Institusi pendidikan menjadi sarana yang tepat untuk meningkatkan pemahaman peserta didik tentang perbedaan dan keberagaman. Pendidik diharapkan mampu memberikan ruang dialog kepada para peserta didik mengenai pemahaman agama dengan risalah saling mencintai, menghormati, dan menghargai. Mengapa moderasi agama sangatlah penting diterapkan di lingkungan sekolah? Karena selain untuk mengajarkan keberagaman, juga diharapkan mampu mengeliminasi kasus intoleransi yang sering terjadi di sekolah.
Berdasarkan riset terbaru Setara Institute pada Juni 2023, intoleransi remaja berbasis Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat semakin meningkat. Penelitian ini dilakukan di lima kota dengan jangka waktu Januari-Februari 2023, bahwa jumlah pelajar intoleran di SMA dan sederajat meningkat dari 2,4 persen pada 2016, menjadi 5.0 persen. Sementara yang terpapar ekstremisme kekerasan juga meningkat dari 0,3 persen pada survei 2016, menjadi 0,6 persen pada 2023. Sikap intoleransi terjadi karena pelanggaran kebebasan beragama.
Namun sayangnya, promosi dan seruan moderasi agama belum banyak dilakukan oleh semua tokoh agama di Indonesia. Beberapa tokoh agama bahkan masih berpegang teguh pada ajaran dan tradisi agama lama (konservatif). Di sisi lain, terdapat tokoh agama yang secara mudah membid’ahkan (menyesatkan) sesuatu sehingga terjadi disinformasi ajaran agama yang akhirnya meruncing pada pembelaan ajaran masing-masing dan menimbulkan perpecahan.
Situasi dan kondisi seperti inilah yang kemudian oleh Fathorrahman Ghufron disebut (Mengarusutamakan Islam Moderat, 2018) bahwa moderasi beragama mempunyai peranan penting untuk terus-menerus diserukan oleh tokoh agama dan akademisi kampus yang mempunyai otoritas melalui saluran berbagai media. Menyuarakan narasi moderasi beragama sebagai bentuk pendidikan kepada publik bahwa sikap ‘ekstrem’ dalam beragama akan selalu mengalami ‘benturan’.
Aktualisasi Moderasi Beragama
Persebaran pemahaman radikal dan sikap intoleransi di lingkungan sekolah biasanya melalui tiga pintu yaitu: kegiatan ekstrakurikuler, peran guru dalam proses belajar mengajar (KBM), dan lemahnya kebijakan sekolah atas isu radikalisme. Implementasi moderasi beragama di lingkungan sekolah mau tidak mau harus dibarengi dengan peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan agar mudah dilakukan oleh peserta didik.
Beberapa langkah bisa dilakukan oleh pemerintah dan pihak sekolah. Pertama, moderasi beragama harus menjadi perhatian pemerintah dalam membuat narasi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJN), sebagai langkah konkrit dalam menggaungkan moderasi beragama di kalangan masyarakat Indonesia.
Kedua, lembaga pendidikan harus mampu mengembangkan literasi keagamaan dan pendidikan lintas iman. Literasi agama sangatlah penting untuk menangkal stereotip dan membangun relasi yang baik di atas perbedaaan-perbedaan yang ada. Pengabaian terhadap keberagaman agama dan ekstremisme akibat kurangnya literasi agama yang menyebabkan pelajar kerap mengalami perundungan oleh teman-teman di sekolahnya.
Ketiga, lembaga sekolah tidak hanya sebatas menegembangkan teori, melainkan juga mengadakan praktek yang berbasis moderasi beragama. Misalnya, menggelar acara kerja sama antara sekolah negeri dan swasta baik Islam ataupun sekolah non Islam sehingga peserta didik mempunyai kemampuan untuk melihat dan menganalisis titik temu antar-agama, kehidupan sosial, politik, dan budaya dari beragam sudut pandang.
Indonesia harus mempunyai metode dan cara berpikir tersendiri agar tidak terjebak dengan keberagaman sosial. Dalam hal ini, moderasi beragama sangat berperan penting untuk mengintegrasikan ajaran inti agama dan keadaan sosial masyarakat yang multikultural. Kesadaran semacam ini harus disuarakan kepada generasi muda agar bisa memahami bahwa Indonesia ada untuk semua agama.
Dengan menjadikan lembaga pendidikan sebagai laboratorium moderasi beragama diharapkan mampu membuat peserta didik di sekolah sebagai generasi bangsa untuk lebih mudah memahami, mengahargai, dan menghormati perbedaan agama. Karena pada esensisnya, moderasi agama lebih mengedepankan persaudaraan atas dasar kemanusiaan, bukan hanya pada asas keimanan dan kebangsaan.
This post was last modified on 8 September 2023 11:32 AM
Banyak yang cemas soal inisiatif Kementerian Agama yang hendak menyelenggarakan perayaan Natal bersama bagi pegawainya,…
Penolakan kegiatan Natal Bersama Kementerian Agama menandakan bahwa sebagian umat beragama terutama Islam masih terjebak…
Belakangan ini, lini masa kita kembali riuh. Rencana Kementerian Agama untuk menggelar perayaan Natal bersama…
Dalam spiritualitas Islam terdapat tiga kutub yang diyakini mewakili tiga bentuk pendekatan ketuhanan yang kemudian…
Setiap menjelang peringatan Natal, ruang publik digital kita riuh oleh perdebatan tentang boleh tidaknya umat…
Di tengah pluralitas agama yang menjadi ciri khas Indonesia, gagasan “agama cinta” sering terdengar sebagai…