Dalam beberapa tahun terakhir, banyak penggunaan isu konflik global yang melibatkan negara-negara Timur Tengah, sebagai alat propaganda oleh kelompok radikal dan intoleran. Salah satu tokoh yang mengingatkan kita akan isu global ini adalah Mantan Amir Jamaah Islamiyah, Para Wijayanto.
Dalam sebuah wawancara, Amir menegaskan bahwa perang di Timur Tengah bukan hanya masalah agama, tetapi lebih kepada kepentingan politik, ekonomi, dan keamanan. Pernyataan tersebut penting untuk diingat, mengingat banyak pihak yang berusaha memanfaatkan sentimen keagamaan untuk mendalangi sebuah konflik yang lebih besar, yang sering kali berbasis pada ideologi tertentu.
Isu seperti konflik antara Israel dan Iran, kerap dijadikan alat oleh kelompok-kelompok radikal untuk menyebarkan narasi kebencian dan permusuhan antaragama. Dengan menggunakan simbolisme agama yang kental, mereka berupaya memperkeruh suasana dan memperlebar jarak antara umat beragama, dengan tujuan menggalang simpati dan merekrut anggota baru. Namun, esensi dari konflik tersebut jauh lebih kompleks dan tidak dapat disederhanakan menjadi sekadar pertarungan hitam-putih yang menyangkut agama.
Geopolitik global, khususnya yang melibatkan negara besar dan konflik-konflik di Timur Tengah, adalah medan perang ideologi yang sering kali disalahgunakan oleh kelompok ekstrem untuk tujuan politik dan ideologis mereka. Dalam banyak kasus, kelompok radikal menggunakan konflik sebagai sarana untuk menarik perhatian publik dan memperjuangkan agenda mereka, tanpa mempertimbangkan dampak sosial yang lebih luas.
Menurut penelitian yang diterbitkan oleh Syarif (2019) dalam Religion in the Conflict Flows, propaganda berbasis agama sering kali memanfaatkan ketidakpastian dan ketegangan dalam konflik global untuk membangkitkan solidaritas umat tertentu. Kelompok-kelompok ini sering kali menggunakan narasi yang menekankan pada “perang peradaban” atau “perang salib baru”, yang secara langsung mengaitkan masalah politik dengan konflik agama. Umat Islam sering kali menjadi korban propaganda, dengan dipaksa memilih antara dua kutub ekstrem, baik itu mendukung satu pihak atau lainnya, tanpa melihat gambaran besar dari konflik tersebut.
Selain itu, narasi yang dibangun oleh kelompok-kelompok radikal ini cenderung menyederhanakan konflik dengan mengabaikan dimensi ekonomi dan politik yang jauh lebih luas. Perjuangan agama menjadi alasan utama untuk bergabung dengan kelompok ekstrem. Padahal, realitasnya jauh lebih rumit. Konflik Israel-Iran, misalnya, tidak hanya tentang perbedaan agama, tetapi juga tentang pertarungan geopolitik, dominasi regional, dan pergeseran kekuatan global.
Menggunakan sentimen agama sebagai senjata dalam propaganda radikal dapat mengarah pada polarisasi sosial yang sangat berbahaya. Hal ini sering kali membuat masyarakat terpecah belah, dengan masing-masing kelompok berfokus pada perbedaan mereka ketimbang menemukan kesamaan yang dapat mempererat hubungan antarumat beragama. Pemahaman agama yang sempit sering kali digunakan untuk melegitimasi kekerasan, dan ini dapat mengarah pada peningkatan jumlah perekrutan anggota kelompok radikal yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman terhadap tujuan asli dari konflik-konflik ini.
Di Indonesia, yang merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar, propaganda semacam ini sangat berbahaya. Masyarakat yang telah lama hidup dalam harmoni antaragama, dengan semangat Pancasila sebagai ideologi negara, harus mampu melawan narasi kebencian yang coba disebarkan oleh kelompok radikal. Tidak hanya itu, Indonesia juga harus berperan aktif dalam menghentikan polarisasi yang disebabkan oleh propaganda global ini, dan lebih fokus pada nilai-nilai kemanusiaan universal yang terkandung dalam Pancasila.
Sebagai negara yang majemuk dan berideologi Pancasila, masyarakat Indonesia harus memiliki kemampuan untuk memilah antara kepedulian terhadap kemanusiaan dan jebakan ideologis. Seiring dengan berkembangnya arus informasi yang semakin cepat, masyarakat harus dibekali dengan kemampuan analitis yang baik untuk memisahkan antara fakta dan opini, antara pemahaman agama yang mendalam dan propaganda yang disebarkan untuk kepentingan tertentu.
Pendidikan dan literasi media menjadi aspek yang sangat penting dalam membentuk kesadaran kritis ini. Melalui pendekatan yang berbasis pada nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat dapat lebih mudah mengidentifikasi narasi-narasi yang berpotensi memecah belah. Selain itu, peran pemerintah juga sangat penting dalam memberikan pemahaman yang tepat tentang dinamika konflik global kepada masyarakat, serta dalam menjunjung tinggi prinsip-prinsip perdamaian dan keadilan di tingkat internasional.
Lebih jauh lagi, sikap kritis yang terbangun dalam masyarakat akan sangat memengaruhi sikap politik luar negeri Indonesia. Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki peran strategis dalam meredakan ketegangan global. Melalui kebijakan luar negeri yang menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian dan kesejahteraan umat manusia, Indonesia dapat menjadi contoh negara yang mampu menyikapi konflik global dengan bijak, tanpa terjebak pada narasi yang diciptakan oleh kelompok-kelompok radikal.
Dalam menghadapi propaganda radikal berbasis konflik global, masyarakat Indonesia harus selalu waspada terhadap narasi yang dapat memecah belah persatuan. Pendidikan, literasi media, dan kesadaran kritis adalah kunci untuk membongkar pola propaganda ini. Dengan pendekatan yang berbasis pada nilai-nilai kemanusiaan dan Pancasila, kita dapat mencegah terjebaknya umat Islam dan masyarakat Indonesia secara umum dalam permainan politik yang merugikan. Sebagai negara yang mengutamakan perdamaian, Indonesia harus berkomitmen untuk memainkan peran aktif dalam meredakan ketegangan internasional dan memajukan dialog antarumat beragama.
Tanggal 18 Juni diperingati sebagai Hari Melawan Ujaran Kebencian Internasional. Peringatan ini merujuk pada resolusi…
Konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina kembali memasuki fase kritis, ditandai dengan agresi militer yang…
Membincangkan Timur Tengah seolah tidak lepas dari persoalan kemanusiaan dan konflik berkepanjangan. Satu konflik berakhir,…
Kemajuan Artificial Intelligence (AI) saat ini telah banyak disalahgunakan, termasuk oleh kaum radikal. Mereka mulai…
Problem aneksasi wilayah Palestina oleh Israel telah menjadi semacam konflik abadi di Timur Tengah. Tidak…
Sabtu (7/6/2025), empat ekor gajah yang berada di baris terdepan mengayunkan langkah kaki menuju Pura…