Narasi

Natal dan Solusi Perpecahan Umat Muslim

Masih dalam nuansa Natal dan tahun baru (nataru). Di negara majemuk, Natal selalu menjadi bahan diskusi tahunan. Di kalangan muslim, ucapan “Selamat Natal” dan pemberian keamanan beribadah atas nama kemanusiaan selalu menjadi perdebatan. Ada sebagian kelompok muslim yang membolehkan bahkan menganjurkan namun ada sebagian yang melarang bahkan mengharamkan.

Pro dan kontra yang terjadi di kalangan umat muslim terkait adanya peringatan hari natal dipastikan tidak akan pernah ada ujung selesainya. Tidak mungkin satu pihak “menyerah” sehingga mengikuti pendapat lainnya. Perbedaan pemahaman semacam ini merupakan sunnatullah yang tidak dapat dihindarkan. Dan sebenarnya, keduanya sama-sama ber-ijtihad mencari kebenaran dan keutamaan. Kelompok yang mengucapkan selamat natal dan bahkan memberikan pengamanan saat beribadah ingin mendapatkan pahala besar karena berusaha menjalankan ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia) dan wathaniyah (persaudaraan sebangsa dan setanah air). Sementara, kelompok yang kontra dengan ucapan selamat natal dan pemberian keamanan berusaha menjaga keimanan agar tidak terkontaminasi.

Tulisan ini tidak akan membahas manakah di antara dua kelompok muslim tersebut yang paling benar. Penulis justru memandang bahwa perbedaan pendapat tersebut harus dikelola dengan baik sehingga kedua belah pihak bisa saling memahami dan menghormati. Alhasil, kedamaian dalam perbedaan pendapat akan terus terjadi.

Akan menjadi aneh manakala terdapat kelompok muslim dapat dengan mudah berinteraksi dan berdamai dengan pemeluk agama lain namun kepada saudara seiman tidak bisa akur. Dan kenyataan ini sudah sering terjadi. Termasuk dalam peristiwa kelompok muslim bisa memberikan pengamanan sukarela dalam ibadah Natal merupakan contoh sikap akur antara kelompok umat muslim dan non-muslim. Sementara, nyinyiran dan sindiran antar kelompok sesama muslim di media maya akan perbedaan pendapat terkait ucapan selamat natal dan pemberian keamanan merupakan contoh ketidakharmonisan hubungan sesama umat muslim.

Fenomena ini tentu tidak dapat dibenarkan. Allah SWT sendiri memerintahkan kepada umat muslim agar menjaga persatuan. Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa kelanjutan kata ‘berpegang teguh kepada agama Allah SWT’ adalah ‘larangan perpecahan’. Allah SWT berfirman:

“Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia- Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (Ali ‘Imran [3]: 103).

Persatuan adalah keniscayaan. Umat muslim satu dengan yang lainnya bagaikan satu kesatuan bangunan yang saling menguatkan. Rasulullah SAW bersabda:

“Orang beriman terhadap orang beriman lainnya bagaikan satu bangunan yang satu sama lain saling menguatkan. Dan beliau (mendemonstrasikannya dengan cara) menyilangkan jari jemari beliau.” (HR Bukhari).

Ketika ada perpecahan, menjadi kewajiban bersama adalah mendamaikan. Jangan sampai perpecahan terus-menerus terjadi di dalam internal umat muslim. Allah SWT memerintahkan:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. al-Hujurat [49]:10).

Dari sini, tidak ada pilihan lain bagi umat muslim, jika ingin mengikuti Allah SWT sebagai Tuhannya dan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya, maka persatuan adalah jalan satu-satunya. Perlu diingat kembali bahwa persatuan tidak mengharuskan adanya persamaan. Persatuan bisa diwujudkan meski dalam perbedaan.

