Secara subtansial, Islam telah meresap sebagai sistem nilai di dalam berbangsa dan bernegara di negeri ini. Merefleksikan ke dalam tatanan sosial masyarakat yang nyaman, damai, toleran dan penuh dengan kebersamaan yang disatukan (Bhinneka Tunggal Ika) berbeda-beda tapi tetap satu tujuan NKRI.
Lantas, perlukah Indonesia menegakkan Daulah? Tentu pertanyaan tersebut lahir sebagai research statement awal untuk merespons tentang narasi wajibnya menegakkan “Daulah” di Indonesia. Narasi ini termaktub di salah satu Channel You-tube PERSADA NUSANTARA Discovery melalui salah satu video-nya yang diberi judul “INDONESIA WAJIB MENEGAKKAN DAULAH (part 1)”. Di upload pada Rabu 3 Februari 2021 kemarin.
Video dengan durasi 5.39 menit tersebut, Sofyan Sunaryo al Jawi sebagai (pemilik channel) mewawancarai salah satu “ustadz” yang bernama Abdul Fatah Syamsudin yang “katanya” ahli fiqh dan kitab Thibbun Nabawi. Jika kita telusuri, kitab itu berisikan tentang pengobatan (medis) berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis.
Sofyan Sunaryo al Jawi memulainya dengan kata “membahas Indonesia” yang baginya sebagai “penerus” dari kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Dia juga memperlihatkan sebuah bendera yang bertuliskan kalimat Lailaha illallaah yang disebut-sebut sebagai panji (Makaradwaja) yang dibuat oleh Maha patih Gajah Mada. Lantas, dia membuat pernyataan bahwa orang-orang yang mengaku Bhayangkara, tetapi “alergi” terhadap Majapahait. Pernyataan yang menuai tanda tanya tersebut dijawab oleh salah satu “ustadz” yang bernama Abdul Fatah Syamsudin tersebut dengan tegas bahwa “mereka tersebut tidak paham sejarah” beserta dugaan lainnya.
Sofyan Sunaryo al Jawi pun melanjutkan dengan menjelaskan tentang substansi dari lambang bendera yang bertuliskan kalimat Tauhid tersebut. Ada semacam “surya Majapahit” dengan simbol delapan mata angin dan satu pusat yang bertulisakan muhammadurasulullah. Simbol tersebut disebut dengan mandala. Atau dalam bahasa Arab dia menyebutnya dengan kata “Daulah”. Sehingga, kata Daulah menurut Abdul Fatah Syamsudin disebut sebagai proses penegakan hukum Tuhan yang sangat penting untuk diterapkannya dengan segenap alasannya.
Terminologi Kata “Daulah” yang Berorientasi pada Politik Kekuasaan
Kita harus memahami dengan betul. Kata daulah di dalam video tersebut selalu diarahkan kepada sistem politik kekuasaan yang berbasis syariat Tuhan. Karena kita harus membedakan antara Darul Islam yang secara reflektif menerapkan nilai Islam yang universal (sistem nilai). Dengan Daulah Islamiyah yang secara orientasi adalah (ideologi) dengan konsep keislaman yang memiliki tujuan-tujuan politik kekuasaan.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh KH Achmad Siddiq (1926-1991) bahwa benar di wilayah-wilayah Nusantara pernah hidup kerajaan-kerajaan Islam. Karena pada saat itu, umat Islam hidup lestari terhadap umat agama lain. Artinya, bagi beliau Islam pada saat itu sebagai sistem nilai. Bukan sistem negara sebagaimana yang dipaparkan dalam salah satu video salah satu Channel You tube PERSADA NUSANTARA Discovery yang diberi judul “INDONESIA WAJIB MENEGAKKAN DAULAH (part 1)”.
