dan contoh-contoh implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Kaelan (2010: 15), tujuan pendidikan Pancasila ialah untuk menghasilkan peserta didik berperilaku baik, yaitu 1) memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab berdasarkan hati nuraninya 2) mengenali masalah-masalah kehidupan, kesejahteraan, dan cara-cara menyelesaikannya, 3) mengidentifikasi dan mengenal berbagai perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, 4) mampu memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa dalam menggalang persatuan Indonesia.

Tujuan yang telah dituturkan oleh Kaelan tersebut memberikan penjelasan bahwa setidaknya ada empat hal yang menjadi perhatian dalam mendidik anak untuk memahami Pancasila. Pertama mendidik dalam hal mental; kedua mendidik intelektualnya, ketiga mendidik emosionalnya, dan mendidik dalam hal spiritual.

Dalam memaksimalkan semua aspek tersebut, sebagaimana dipahami bersama bahwa masa depan adalah milik anak-anak sebagai generasi penerus. Orang tua manapun pasti mengharapkan bahwa anak-anaknya bisa menjadi orang yang berguna dan berpengaruh di masa depan nanti. Oleh karena itu, kerjasama antar berbagai elemen masyarakat yang militan sangat diperlukan, sampai anak-anak tumbuh dewasa.

Jika proses pendidikan dilakukan sejak dini, atau bahkan sejak dalam kandungan, besar kemungkinan anak-anak bisa mengembangkan potensi-potensinya dengan baik dan diharapkan bisa menjadi Duta Pancasila. Entah apa saja profesinya nanti, anak-anak diharapkan mampu berkomitmen dan berpegang teguh pada ideologi Pancasila dan bisa mentransmisikan setiap nilai-nilainya dengan baik.

Arief Rifkiawan Hamzah

Menyelesaikan pendidikan jenjang magister di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pernah nyantri di Ponpes Al-Hikmah 1 Benda, Sirampog, Brebes dan Ponpes Darul Falah Pare, Kediri. Saat ini ia sebagai Tutor di Universitas Terbuka.

Recent Posts

Kultur yang Intoleran Didorong oleh Intoleransi Struktural

Dalam minggu terakhir saja, dua kasus intoleransi mencuat seperti yang terjadi di Pamulang dan di…

1 hari ago

Moderasi Beragama adalah Khittah Beragama dan Jalan Damai Berbangsa

Agama tidak bisa dipisahkan dari nilai kemanusiaan karena ia hadir untuk menunjukkan kepada manusia suatu…

1 hari ago

Melacak Fakta Teologis dan Historis Keberpihakan Islam pada Kaum Minoritas

Serangkaian kasus intoleransi dan persekusi yang dilakukan oknum umat Islam terhadap komunitas agama lain adalah…

1 hari ago

Mitos Kerukunan dan Pentingnya Pendekatan Kolaboratif dalam Mencegah Intoleransi

Menurut laporan Wahid Foundation tahun 2022, terdapat 190 insiden intoleransi yang dilaporkan, yang mencakup pelarangan…

1 hari ago

Jaminan Hukum Kebebasan Beragama bisa Menjamin Toleransi?

Indonesia, dengan kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan yang beragam, seharusnya menjadi contoh harmoni antar umat…

2 hari ago

Mencegah Persekusi terhadap Kelompok Minoritas Terulang Lagi

Realitas kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan di Indonesia seharusnya menjadi fondasi untuk memperkaya keberagaman, namun…

2 hari ago