Langkah pertama dalam mencari solusi perpecahan agar menjadi persatuan sesama umat muslim adalah antara satu kelompok dengan yang lain adalah sama-sama makhluk Tuhan, yang posisinya sebagai hamba. Konsekuensinya, mereka harus menurut apa yang diperintahkan Tuhan. Tidak diperkenankan untuk saling gagah-gagahan sesama manusia. Tentu akan menjadi lucu manakala merasa sebagai hamba namun dalam kesempatan yang sama merasa paling gagah. Di sini, antar sesama muslim harus bisa memahami dan berusaha mengamalkan perintah untuk saling bersaudara antar sesama muslim.

Kesadaran akan diri sebagai hamba yang lemah menjadikan diri setiap kelompok saling mengoreksi diri (muhasabah), apakah yang ia lakukan benar atau tidak. Muhasabah/introspeksi yang perlu dilakukan umat muslim yang merasa nyaman berkawan dengan non muslim namun canggung kepada sesama muslim adalah terkait keadilan. Sudahkah kelompok ini memberikan keadilan dalam menjalankan ukhuwah? Apakah ukhuwah islamiyah (persaudaraan sesama muslim) sudah ia upayakan sebagaimana ukhuwah insaniyah dan wathaniyah atau belum. Ukhuwah ini harus dijalankan bersama-sama tanpa diperbolehkan meninggalkan yang lain.

Bagi kelompok yang tidak sejalan dengan ucapan selamat natal dan beragam beragam kegiatan kemanusiaan demi menjaga akidah juga mesti introspeksi, kenapa tidak bisa akur dengan sesama muslim yang (hanya) beda pandangan terkait natal? Introspeksi yang perlu dilakukan adalah, apakah kelompoknya terlalu eksklusif sehingga tidak bisa akur dengan orang lain, bahkan sesama muslim?

Jika ini sudah dilakukan, maka kedua kelompok muslim harus saling meningkatkan upaya menjalankan ukhuwah islamiyah. Sikap eksklusif harus diubah menjadi inklusif. Jika kedua hal ini bisa dilakukan, persatuan dalam perbedaan akan bisa dilaksanakan. Dan jika ini terjadi, dampaknya akan mendapat keridhaan Allah SWT karena mampu melaksanakan perintah-perintah-Nya sekaligus kenyamanan hidup di tengah kemajemukan.Wallahu a’lam.

This post was last modified on 26 Desember 2023 5:32 PM

Anton Prasetyo

Pengurus Lajnah Ta'lif Wan Nasyr (LTN) Nahdlatul Ulama (LTN NU) dan aktif mengajar di Ponpes Nurul Ummah Yogyakarta

Recent Posts

Tiga Nilai Maulid ala Nusantara; Religiusitas, Kreativitas, Solidaritas

Menurut catatan sejarah, perayaan Maulid Nabi Muhammad secara besar-besaran muncul pertama kali di Mesir pada…

19 jam ago

Muhammad dan Kehidupan

Konon, al-Ghazali adalah salah satu ulama yang memandang sosok Muhammad dengan dua perspektif, sebagai sosok…

21 jam ago

Meneladani Nabi Muhammad SAW secara Kaffah, Bukan Sekedar Tampilan Semata

Meneladani Nabi adalah sebuah komitmen yang jauh melampaui sekadar tampilan fisik. Sayangnya, sebagian kelompok sering…

21 jam ago

Warisan Toleransi Nabi SAW; Dari Tanah Suci ke Bumi NKRI

Toleransi beragama adalah energi lembut yang dapat menyatukan perbedaan. Itulah kiranya, salah satu ajaran mulia…

2 hari ago

Walima, Tradisi Maulid ala Masyarakat Gorontalo yang Mempersatukan

Walima, dalam konteks tradisi Maulid Nabi, adalah salah satu momen yang sangat dinanti dan dihormati…

2 hari ago

Darul Mitsaq; Legacy Rasulullah yang Diadaptasi ke Nusantara

Salah satu fase atau bagian paling menarik dalam keseluruhan kisah hidup Rasulullah adalah sepak terjang…

2 hari ago