Narasi

Partisipasi Politik Gen Z dan Milenial sebagai Generasi Emas Indonesia 2045

Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2024 kali ini sebanyak 204,8 juta pemilih yang dibagi dalam beberapa generasi. Generasi Pre-Boomer yang lahir sebelum 1945 (1,77%), Baby Boomer lahir 1946-1964 (13,79%), Gen X lahir 1965-1980 (28,05%), Milenial lahir 198-1996 (33,55%), dan Gen Z lahir 1997-2012 (22,84%).

Mengacu pada di atas jumlah pemilih terbesar adalah Gen Z dan Milenial. Selain jumlah pemilih terbesar, kelompok ini disebut-sebut sebagai generasi emas 2045, tepat saat negara ini berusia seratus tahun.

Total pemilih Gen Z dan Milenial mencapai 116 juta atau 56%. Jumlah tersebut tentunya sangat menggiurkan sehingga menjadi perebutan dalam kontestasi Pemilu tahun ini. Kabar baiknya lagi, partisipasi politik pemilih muda sangat tinggi dalam satu dekade terakhir.

Pada Pemilu 2019 lalu, partisipasi pemilih muda sebanyak 91,3% dan sisanya golput. Mengalami kenaikan dari pemilu 2014 dimana partisipasi pemilih muda diangka 85,9%, sementara sisanya golput.

Tren baik peningkatan partisipasi pemilih muda ini merupakan berita gembira. Partisipasi tinggi kaum muda dalam Pemilu menjadi indikator kepedulian mereka terhadap negara juga sangat tinggi. Bagaimanapun, pemuda merupakan penerus estafet perjuangan bangsa Indonesia untuk menjadi lebih baik.

Akan tetapi, partisipasi tinggi pemilih muda menjadi bahaya besar apabila tidak dikelola secara baik. Misalnya kelompok radikal terorisme yang melakukan upaya penggiringan kaum muda pada kepentingan mendirikan negara khilafah di Indonesia. Dengan propaganda “Gen Z melek politik khilafah”, adalah upaya merusak negara dengan memanfaatkan kelompok pemilih muda yang angkanya sangat tinggi tersebut.

Hal ini merupakan upaya lanjutan kelompok radikal terorisme setelah usaha sebelumnya gagal, yakni narasi demokrasi bukan produk Islam, pemilu merupakan sistem kafir, dan seterusnya. Kali ini, mereka mencoba masuk ke dalam sistem demokrasi dan bahkan ikut dalam kontestasi Pemilu, namun tujuannya tak menyimpang dari niat semula untuk merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Karenanya, menjaga kelompok Gen Z dan Milenial dari pengaruh kelompok radikal terorisme merupakan kewajiban seluruh rakyat Indonesia. Menjaga supaya kaum muda tetap dengan semangatnya yang visioner, kritis, mandiri dan independen. Faktor ini yang menentukan arah ke depan bangsa Indonesia. Suatu ciri partisipasi politik yang akan menghasilkan pemimpin yang baik.

Apalagi di zaman yang serba digital seperti saat ini. Kelompok pemuda selalu identik dengan kemampuan adaptasi yang cepat dengan media sosial. Hal ini merupakan kekuatan baru dalam dinamika politik di Indonesia.

Tak heran, apabila kelompok radikal terorisme melakukan pergerakan untuk menebarkan propaganda-propaganda seperti di atas melalu media sosial. Sehingga pada akhirnya kelompok pemilih pemuda akan menjadi objek suara, bukan sebagai subjek yang menentukan.

Seharusnya, kaum muda merupakan generasi yang memiliki kekuatan untuk membuat perubahan ke arah yang lebih baik diberbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan sebaliknya, menjadi boneka dan alat kepentingan politik tertentu, apalagi kepentingan kelompok radikal terorisme.

Kaum muda harus menyadari hal ini. Pada diri mereka harus tertanam kuat prinsip “menjaga persatuan, meski beda pilihan”. Memahami pentingnya menghargai perbedaan dan menghindari arus politik yang berbau sara serta politik identitas yang berpotensi memecah belah.

Bagi kaum muda yang memiliki ciri khas visioner, cerdas, kritis, mandiri dan independen, maka pemilu sejatinya merupakan sarana integrasi bangsa, bukan ancaman disintegrasi bangsa. Oleh karena itu, kerentanan dan kerawanan sosial dalam tahun politik ini harus dipagari dengan semangat toleransi antar anak bangsa dengan prinsip, “beda pilihan, tetap toleran”. Menciptakan alam demokrasi dimana perbedaan aspirasi disalurkan melalui Pemilu yang demokratis dan beradab.

Kaum muda sebagai pemilih terbesar memiliki kewajiban dan tanggungjawab untuk menjaga keutuhan bangsa. Artinya, Pemilu dengan segala perbedaan pilihan tidak boleh mengorbankan pilar utama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pemilu, sejatinya menjadi ajang mencari pemimpin terbaik, bukan menciptakan polarisasi masyarakat dalam dua kutub dukungan disertai permusuhan dan kebencian. Bhinneka Tunggal Ika tetap sebagai pilar utama dalam sistem demokrasi kita.

This post was last modified on 12 Februari 2024 11:57 AM

Faizatul Ummah

Recent Posts

Kultur yang Intoleran Didorong oleh Intoleransi Struktural

Dalam minggu terakhir saja, dua kasus intoleransi mencuat seperti yang terjadi di Pamulang dan di…

3 hari ago

Moderasi Beragama adalah Khittah Beragama dan Jalan Damai Berbangsa

Agama tidak bisa dipisahkan dari nilai kemanusiaan karena ia hadir untuk menunjukkan kepada manusia suatu…

3 hari ago

Melacak Fakta Teologis dan Historis Keberpihakan Islam pada Kaum Minoritas

Serangkaian kasus intoleransi dan persekusi yang dilakukan oknum umat Islam terhadap komunitas agama lain adalah…

3 hari ago

Mitos Kerukunan dan Pentingnya Pendekatan Kolaboratif dalam Mencegah Intoleransi

Menurut laporan Wahid Foundation tahun 2022, terdapat 190 insiden intoleransi yang dilaporkan, yang mencakup pelarangan…

3 hari ago

Jaminan Hukum Kebebasan Beragama bisa Menjamin Toleransi?

Indonesia, dengan kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan yang beragam, seharusnya menjadi contoh harmoni antar umat…

4 hari ago

Mencegah Persekusi terhadap Kelompok Minoritas Terulang Lagi

Realitas kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan di Indonesia seharusnya menjadi fondasi untuk memperkaya keberagaman, namun…

4 hari ago