Terorisme tidak lahir dari ruang hampa. Ia tumbuh, berkembang, dan menjalar ke setiap penjuru negri ini berpijak dari ideologi yang diusungnya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa semua aksi-aksi terorisme selalu membawa sebuah pemikiran yang menghendaki perubahan dasar negara dari Pancasila kepada sistem khilafah. Gerakan ekstrimisme ini dibarengi dengan berbagai aksi brutal yang tidak manusiawi. Tidak sedikit korban yang mati sia-sia. Atas dasar itulah BNPT dilahirkan. Yakni untuk mencegah dan memotong gerakan ekstrimisme demi keutuhan bangsa dan negara.
Namun pertanyaannya kemudian, bagaimana pandangan Islam terhadap kerja-kerja BNPT? Bukankah para teroris itu beragama Islam yang secara tidak langsung dengan membunuh teroris sama dengan membunuh umat Islam? Bukankah mereka melakukan aksi itu berdasarkan ayat-ayat al Qur’an dan pentunjuk hadits? Pertanyaan ini sebenarnya diajukan karena berdasarkan pendapat beberapa umat Islam yang menganggap bahwa baik BNPT maupun pihak kepolisian telah menganiaya dan membunuh umat Islam karena membunuh teroris.
Perlu dipahami bahwa Islam itu cinta damai. Sepanjang sejarah Islam, tidak pernah terjadi peperangan tanpa didahului dengan diplomasi. Peperangan pun yang terjadi hanya untuk menanggulangi dan membela diri dari serangan musuh. Jika jalan perang tidak bisa dihindari lagi maka perang itu biasanya terjadi di luar kota. Hal ini agar tidak ada korban dari pihak sipil yang harus dijamin keselamatan dan kedamaiannya. Ini artinya, dalam kondisi perang pun, Islam sangat menjamin kedamaian dan kemashlahatan umat. Tidak salah jika Jalaluddin al Suyuthi mengatakan bahwa seluruh kebijakan dan tindak tanduk pemerintahan harus diarahkan pada kemashalahatan umat.
Demi kedamaian itu, Islam memberikan patokan khusus siapa saja orang-orang yang harus diperangi. Al Mawardi dalam kitab “al Ahkam al Sulthaniyah”menjabarkan beberapa kelompok yang wajib diperangi. Salah satunya adalah al muharibin. Dalam pandangan al Mawardi al Muharibin ini merupakan orang-orang yang menciptakan peperangan dalam kedamaian. Masuk dalam kelompok ini adalah qathi’ al thariq. Yakni orang-orang yang mencegah orang lain untuk hidup dalam kedamaian. Mereka ini disebut sebagai ahlil fasad; kelompok perusak. Karena merusak kedamaian umat. Dalam konteks sekarang, mungkin mereka adalah kaum radikal atau teroris.
Namun untuk mendapatkan kedamaian itu bukanlah perkara mudah. Aksi-aksi terorisme tidak hanya terjadi karena adanya bom melainkan juga adanya orang yang secara diam-diam merekrut pelaku teroris. Karenanya, dalam konteks ini pendapat Ibn Taymiyyah dalam “al Siyasah al Syariah fi Ishlah al Ra’i wal Raiyyah” bisa dipakai. Bahwa jika kemashalahatan tidak bisa ditempuh dalam dengan satu kelompok maka harus ditambah dengan kelompok yang berbeda dengan format dan strategi yang berbeda pula. Langkah BNPT dan Densus 88 merupakan dua cara dari dua kelompok untuk satu tujuan. Yakni menghalau dan membentengi masyarakat dari aksi brutal terorisme yang bisa mengorbankan harta dan nyawa.
Ibn Taymiyah membedakan kelompok al muharibin ini dengan perampok pada umumnya. Al Muharibin ini merupakan orang-orang yang sengaja membunuh banyak orang dengan tujuan melakukan perlawanan terhadap pemerintahan yang sah. Sementara perampok hanyalah pembunuh untuk mendapat harta. Terhadap al muharibin ini, Ibn Taymiyah tidak membolehkan mengampuni mereka sesuai dengan ijma’ ulama. La yajuzul afwu ‘anhu bihalin bi ijma’ al ulama. Sementara terhadap perampok, bisa diampuni atau tidak. Al muharibin ini adalah teroris itu.
Namun demikian, tindakan yang harus dilakukan jauh sebelum lahir dan merebaknya kelompok al muharibin ini adalah al nahyu atau pencegahan. Pencegahan bisa dilakukan dengan banyak cara. Salah satunya adalah menyadarkan masyarakat tentang bahaya kaum ekstrimis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta memotong gerak langkah kaum ekstrimis tersebut. Pencagahan inilah yang dilakukan oleh BNPT selama beberapa tahun belakangan ini.
Tindakan BNPT ini jauh lebih penting dari pada membunuh atau memenjarakan satu persatu dari kelompok ekstrimis tersebut. Karena memotong laju rekrutmen ekstrimisme di masyarakat lebih memiliki daya penghancur di sel-sel ideologi terorisme. Dari sini bisa dilihat, jika perburuan terhadap aksi terorisme hanya menutup letupan ekstrimisme sementara BNPT justru berusaha memadamkan magma panas yang bisa mengakibatkan ledakan itu. Ini memang berat dan beresiko, karenanya tanpa dukungan dari masyarakat luas tentu tidak akan memberikan dampak signifikan. Wallahu a’lam.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…