Narasi

Merawat Nilai-Nilai Perdamaian di Sekolah

Tindakan terorisme yang merambah ke berbagai daerah, selalu dikaitkan dengan pelaku-pelaku dari sekolah tertentu. Pandangan ini menyebar karena mayoritas pelaku teror tercatat sebagai peserta didik atau alumni dari sekolah tertentu. Misalkan saja pada tahun 2012 ada Davit Ashari (19) yang tercatat di Sekolah Pelayaran Menengah Tri Arga 1 Kebon Jeruk, kemudian pada tahun 2017 ada Ardhial Ramadhana yang tercatat sebagai alumni SMKN 1 Percut Sei Tuan, ada juga Satria Aditama (18) alumni SMK N 4 Semarang, dan masih banyak para teroris yang tercatat sebagai alumni dari sekolah tertentu.

Tertangkapnya para pelaku tersebut, membuat seolah-olah pihak sekolah yang patut disalahkan, karena sekolah dianggap telah mengajarkan peserta didik untuk melakukan teror di berbagai tempat. Sekolah dianggap gagal dalam mendidik peserta didik untuk menjadi orang yang toleran dan damai.

Padahal, pihak sekolah selalu mendidik peserta didik sesuai dengan yang telah direncanakan. Pihak sekolah selalu mengajarkan untuk menjaga perdamaian di manapun peserta didik berada. Nilai-nilai perdamaian yang seringkali kita jumpai di setiap sekolah ialah pertama bangga menjadi diri sendiri atau tidak boleh mengeluh dengan keadaan diri; kedua harus menghormati dan tetap berteman dalam perbedaan etnis, agama, kelompok, status sosial, dan jenis kelamin. Para peserta didik dibudayakan untuk membaur dan berteman dengan siapapun tanpa memandang perbedaan, Ketiga. saling mengakui kesalahan dan saling memaafkan. Peserta didik juga diinstruksikan untuk menjadi anak yang rajin dan tidak nakal terhadap orang lain. Hal ini bisa kita lihat atau mungkin kita alami sendiri ketika sedang berantem dengan teman lalu guru menyuruh kita untuk berdamai.

Dengan hal tersebut, sebenarnya sekolah bukanlah pihak yang ingin memproduk peserta didik menjadi teroris, tetapi justru sebaliknya. Sekolah menginginkan lulusan berkualitas yang memiliki kemampuan bagus dalam bidang yang ditekuninya. Dalam hal ini, sekolah sebenarnya adalah agen perubahan sosial yang dapat memberikan pencerahan kepada peserta didik untuk selalu berbuat baik dan menolak terorisme.

Melawan Terorisme, Kuatkan Perdamaian

Melawan terorisme merupakan agenda besar yang perlu dilakukan secar bersama-sama, baik itu sekolah, keluarga, maupun masyarakat. Melawan terorisme bisa berangkat dari sekolah, karena sekolah merupakan salah satu pusat pendidikan untuk mengarahkan peserta didik kontra terorisme. Dalam melawan terorisme, ada beberapa hal yang perlu dilakukan dari sekolah, yaitu pertama merawat nilai-nilai perdamaian yang ada di sekolah dan disebarluaskan pada lingkungan sekitar, dan keluarga untuk memperkokohnya. Merawat nilai-nilai perdamaian bisa dengan metode diskusi, pembelajaran kooperatif, tanya jawab, dan metode-metode lain yang berkelompok.

Kedua, merawat para alumni. Melawan terorisme tidak bisa independen dari sekolah saja, tetapi perlu bantuan para alumni untuk melakukannya. Perkumpulan alumni harus ada dan aktif untuk berkumpul di setiap tahunnya, tujuannya adalah untuk menggerakkan mereka sekaligus untuk mengontrol aktivias para alumni dengan intens. Kontrol terhadap alumni dapat meminimalisir keterlibatan mereka dari terorisme.

Ketiga, intens berdialog dengan komite sekolah. Komite sekolah merupakan pihak yang sangat penting untuk turut melawan radikalisme, pasalnya di dalamnya terdapat tokoh-tokoh hebat yang bisa diajak bekerja sama. Mereka bisa mengawasi dan mengantisipasi ancaman-ancaman terorisme yang bisa datang secara tiba-tiba

Melawan terorisme dengan kerjasama yang baik antara pihak sekolah, para alumni, dan komite sekolah merupakan sebuah kolaborasi yang kuat. Teorisme bisa dipukul mundur jika kebajikan bersatu dan saling mengerti. Ketiganya bisa saling mengawasi dan mengongtrol terhadap berbagai gerakan terorisme yang hendak mengganggu.

Melawan terorisme sama halnya memperkuat perdamaian di sekolah dan masyarakat, umumnya di Indonesia. Harapan dari gerakan melawan terorisme ini ialah bisa melaksanakan tugas sekolah untuk mendidik dan melindungi peserta didik dan para alumni dari ancaman terorisme. Dengan demikian, peserta didik dan para alumni bisa menjadi orang-orang yang selalu menjadi agen penggerak kontra terorisme.

Arief Rifkiawan Hamzah

Menyelesaikan pendidikan jenjang magister di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pernah nyantri di Ponpes Al-Hikmah 1 Benda, Sirampog, Brebes dan Ponpes Darul Falah Pare, Kediri. Saat ini ia sebagai Tutor di Universitas Terbuka.

View Comments

Recent Posts

Jihad Santri; Mengafirmasi Kritisisme, Membongkar Fanatisme

Hari Santri Nasional tahun ini diperingati di tengah kontroversi seputar tayangan Xpose Uncencored Trans7 yang…

13 jam ago

Diplomasi Santri di Kancah Global; Dari Komite Hijaz, Isu Palestina, ke Kampanye Islam Moderat

Santri kerap diidentikkan dengan kelompok muslim tradisional yang kuno, kolot, bahkan ortodoks. Santri juga kerap…

13 jam ago

Santri Sebagai Rausyanfikr; Transformasi dari Nalar Nasionalisme ke Internasionalisme

Kaum santri barangkali adalah kelompok yang paling tepat untuk menyandang gelar Rausyanfikr. Istilah Rausyanfikr dipopulerkan…

14 jam ago

Pesantren, Moderasi, dan Sindikat Pembunuhan Jati Diri

Dalam sejarah panjang bangsa Indonesia, pesantren bukan hanya lembaga pendidikan, tetapi juga penjaga moralitas dan peradaban. Dari masa perjuangan…

3 hari ago

Dari Khilafah ke Psywar; Pergeseran Propaganda ISIS yang Harus Diwaspadai

Gelombang propaganda kelompok teror ISIS tampaknya belum benar-benar surut. Meski kekuasaan teritorial mereka di Suriah…

3 hari ago

Framing Jahat Media terhdap Pesantren : Upaya Adu Domba dan Melemahkan Karakter Islam Nusantara

Islam di Indonesia, yang sering kali disebut sebagai Islam Nusantara, memiliki ciri khas yang sangat…

3 hari ago