Narasi

Moderasi Islam: Melawan Radikalisme

Gerakan paham radikalisme di Indonesia semakin meluas sampai ke dunia maya. Radikal merupakan suatu faham yang menginginkan perubahan secara cepat yang dilakukan dengan cara kekerasan, sedangkan terorisme merupakan suatu kegiatan atau serangan yang bertujuan untuk memberikan ketakutan kepada masyarakat. Adapun tindakan kekerasan dapat dilakukan dengan cara antara lain pengeboman, pembunuhan secara sadis, penculikan, penyanderaan, hingga pembajakan. Ideologi Pancasila adalah Paham untuk mencegah adanya radikalisme baik itu radikalisme agama maupun radikalisme kesukuan yang jutrsu merusak demokrasi bangsa Indonesia.

Radikalisme destruktif atau merusak bermakna suatu faham yang mengakar pada penganutnya dengan ciri atau berbentuk radikalisme  keagamaan munculnya beberapa ormas yang mengarah pada radikalisme. Salah satu organisasi yang berkembang saat ini dan berpotensi menjadi gerakan radikal adalah Islam radikal yang dapat menginspirasi munculnya kondisi rawan terjadi pergesekan antar umat Islam. Faham radikal dapat memecah belah NKRI karena bertentangan dengan ideologi Pancasila. Radikalisme perlu diwaspadai karena dapat memecah belah NKRI dan Islam radikal merupakan salah satu bagian dari radikalisme yang bertujuan untuk menegakkan khilafah, dan perlu diingat oleh bangsa Indonesia bahwa Islam radikal bukanlah organisasi Islam yang lahir dari daerah atau provinsi tertentu di Indonesia, sehingga Islam radikal adalah aliran transnasional yang masuk ke Indonesia.

Vaksin anti radikalisme di Indonesia hanya bisa disembuhkan dengan moderasi beragama. Moderasi sendiri adalah jalan pertengahan, yang sesuai dengan inti ajaran Islam dan juga fitrah manusia. “Karena itu, umat Islam disebut dengan Ummatan Washathan yang berarti umat pertengahan. Umat yang serasi dan seimbang, yang mampu memadukan antara dua kutub agama terdahulu. Umat yang mengambil jalan tengah, dengan tujuan tidak memihak ke kanan maupu ke kiri. Moderasi beragama cenderung pada perdamaiaan, persatuan dan berupaya menghindari konflik.

Dalam kontek moderasi beragama, penulis mengambail moderasi beragama dalam perspekti agama Islam yakni moderasi Islam.  Moderasi Islam telah dijelaskan dalam  Al Quran dan hadis banyak disebutkan tentang pentingnya sikap moderat, serta posisi umat Islam sebagai umat yang moderat dan terbaik. Toleransi dan moderasi adalah nilai inti dalam ajaran Islam. Sangat penting mengembangkan nilai-nilai toleran dan moderat untuk mengatasi persoalan umat seperti radikalisasi keagamaan, kekerasan atas nama agama, pengafiran pihak lain, sikap ekstrim, fanatisme berlebihan.

Islam wasathiyah merupakan bagian dari moderasi Islam yang dapat dijadikan vaksin anti Radikalisme di Indonesia. Islam Wasathiyah sejatinya merupakan ajaran ulama nusantara yang selama ini dianut dan diamalkan oleh umat Islam di nusantara. Namun setelah terjadinya revolusi teknologi informasi, di mana semua paham keagamaan bisa diakses dengan mudah dan bebas oleh masyarakat, maka mulailah ajaran keagamaan yang awalnya tidak dikenal di Indonesia dan berkembang di negara lain, mulai masuk dan diajarkan di Indonesia. Termasuk ajaran keagamaan yang radikal yang bisa membimbing pemeluknya melakukan tindakan teror. Karena itu merupakan hal yang sangat penting untuk mengembalikan umat Islam kepada ajaran ulama nusantara. Antara lain dengan mengembalikan pemahaman Islam wasathiyah dan Islam Rahmatan lil alamiin.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah : 143 yang artinya : “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam); umat pertengahan (yang adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”.

Dalam prakteknya secara nyata, Islam Wasathiyah meliputi: pertama, Tawassuth (mengambil jalan tengah) yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama), Kedua, Tawazun (berkeseimbangan) yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan). Ketiga, I’tidal (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional. Keempat, Tasamuh (toleransi) yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Kelima, Musawah (egaliter) yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan atau agama, tradisi dan asal usul seseorang. Keenam, Syura (Musyawarah) segala persoalan kebangsaan itu harus diselesaikan dengan jalan musyawarah mufakat. Ketujuh, dengan cara Ishlah yakni lebih mengutamakan prinsip reformastif dalam upaya mencapai keadaan yang lebih baik dalam mengakomodasi segala perubahan dan kemajuan dengan berpijak pada kemaslahatan umum (mashlahah’ amah) dengan tetap berpegang pada prinsip al-muhafazhah ‘ala al-qadimi al shalih wa al-akhdzu bi al jadidi al-ashlah (merawat tradisi merespon modernisasi). Kedelapan,  Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas) yaitu kemampuan mengidentifikasi hal-ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih rendah. (https://www.nu.or.id/post/read/92288/esensi-dakwah-islam-wasathiyah).

Oleh karena itu, untuk menangkal anti Radikalisme di Indonesia, ketika orang-orang Islam radikal dengan memanfaatkan adanya musim pandemi ini, maka diperlukan interenalisiasi kesadaran terhadap nilai-nilai Islam Wasathiyah sehingga Islam radikal dapat dibendung. Moderasi Islam dengan penanaman Islam Wasathiyah merupakan senjata ampuh dalam membuka kesadaran pemikiran orang orang Islam yang berpikiran radikal, sehingga dapat dicegah sejak dini. Semoga.

This post was last modified on 26 Maret 2021 2:46 PM

Syahrul Kirom, M.Phil

Penulis adalah Alumnus Program Master Filsafat, Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta.

Recent Posts

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

13 jam ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

13 jam ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

13 jam ago

Buku Al-Fatih 1453 di Kalangan Pelajar: Sebuah Kecolongan Besar di Intansi Pendidikan

Dunia pendidikan pernah gempar di akhir tahun 2020 lalu. Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung, pada…

13 jam ago

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

1 hari ago

Keterlibatan yang Silam Pada yang Kini dan yang Mendatang: Kearifan Ma-Hyang dan Pendidikan Kepribadian

Lamun kalbu wus tamtu Anungku mikani kang amengku Rumambating eneng ening awas eling Ngruwat serenging…

1 hari ago