Narasi

Menutup Ruang Gerak Teroris KKB Papua Melalui RAN PE

Sejatinya kedaulatan bangsa baik secara kebudayaan maupun teritorial merupakan hal yang tidak dapat ditawar. Kedaulatan harus dijunjung oleh seluruh komponen bangsa. Maka, jika ada kekuatan yang mengancam kedaulatan, sudah barang tentu ancaman itu harus dianggap sebagai musuh bersama. Dengan logika yang demikian itu, maka segala unsur ancaman terorisme baik yang berkedok agama maupun separatisme harus menjadi common enemy.

Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua yang resmi dinyatakan sebagai teroris beberapa bulan lalu ialah salah satu anasir yang mengancam kedaulatan negara. KKB Papua sebagai metamorfosa gerakan kemerdekaan Papua telah menghadirkan teror dan kekerasan pada publik. Akibatnya fatal. Tidak hanya rasa nyaman publik yang hilang, namun stabilitas nasional pun terdampak.

Gerakan separatisme Papua memang bukan fenomena baru, alih-alih sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Selama itu pula, pemerintah pusat cenderung menyelesaikannya dengan pendekatan lunak (soft-approach). Dari masa ke masa, upaya penyelesaian konflik Papua berbasis kesejahteraan masyarakat dipertahankan pemerintah. Salah satu bentuk konkretnya ialah melalui program Otonomi Khusus Daerah Papua. Kebijakan Otsus ini didesain agar masyarakat Papua bisa menikmati pembangunan layaknya wilayah lain di Indonesia.

Hal ini dilakukan lantaran gerakan separatis selalu menggaungkan isu ketidakadilan pemerintah pusat sebagai alibi perjuangannya. Namun, dua dekade lebih Otsus berjalan, nyatanya gerakan separatisme tetap eksis. Bahkan, belakangan separatisme kian mengarah pada bentuk ekstremisme kekerasan dan terorisme. Tidak hanya itu, tragedi demi tragedi kekerasan yang disponsori KKB Papua juga telah mencoreng muka Indonesia di dalam konteks pergaulan internasional.

Penetapakan KKB Papua sebagai teroris merupakan langkah maju pemerintah untuk menyelesaikan persoalan separatisme di Papua dengan memadukan pendekatan lunak sekaligus keras (hard approach). Terlebih baru-baru ini pemerintah telah meresmikan pemberlakuan Perpres RAN PE yang mengatur sinergi antara pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat sipil dalam menanggulangi dan mencegah terorisme. Dengan adanya RAN PE ini, maka isu separatisme di Papua kini menjadi isu nasional dimana setiap individu WNI wajib berperan serta dalam upaya penanggulangannya.

RAN PE, Senjata Baru Melawan Teroris KKB Papua

Jika kita memakai RAN PE sebagai kacamata untuk meneropong problem teroris KKB di Papua, maka idealnya tidak ada lagi kelompok sipil yang justru mendukung gerakan separatis tersebut. Seluruh masyarakat sipil idealnya ada dalam satu barisan semesta untuk menutup ruang gerak teroris KKB. Masyarakat sipil tentu tidak harus ikut berjuang di garis depan menghadapi teroris KKB layaknya prajurit TNI dan Polri.

Namun, masyarakat bisa berperan dalam melokalisasi isu separatisme yang disebarluaskan dan dipropagandakan di ruang publik oleh para simpatisannya. Seperti kita tahu, kampanye untuk mendukung kemerdekaan Papua gencar disuarakan oleh pihak-pihak tertentu, terutama di media sosial. Argumen yang selalu diangkat ialah isu ham, dimana pemerintah dituding melakukan pelanggaran ham dan kemanusiaan berat di Papua.

Argumen para pejuang HAM ini tampaknya mengandung standar ganda dan cacat logika akut. Jika negara dituduh melanggar HAM atas tindakan hukumnya terhadap teroris KKB, lantas mengapa teroris KKB yang membantai rakyat sipil tidak dikatakan melanggar HAM? Standar ganda yang demikian ini harus dibongkar agar tidak ada lagi ruang bagi simpatisan teroris KKB Papua untuk mempengaruhi publik.

Pengesahan RAN PE merupakan momentum baru untuk menyelesaikan persoalan separatisme-terorisme KKB Papua dengan perspektif yang lebih segar. Yakni mendorong terciptanya sinergi pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat dalam memberantas teroris KKB Papua. Selama ini ada kesan, pemerintah daerah cenderug melindungi keberadaan teroris KKB Papua. Fakta terbaru, ditemukan bukti data transfer sejumlah uang dari Pemda Papua dan seorang anggota DPRD Papua ke teroris KKB.

Ke depan, kejadian yang demikian ini tidak boleh terulang. Pastikan tidak ada ruang bagi kelompok teroris KKB Papua dengan memutus logistiknya. Pastikan pula tidak ada pihak yang berusaha mempolitisasi teroris KKB Papua demi kepentingan pragmatisnya. Semua pihak harus bersatu, membentuk kekuatan semesta untuk menangkal setiap manuver kelompok separatis.

This post was last modified on 28 Juni 2021 1:27 PM

Desi Ratriyanti

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

2 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

3 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

3 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

3 hari ago