Narasi

Merayakan Kebhinekaan Melawan Ujaran Kebencian

Fitrah Indonesia ialah berdiri di atas kemajemukan suku, agama, ras dan budaya. Kemajemukan bangsa inilah yang menjadikan kita kuat, dengan spirit gotong royong untuk saling bahu-membahu memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini. Kemajemukan bangsa ini dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika terbukti sudah final dan mampu merajut persatuan bangsa secara komprehensif.

Tetapi kebhinnekaan bangsa kita akhir-akhir ini seolah mengalami ujian maha dahsyat, salah satunya dipelopori oleh kelompok radikal. Mereka getol menyebar ujaran kebencian, adu domba dan permusuhan antar anak bangsa. Ini harus kita cegah, kalau dibiarkan pasti akan menjadikan tenun kebangsaan kita robek. Perpecahan bangsa inilah yang harus kita antisipasi dengan serius, padahal kita mendirikan bangsa ini untuk bersatu dan saling membantu.

Seperti yang sering Bung Karno katakan bahwa bangsa adalah satu jiwa (une nation est ame). Satu bangsa adalah satu solidaritas yang besar (une nation est grand solidarite). Ketika kita sudah mempunya semboyan bangsa Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila sebagai ideologi falsafah bangsa, maka tugas kita ialah merajut dan merayakan kebhinnekaan dengan penuh keseriusan.

Seperti contoh terkini penghinaan terhadap ibu Alisa Wahid Putri Gus Dur, dan penghinaan kepada Ibu Iriana Jokowi di dunia maya sangat memprihatinkan kita semua. Padahal sudah jelas tentang larangan hate speech, dulu lewat Surat Edaran hate speech dengan nomor SE/06/X/2015 yang ditandatangani Kapolri pada 8 Oktober 2015. Hate speech tersebut menyangkut antara lain; penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut.

Bersatu melawan Hate Speech

Ada sebuah hadis yang berisikan sebagai berikut; muslim sejati ialah jika tetangganya aman dari lidah dan tangannya. Makna terdalamnya ialah Nabi sangat menekankan kita semua untuk menjaga lisan dan tangan, dalam konteks sekarang dengan majunya dunia informasi teknologi kita harus bijak memanfaatkan jejaring dunia maya. Jadikan dunia maya untuk merajut persaudaan dan silaturahmi. Bukan malah dijadikan ajang menyebar ujaran kebencian, tentu ini akan berhadapan dengan hukum. Selain begitu, apabila kita terus meneruskan menyebar ujaran kebencian dan menebar permusuhan kepada sesama, otomatis kita akan terjerembab menjadi kaum yang sangat rendah (asfala safilin).

Kita harus selalu mengedepankan sikap husnudzan (positif) kepada yang lain, dan menghilangkan kecurigaan (su’udzan). Apalagi sikap ashabiyah, fanatik buta atas dasar hal yang tidak produktif juga harus dibuang jauh-jauh. Mari perkuat persatuan bangsa ini. Rayakan kebhinnekaan bangsa dengan bersatu kompak melawan ujaran kebencian.

Padahal dulu tokoh bangsa kita sudah menyontohkan dengan baik perihal hubungan yang harmonis. Sebutlah Bung Karno dulu sering berdiskusi dengan Kiai Hasyim Asy’ari dan Kiai Wahab Hasbullah serta para ulama lainnya. Hubungan mereka semua terbukti mampu membuahkan hasil yakni mengantarkan Indonesia merdeka dan mampu merajut harmonis antar tokoh bangsa.

Dalam surat al-An’am ayat 82 Allah berfirman; mereka yang beriman dan tidak mengacaukan keimanan mereka dengan kedzaliman, bagi mereka itulah rasa aman. Nabi juga bersabda; “tiada sesuatu yang lebih berat timbangan (amal) seorang mukmin pada hari kiamat melebihi akhlak baik. Sesungguhnya Allah membenci perkataan keji dan jorok”. (HR. Tirmidzi). Dari kedua landasan di atas itu kita semua harus serius untuk memantapkan iman kita jangan sampai kita melakukan tindakan dzalim, seperti hate speech dan lain-lain. Karena hate speech itu tergolong ucapan jorok dan perilaku sangat keji.

Meminjam bahasa Yudi Latif memang sekarang ini kedalaman nilai ditenggelamkan, tetapi kedangkalan nilai dirayakan. Ini sebenarnya sindiran bagi kita untuk selalu berpikir mendalam sebelum melakukan sesuatu. Dengan begitu apa yang kita lakukan akan bermanfaat dan tidak merugikan orang lain. Berpikirlah mendalam sebelum anda berselancar di dunia maya, jadikan dunia maya untuk merayakan kebhinnekaan dan melawan ujaran kebencian dengan menjadikan dunia maya sebagai media untuk menjalin tali silaturahmi antar sesama. Inilah jihad sejati di era modern untuk menjaga keutuhan NKRI. Wallahu a’lam

This post was last modified on 13 September 2017 1:44 PM

Lukman Hakim

Penulis adalah Peneliti di Sakha Foundation, dan aktif di gerakan perdamaian lintas agama Yogyakarta serta Duta Damai Yogya.

Recent Posts

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

21 jam ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

21 jam ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

21 jam ago

Buku Al-Fatih 1453 di Kalangan Pelajar: Sebuah Kecolongan Besar di Intansi Pendidikan

Dunia pendidikan pernah gempar di akhir tahun 2020 lalu. Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung, pada…

21 jam ago

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

2 hari ago

Keterlibatan yang Silam Pada yang Kini dan yang Mendatang: Kearifan Ma-Hyang dan Pendidikan Kepribadian

Lamun kalbu wus tamtu Anungku mikani kang amengku Rumambating eneng ening awas eling Ngruwat serenging…

2 hari ago