Narasi

Meredupkan Rasisme, Menumbuhkan Benih-Benih Perdamaian

Sudah semestinya apabila rasisme dihilangkan dalam kehidupan ini. Selain hal ini bisa menimbulkan kebencian, rasisme juga berpengaruh pada mental seseorang. Hal semacam inilah yang seharusnya dihilangkan dalam pikiran dan tindakan setiap orang. Sebab, sifat ketidaksukaan tersebut akan mengantarkan kerenggangan dalam hidup berdampingan. Yang kemudian akan berpengaruh, dalam berkomunikasi dan interaksi antara sesama manusia.

Sederhananya, tindakan rasis seringkali terjadi dalam segala aspek kehidupan. Secara umum, tindakan rasis dipicu oleh adanya perbedaan golongan. Tidak terkecuali juga ras kulit putih dan ras kulit hitam. Yang kemudian menjadikan kedekatan meregang, sesuatu yang awalnya baik-baik saja, kemudian menjadi bumerang bagi sebagian orang. Dan, tentunya akan berpengaruh oleh orang-orang yang ada di sekitarnya.

Ada contoh besar yang terjadi di tahun 1998. Di mana Indonesia yang sebenarnya negara multicultural, pastinya tidak bisa lepas dari rasisme di dalamnya. Sebagaimana yang terjadi pada Mei 1998. Sebuah kerusuhan besar, yang mana dalam kerusuhan itu, banyak masyarakat etnis Tionghoa menjadi korban. Akibatnya, sebagian masyarakat etnis Tionghoa memilih mengungsi ke luar negeri.

Peristiwa inilah yang seharusnya menjadi pelajaran bersama. Bahwa tindakan rasisme sangat merugikan orang lain. Tidak hanya satu ataupun dua orang, melainkan banyak golongan yang akan tersakiti. Yang kemudian, tidak menutup kemungkinan, akan mengurangi rasa simpati dan empati terhadap sesama. Hingga akan menimbulkan kebencian yang bisa berujung peperangan.

Sejalan dengan itu, rasisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Seperti misalnya kesenjangan sosial, sampai dengan aspek sejarah. Sebagaimana perseteruan antara suporter sepak bola Jerman dengan Inggris, juga dipengaruhi oleh sejarah peperangan Nazi Jerman dan beberapa negara Eropa, khususnya Inggris. Dan, rasisme yang terhadap etnis Tionghoa di Indonesia terjadi karena kebijakan penguasa dan kesenjangan sosial.

Catatan inilah yang semestinya menjadi landasan setiap orang untuk mengoreksi diri sendiri, dan kemudian kembali pada kebaikan yang semestinya. Agar tidak pernah ada kebencian. Karena menyebarkan kebaikan menjadi landasan utama untuk menuai kehidupan yang bahagia. Dan, pastinya akan menghilangkan sikap rasisme terhadap golongan lain.

Sejatinya, akar permasalahan rasisme adalah ketidakmampuan kita menerima perbedaan. Hingga kita terjebak pada kategori-kategori ras ataupun etnis, bahkan bahasa. Yang kemudian berpengaruh terhadap sikap yang non toleran. Sedangkan, ketika kaji lebih dalam lagi, adanya perbedaan antar golongan manusia di muka bumi ini hanya satu, yaitu agar kita saling mengenal antara satu dengan yang lainya. Dengan saling mengenal, akan terjalin ikatan kasih sayang, bukan benih-benih permusuhan.

Untuk sudah seharusnya, kita menyuarakan perdamaian melalui ikatan persaudaraan, dan kemudian meredupkan  sikap rasis terhadap orang lain. Hingga diri ini bisa mengerti pentingnya kebersamaan, serta kerukunan dalam hidup bersosialisasi. Dan pastinya, benih-benih untuk saling menjaga akan senantiasa mengalir dari jiwa dan raga ini. Sampai dengan seseorang akan menemukan, pentingnya kebersamaan serta rasa memiliki. Tersadar, bahwa perbedaan adalah keindahan yang sebenarnya, apabila dilihat dari kaca mata yang baik pula.

Bersama mengukuhkan Kerukunan

Sikap-sikap sederhana, seperti menerima perbedaan yang demikian, seharusnya menjadi landasan bersama, untuk memupuk solidaritas. Sebagaimana yang terdapat dalam ideologi masyarakat Indonesia. Meskipun kita berbeda-beda, tapi tetap satu jua. Karena sejatinya kerukunan akan tersampaikan dengan baik, apabila setiap orang tidak membanding-bandingkan orang satu dengan orang lainya.

Percayalah, bahwa ketika kita bisa berbagi, meskipun dengan sesuatu yang sederhana, pasti akan menyimpan makna yang teramat dalam untuk penerima. Pun dengan tindakan toleran terhadap orang yang berbeda suku, etnis, ataupun bahasa. Ketika tindakan ini disalurkan dengan baik dan jelas, maka jalan kerukunan akan senantiasa terbuka. Dan, akan menjadi kebersamaan untuk membangun bahtera perdamaian yang sebenarnya.

Setiap perdamaian akan tercapai, apabila kita bisa menghargai orang lain. Setiap kerukunan akan terjalin dengan baik, apabila kita bisa mendulang rasa empati dan simpati kepada orang lain. Untuk itu, sudah seharusnya perihal saling menjaga dan mengasihi senantiasa diterapkan dalam kehidupan. Agar diri ini tidak lupa bagaimana menjadi insan yang berguna bagi sesama. Dan, tentunya tidak merugikan orang lain. Rasisme itu merusak ego dan persaudaraan, maka sudah seharusnya dihapuskan dalam kehidupan.

Sudiyantoro

Penulis adalah Penikmat Buku dan Pegiat Literasi Asli Rembang

Recent Posts

Rebranding Pancasila 5.0: Memviralkan Kebangsaan Gen Z di Era Digital

Mari kita bayangkan Indonesia bukan dilihat dari 10 atau 20 tahun yang lalu. Tetapi, bayangkan…

13 jam ago

Dakwah Nge-Pop ala Influencer HTI; Ancaman Soft-Radicalism yang Menyasar Gen Z

Strategi rebranding Hizbut Tahrir Indonesia alias HTI tampaknya cukup berhasil. Meski entitas HTI secara fisik…

16 jam ago

Performative Male: Ruang Gelap Radikalisasi yang Menggurita di Era Gen Z

Validasi adalah sebuah elemen yang melekat pada Generasi Z. Keduanya berkelindan. Tak terpisahkan. Beberapa tahun…

16 jam ago

Membedah Anatomi Gerakan Gen Z; Membangun Imajinasi Keindonesiaan yang Otentik

Geliat gerakan yang dimotori gen Z di sejumlah negara ternyata tidak dapat dipandang sebelah mata.…

2 hari ago

Wajah Baru Radikalisasi di Dunia Game

Gen Z lahir dengan dua kewarganegaraan. Indonesian citizenship dan internet citizenship (netizen). Bagi mereka, tidak…

2 hari ago

Gen-Z dan Islam Moderat; Bagaimana Ekologi Media Membentuk Identitas Beragama yang Inklusif?

Hasil survei dari Alvara Institute pada tahun 2022 lalu menyebutkan bahwa agama menjadi salah satu…

2 hari ago