Keagamaan

Menjaga Iman dan Merawat Tanah Air

Akidah merupakan jantung kehidupan seorang Muslim. Sebagaimana akar yang kokoh menopang sebuah pohon, akidah memberikan kekuatan bagi iman dan membimbing setiap langkah hidup. Namun, tanggung jawab seorang Muslim tidak berhenti hanya pada hubungan vertikal dengan Allah. Akidah juga mengajarkan komitmen terhadap kemanusiaan dan tanah air. Di tengah dinamika berbangsa dan bernegara, akidah menjadi fondasi yang memperkuat persatuan, melawan ancaman, dan merawat nilai-nilai kebangsaan.

Akidah bukan hanya keyakinan teoretis, tetapi juga panduan hidup yang membentuk kepribadian. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik” (QS. An-Nahl: 125). Keimanan yang berakar kuat menciptakan pribadi yang tegas dalam prinsip, adil dalam tindakan, dan bijaksana dalam bermasyarakat. Seorang Muslim dengan akidah yang kokoh adalah sosok yang tidak hanya memperbaiki dirinya sendiri, tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan negara.

Dalam Islam, cinta tanah air bukan sekadar emosi, tetapi wujud tanggung jawab sosial. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Cinta tanah air adalah sebagian dari iman” (H.R. Abu Dawud). Ketika hijrah ke Madinah, Nabi tetap membawa kenangan dan cinta kepada Makkah, kampung halamannya. Pelajaran ini menunjukkan bahwa mencintai tanah air adalah bagian dari fitrah manusia, yang berakar pada keimanan.

Di tengah masyarakat yang majemuk, Al-Qur’an mengingatkan kita untuk merangkul keberagaman. Pentingnya landasan untuk membangun kebersamaan dalam perbedaan, menjadikannya kekuatan untuk mempersatukan bangsa. Tanggung jawab sosial seorang Muslim melampaui sekat-sekat suku, agama, dan golongan, mendorong terciptanya harmoni dan solidaritas nasional.

Tantangan dalam menjaga keutuhan bangsa semakin kompleks di era modern. Radikalisme, apatisme, dan diskriminasi menjadi ancaman serius yang memerlukan perhatian khusus.

Radikalisme sering kali menyalahgunakan agama untuk membenarkan tindakan intoleran. Ideologi ini memanfaatkan kesalahpahaman terhadap ajaran agama untuk menciptakan perpecahan. Radikalisme tidak hanya merusak citra Islam sebagai agama yang damai, tetapi juga melemahkan persatuan bangsa. Gerakan ini sering menyerang sendi-sendi kebersamaan dengan menyemai kebencian atas dasar perbedaan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk meningkatkan literasi keagamaan yang moderat agar dapat membentengi diri dari pengaruh ideologi radikal.

Habib Luthfi bin Yahya merupakan salah satu ulama yang aktif melawan radikalisme dengan pendekatan persuasif dan nasionalisme. Dalam setiap ceramahnya, beliau menegaskan bahwa Islam adalah agama yang merangkul semua golongan, bukan memecah belah. Gerakan dakwah yang beliau lakukan sering kali mengedepankan pesan kebangsaan melalui simbol-simbol nasionalisme, seperti bendera merah putih dan lagu-lagu kebangsaan dalam rangkaian kegiatan keagamaan. Dakwah beliau menunjukkan bahwa cinta tanah air adalah bagian dari keimanan yang tidak terpisahkan.

Lebih jauh, radikalisme dapat dicegah dengan memperkuat institusi keluarga dan pendidikan. Pendidikan agama yang moderat harus diajarkan sejak dini untuk menanamkan nilai-nilai toleransi dan cinta damai. Institusi pendidikan juga perlu memasukkan wawasan kebangsaan dalam kurikulum mereka. Dengan begitu, generasi muda akan memiliki pemahaman yang benar tentang Islam dan nasionalisme, sehingga mampu menangkal ajakan-ajakan radikal yang merusak.

Sikap apatis terhadap masalah bangsa juga menjadi ancaman tersembunyi yang melemahkan fondasi negara. Islam menanamkan semangat kepedulian melalui ajaran untuk selalu bermanfaat bagi orang lain. Dengan semangat ini, setiap individu diajak untuk berkontribusi dalam pembangunan negara, baik melalui karya, pendidikan, maupun kegiatan sosial.

Diskriminasi tentu saja bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam agama Islam yang menekankan kesetaraan. Ajaran agama Islam mendorong pembentukan masyarakat inklusif yang menghormati keberagaman. Membangun harmoni dalam keberagaman adalah tugas bersama untuk mencegah disintegrasi sosial

Cinta tanah air tidak dapat dipisahkan dari akidah yang di miliki oleh umat. Dalam QS. Ali Imran: 103, Allah berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” Ayat ini mengajarkan pentingnya persatuan sebagai modal utama menjaga keutuhan bangsa.

Akidah bukan hanya soal hubungan vertikal dengan Allah, tetapi juga tentang bagaimana kita hidup sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Dengan akidah yang kuat, seorang Muslim mampu menghadapi tantangan zaman, baik radikalisme, apatisme, maupun diskriminasi. Dengan cinta kepada Allah, Rasul, dan tanah air, kita dapat membangun Indonesia yang damai, adil, dan makmur. Inilah bentuk nyata iman yang menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Septi Lutfiana

Recent Posts

Wahabi-Salafi yang Meresahkan : Dari DIstorsi Naskah Kitab Ulama Klasik Hingga Ideologi Teror

Dalam kurun tahun 2023-2024 memang berita serangan aksi terorisme sudah bersih dan berkurang. Hal ini…

20 jam ago

Proyeksi 2025; Akankah Dakwah Puritan Masih Digemari Muslim Gen Z Urban?

Dakwah Islam yang berkarakter puritan tengah menjadi tren belakangan ini. Terutama di jagad medsos. Dakwah…

20 jam ago

Makan Bergizi Gratis : Pilar Ketahanan Anak dari Imunitas Fisik dan Ideologis

Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi meluncurkan Program Makan…

21 jam ago

Tantangan Propaganda Digital : Tantangan Baru dengan Wajah Lama

Tahun baru seharusnya menjadi momen refleksi dan harapan. Namun, di tengah semangat optimisme pergantian tahun,…

2 hari ago

Harapan dan Strategi Baru Menghadapi Dinamika Tantangan Terorisme 2025

Tahun 2025 hadir dengan harapan baru bagi bangsa Indonesia. Keberhasilan mencatatkan "zero terrorist attack" sepanjang…

2 hari ago

Resolusi 2025: Mewaspadai Propaganda Radikal HTI dan Wahabi Berkedok Purifikasi

Salah satu bentuk propaganda yang perlu diwaspadai di tahun 2025 adalah upaya kelompok radikal seperti…

2 hari ago