Narasi

Menjaga Kedaulatan Rakyat dengan Tanggung Jawab : Belajar dari Konstitusi Madinah

Piagam Madinah merupakan sebuah dokumen penting dalam sejarah Islam yang digagas dan disusun oleh Nabi Muhammad SAW sebagai kontrak sosial pada tahun 622 M. Dokumen ini tidak hanya mencerminkan dasar negara yang berbasis pada nilai-nilai keadilan dan persatuan, tetapi juga menjadi salah satu instrumen politik pertama yang menekankan prinsip-prinsip pluralisme dan kedaulatan rakyat.

Piagam Madinah mengatur hubungan antara berbagai kelompok masyarakat yang ada di Madinah, termasuk Muslim, Yahudi, dan pagan, dengan tujuan menciptakan perdamaian dan stabilitas. Meskipun ditulis lebih dari 1.400 tahun yang lalu, prinsip-prinsip yang terkandung dalam Piagam Madinah tetap relevan, baik dalam konteks sejarah maupun dalam pembahasan masalah-masalah kebangsaan kontemporer, seperti di Indonesia.

Salah satu ide utama yang diajarkan dalam Piagam Madinah adalah pentingnya membentuk sebuah ummah (komunitas politik) yang inklusif dan tidak terjebak dalam sekat-sekat agama, suku, atau ras. Prinsip ini dapat dipahami sebagai cikal bakal konsep kedaulatan rakyat, yang pada dasarnya adalah kedaulatan yang berasal dari seluruh warga negara, tanpa memandang latar belakang mereka. Dalam Piagam Madinah, setiap kelompok baik Muslim, Yahudi, maupun kelompok lain diberikan hak dan kewajiban yang setara dalam menjaga keamanan dan keadilan bersama.

Piagam Madinah juga mengatur hak setiap kelompok untuk menjalankan keyakinan dan menjaga identitas mereka, namun dengan syarat untuk mematuhi aturan bersama yang disepakati. Hal ini mencerminkan bentuk kedaulatan rakyat yang menghargai keberagaman, memberikan ruang bagi setiap kelompok untuk berkembang sesuai dengan keyakinan dan tradisi mereka, namun tetap dalam kerangka yang mengedepankan kepentingan bersama. Piagam ini memastikan bahwa tidak ada satu kelompok pun yang mendominasi, dan setiap individu di dalam komunitas tersebut memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan bersama.

Lebih lanjut, Piagam Madinah juga mengatur mekanisme penyelesaian konflik secara damai. Konflik yang timbul di antara berbagai kelompok diselesaikan melalui musyawarah atau hukum yang telah disepakati bersama, bukan melalui kekerasan atau kekuatan fisik. Dengan demikian, prinsip-prinsip Piagam Madinah menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat bukan hanya tentang hak untuk berbicara atau memilih, tetapi juga tentang tanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan menyelesaikan perselisihan dengan cara yang adil dan beradab.

Pengkhianat dan Perusuh Harus Ditindak

Tantangan besar bagi kedaulatan rakyat di Indonesia adalah ancaman dari kelompok-kelompok yang mencoba memanfaatkan demokrasi untuk kepentingan sempit mereka. Aksi-aksi yang ditunggangi oleh kelompok radikal, baik yang bersifat agama, ideologi, maupun politik, sering kali menggunakan suara rakyat sebagai kedok untuk menyebarkan kebencian dan memecah belah masyarakat. Kedaulatan rakyat yang sejati tidak boleh dicederai oleh kelompok yang menggunakan kebebasan berpendapat untuk tujuan kekerasan atau terorisme.

Jika belajar dari Piagam Madinah kedaulatan rakyat bukan hanya tentang hak untuk berbicara atau menyuarakan pendapat, tetapi juga tentang tanggung jawab untuk menjaga keamanan dan kedamaian. Jika ada kelompok mengkhianati dan menebar kerusuhan yang mengancam stabilitas komunitas, mereka harus berhadapan dengan ketegasan hukum. Nabi sangat tegas terhadap perusak perjanjian dan perusuh. Nabi pernah mengusir terhadap suku yang menjadi biang keladi dan ancaman persatuan di Madinah.

Kedaulatan rakyat bukan hanya hak, tetapi juga tanggung jawab. Piagam Madinah mengajarkan kita bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hak dan kebebasan harus berjalan seiring dengan komitmen untuk menjaga perdamaian dan keadilan. Piagam itu menjamin perlindungan terhadap masyarakat yang beragam, tetapi juga kewajiban untuk menjaga keragaman. Mereka yang melanggar mendapatkan sangsi yang tegas agar tidak merusak keamanan.

Dalam konteks demokrasi saat ini, kita juga harus lebih waspada terhadap kelompok-kelompok yang berusaha merusak nilai-nilai keberagaman dan persatuan, serta memastikan bahwa setiap aspirasi rakyat disampaikan dengan cara yang mendukung kebaikan bersama, bukan untuk tujuan destruktif. Kelompok yang memanfaatkan situasi dengan menebar teror, ketakutan, dan ajakan kekerasan harus ditindak dengan tegas dengan proses hukum yang adil dan transparan.

Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang majemuk, kita harus belajar dari prinsip-prinsip yang terkandung dalam Piagam Madinah, untuk membangun negara yang lebih inklusif, berkeadilan, dan damai. Kedaulatan di tangan rakyat mengandung hak dan kewajiban. Menuntut hak harus pula disertai dengan tanggungjawab. Tidak boleh mencemari demokrasi dengan tindakan yang justru merusak nilai demokrasi itu sendiri.

Imam Santoso

Recent Posts

Menyelamatkan Emosi Demokrasi dari Para Pembenci

Demonstrasi adalah salah satu jalan sah dalam demokrasi. Ia membuka ruang bagi rakyat untuk menyuarakan…

20 jam ago

Mengatasi Turbulensi Demokrasi; Benarkah Khilafah Adalah Solusi Tunggal?

Demokrasi sebagai sebuah sistem politik tentu bukan ideal alias tanpa cacat. Demokrasi memiliki banyak potensi…

20 jam ago

Memitigasi Kekecewaan Rakyat agar Tidak Dieksploitasi Kelompok Kepentingan

Kekecawaan rakyat adalah sebuah bara, jika dibiarkan saja, bisa saja bisa membakar keutuhan sebuah bangsa.…

2 hari ago

Negara Harus Tunduk pada Rakyat, bukan Para Perusuh: Ketika Provokasi Disakralisasi sebagai Aspirasi

Rasa sedih, geram dan marah tentu adalah kewajaran ketika melihat kesewenang-wenangan oknum aparat tanpa hati…

2 hari ago

Menyelamatkan Demokrasi dari Pembajakan Kelompok Radikal

Di berbagai belahan dunia, demokrasi selalu menghadapi ujian berat ketika krisis politik dan sosial melanda.…

2 hari ago

Bahaya Provokasi Digital; Dari Mobilisasi Massa ke Monetisasi Kekerasan

Aksi demonstrasi massa yang terjadi di banyak kota tempo hari tentu tidak terjadi secara kebetulan.…

6 hari ago