Bahkan secara lughatan, kata Daulah memang berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata Dala Yadulu daulah dengan arti konkret (bergilir, beredar dan berputar). Orientasi spesifik-nya memiliki tujuan “sistem turun-temurun” dalam penguasaan dan kekuasaan yang berdasarkan kelompok sosial (politik identitas) yang telah ada. Karena di dalam video tersebut mengejawantah Islam sebagai sistem politik. Bukan sistem nilai yang melebur ke dalam tatanan.
Tentu di sini akan memperjelas “kepentingan-kepentingan politik kekuasaan” mengenai pembahasan di dalam video tersebut. Berupaya untuk “mengaitkan sejarah” atau kejayaan masa-lalu di masa Majapahit untuk meng-counter masyarakat Indonesia agar memiliki pemahaman betapa pentingnya daulah Islamiyah kembali ditegakkan. Sebagaimana baginya kisah prajurit Bhayangkara yang begitu kuat. Majapahit mampu mengayomi masyarakat di dalam menciptakan keadilan, kesejahteraan dan kenyamanan bagi masyarakat pada saat itu dengan basis syariat Islam. Research statement yang dibangun untuk memperkuat satu kepentingan dasar (politik kekuasaan) bahwa menegakkan syariat Islam itu sangat diperlukan.
Perlukah Daulah Islamiah di Negeri ini?
Menurut KH Achmad Siddiq (1926-1991) Islam sudah melebur secara nilai di dalam Pancasila. Dia sebagai fondasi yang kokoh di dalam negara bangsa. Artinya, Islam bukan sebagai ideologi atau kepentingan politik. Tetapi, bagi beliau Islam sebagai sistem nilai sudah mengejawantahkan ke dalam sistem kenegaraan di negeri ini. Artinya, negeri ini sudah sesuai dengan nilai-nilai Islam yang telah diperintahkan oleh Tuhan.
Hal ini menjadi kesadaran kita untuk menolak pemikiran atau provokasi kelompok tertentu yang membentuk narasi pentingnya daulah Islamiyah, khilafah atau negara Islam. Karena hal yang demikian sejatinya menggunakan Islam sebagai legalitas atau melegitimasi Islam sebagai kepentingan politik secara simbolik. Bukan menjadikan Islam sebagai tata nilai yang melebur secara subtansial tanpa harus membawa embel-embel formulasi negara Islam.
Karena pemahaman Islam tentang bentuk negara bangsa sudah dijelaskan oleh KH. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh. Beliau menyampaikan pesan bahwasanya “Seandainya ada produk Fiqh yang tidak bermuara pada terciptanya sebuah keadilan masyarakat, maka harus ditinggalkan. Misalnya “Fiqh politik” (Fiqh Siyasah) yang sering-kali dictum-dictum-nya tidak sejalan dengan gagasan demokrasi yang mensyaratkan keadilan dan persamaan hak manusia di depan hukum. Rumusan Siyasah klasik bisanya menempatkan kelompok (non-muslim) sebagai “kelas dua” buka sebagai entitas yang sederajat dengan kaum Muslimin. Saya rasa pandangan demikian harus diubah. Sebab, pandangan ini selain bertabrakan dengan gagasan demokrasi modern, juga akan bertentangan dengan negara bangsa (Nation State) seperti Indonesia. Profesionalisme, kemampuan dan kapabilitas mestinya menjadi pilihan utama, bukan muslim atau tidak, bukan laki-laki atau perempuan”.
Dari sini sangat jelas, bahwa daulah Islamiyah atau penegakan syariat Islam yang basis-nya kepada sistem kenegaraan itu kita harus kita tolak. Karena Islam secara subtansial sudah merembes ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagaimana yang tertuang dalam ideologi Pancasila di dalam berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu, video tersebut sebagai “pemula” yang dideskripsikan dalam kata “part 1”. Artinya, akan ada video-video terbaru atau lanjutan perihal narasi wajibnya Indonesia menegakkan daulah di dalam channel tersebut. Jadi, kita hanya menunggu waktu untuk membongkar kembali semua kedok yang akan mereka gunakan untuk menghancurkan negeri ini.
This post was last modified on 8 Februari 2021 8:59 AM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…