Narasi

Pahlawan Zaman Now: Membangun Optimisme Bernegara

Masih segar dalam ingatan saya, beberapa waktu yang lalu, pernah ada salah seorang peserta diskusi akademik yang berprofesi sebagai seorang guru menceritakan pengalamannya bertemu dengan salah seorang pelajar berkewarganegaraan Korea yang telah menyelesaikan studi sekolah menegah di Indonesia. Keberadaan pelajar dari Korea tersebut mengemban misi khusus dari negaranya untuk mempelajari segala sesuatu mengenai Indonesia, terutama perihal kebudayaan dan perilaku masyarakatnya. Dalam kesempatan yang sama, beliau (guru tersebut) bertanya kenapa negara kamu secara khusus mengutus kamu belajar di Indonesia ?, dalam bahasa yang lugas pelajar Korea ini menjawab bahwa keberadaannya memang dipersiapkan oleh negaranya untuk menjadi seorang pimpinan perusahaan jika suatu saat nanti negaranya berkesempatan membangun perusahaan di Indonesia.

Mendengar cerita ini, secara pribadi saya kaget, Korea telah sedemikian rupa menyiapkan masa depan negaranya dengan menjadikan generasi muda sebagai agen ideologisnya. Meski kemudian narasi tersebut dapat kita baca sebagai suatu lompatan kapitalisasi perusahaan yang dimiliki oleh Korea, namun pada sisi yang lain, hal tersebut merupakan “desain ideologis” yang dilakukan oleh Korea untuk meneguhkan eksistensinya di kancah global.  Pada perspektif historikal, anak-anak muda Korea secara langsung telah mengemban misi kepahlawanan dari negaranya.

Misi Kepahlawanan

Pertanyaan yang kemudian muncul dalam benak kita, bagaimana dengan generasi muda bangsa ini ? yang seringkali dikatakan sebagai generasi millineal. Sudahkah mereka mengemban misi kepahlawanan yang secara ideologis akan membawa narasi peradaban bangsa ini di masa mendatang. Keberadaan generasi millenal tidak lain merupakan bagian dari bonus demografi yang sedang dinikmati oleh negara ini. Maka menjadi penting untuk kemudian mengarahkan mereka kepada hal hal yang bersifat konstruktif dan produktif. Tentunya sangat menarik jika kita merefleksikan paradigma kepahlawanan di masa lalu dengan perspektif kepahlawanan saat ini atau populer dikalangan generasi milleneal dengan istilah “pahlawan zaman now”. Sudah tentu mereka tidak akan pernah berpikir untuk melakukan kerja-kerja kepahlawanan dengan mengangkat senjata dan mengorbankan jiwa raganya. Konstruksi kepahlawanan seperti itu bisa jadi hanya ada dalam ruang logika dan seturut dengan literasi sejarah yang mereka pahami.

Disinilah menjadi menarik untuk melakukan konstruksi kembali atas makna kepahlawanan. Jika Korea telah membangun sebuah konstruksi kerja kepahlawanan dengan mengutus generasi mudanya belajar di seluruh negara di dunia dengan harapan mereka nantinya akan menjadi top manager disana, maka bangsa ini seharusnya bisa melakukan hal yang sama, minimal. Narasi atau desain kerja-kerja ideologis inilah yang sepatutnya menjadi perhatian dari negara, terutama stakeholder yang selama ini membidangi pendidikan. Arahkan generasi muda (millineal) ini sebagai agen-agen yang kedepan mampu melakukan perubahan yang lebih baik dan pastikan mereka adalah generasi ideologis yang tidak hanya berpikir untuk kepentingan dirinya sendiri.

Pahlawan zaman now, adalah mereka, generasi muda yang memiliki kedewasaan serta kematangan untuk memahami persoalan disekelilingnya dan mampu memberikan kontribusi bagi upaya penyelesainnya. Disamping itu, mereka akan menjadi generasi yang ideologis dan tidak hanya menjadi generasi biologis ansich. Merujuk pada kajian (riset) yang dilakukan oleh  Centre For Strategic and International Studies (CSIS) mengenai “ Ada Apa dengan Milleneal, Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik” yang dirilis pada bulan November (2017), menggambarkan bahwa 94,8% generasi millineal (usia 17-29 tahun) menunjukkan rasa optimis terhadap masa depan negara yang dalam konteks ini dikaji pada perspektif ekonomi, sosial, dan politik. Kemudian pada isu mengenai toleransi, 90,5% responden generasi milleneal menyatakan mendukung Pancasila sebagai pondasi bernegara, termasuk didalamnya sebagai etika dalam berpolitik.

Epilog

Data tersebut setidaknya memberikan gambaran bahwa ada potensi sumber daya yang perlu digarap oleh negara guna merawat landskap ke-Indonesia-an kita di masa mendatang. Setidaknya sampai detik ini kita cukup lega melihat generasi milleneal merupakan generasi yang masih memegang prinsip ideologis bernegara. Pun, dalam konteks ini tidak hanya cukup pada sekedar pernyataan, namun perlu penguatan literasi ideologis agar mereka benar-benar menjadi pahlawan suatu saat nanti.

This post was last modified on 13 November 2020 2:53 PM

Agung SS Widodo, MA

Penulis adalah Peneliti Sosia-Politik Pusat Studi Pancasila UGM dan Institute For Research and Indonesian Studies (IRIS)

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

8 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

8 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

8 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

8 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

1 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

1 hari ago