Narasi

Pembajakan atas Nama Islam dalam Treaktikal Balas Dendam Politik?

Diketahui gerombolan ormas menggelar aksi ke jalan untuk menyampaikan tuntutan politik. Beberapa tuntutan politik yang disampaikan adalah terkait pengusutan Fufufafa, pengadilan terhadap Presiden Ketujuh, Joko Widodo dan isu aktual penangkapan Suswono yang saat ini sedang bertanding di Pemilihan Gubernur DKI.

Mengatasnamakan Persaudaraan Islam dan tentu saja membawa atribut keislaman organisasi kemasyarakatan Front Persaudaraan Islam (FPI) menggelar aksi 441. Tentu saja, FPI yang ini adalah bentuk baru dari FPI lama yang telah dibubarkan pemerintahan Jokowi. Semua orang tentu sudah mafhum dengan keberadaannya.

Tidak masalah jika kelompok ini menggelar aksi ratusan atau ribuan kali. Tidak masalah juga jika mereka menggelar demo lanjutan dari 212, 223, 411, 415, 416 atau seterusnya. Silahkan itu dilanjutkan sebagai bagian dari iklim demokrasi yang sehat. Hak berserikat dan menyampaikan pendapat harus dilindungi. Mereka sedang menikmati hawa demokrasi.

Persoalannya, menjadi agak kurang menarik ketika nama ormas ini yang mengatasnamakan Persaudaraan Islam, tetapi arah gerakannya lebih cenderung pada persoalan politik. Dan terkadang terjebak pada permainan politik praktis. Isu-isu politik dari ormas ini lebih menonjol dari pada isu kemasyarakatan dan keagamaan.

Seolah Islam dan muslim Indonesia yang dicitrakan melalui persaudaraan Islam ala FPI ini menggambarkan gerakan politik yang genit. Isu-isu yang diangkat pun tidak terkait dengan persoalan kemasyarakatan, apalagi keagamaan. Apalagi isu aksi 411 kali ini, isu yang hanya menampakkan dendam politik elite FPI terhadap pemerintahan yang lalu.

Tentu pentas 411 tidak akan mempengaruhi apapun. Sangat tidak diminati lagi. Ini hanya kegenitan politik untuk meminta perhatian pemerintahan saat ini. Di samping hanya persoalan balas dendam politik, isu ini tidak layak dibesar-besarkan. Apalagi jika harus mengkloning nuansa Pilgub 2017 yang sarat politik identitas. Sungguh tidak produktif.

Penting sekali dipahami bahwa ini bukan cermin persaudaraan Islam yang sesungguhnya. Tolong dipahami bahwa ini hanya gerakan politik sekelompok orang yang terkadang membawa nama agama, atas nama persaudaraan Islam. Tidak ada satu pun umat Islam yang diwakili oleh gerakan politik ini, kecuali para anggotanya saja.

Tentu kita tidak tahu persoalan di belakang layar apakah gerakan ini sedang mewakili kelompok politik tertentu. Itu urusan kelompok ini dengan pemain politik yang sedang berkepentingan. Yang terwakili hanya seonggok dendam kesumat dan kepentingan politik, bukan kepentingan muslim, apalagi Islam.

Sebagai bagian dari demokrasi, tentu saja, mari kita hormati saudara kita yang tanpa lelah melakukan aksi di lapangan yang begitu panas menyengat. Kita dengarkan tontonan itu sebagai bagian dari bukti: Inilah Indonesia yang demokratis, siapapun bisa menyuarakan aksinya dengan isu apapun. Tidak perlu ada ketakutan, apalagi dibuat situasi seolah mencekam negara tidak menjamin kebebasan. Bahkan, masalah dendam politik pun dijamin kebebasan berbicara.

Yang tampak dari aksi ini, menurut Saya pribadi, hanyalah ruang ekspresi balas dendam politik atas pemerintahan yang lalu yang menenggelamkan FPI lama. Sebuah kebencian politik yang tersalurkan pasca rezim tersebut lengser. Dan tidak ada aspirasi masyarakat yang terwakili dari tontonan politik kelompok ini.

Jika mereka menggelar aksi untuk kesekian kalinya, entah nanti dengan nomor cantik yang lain, tidak ada lain itu hanya kepentingan pribadi kelompok yang mengatasnamakan umat Islam. Term persaudaraan Islam sejatinya terlalu megah untuk digunakan oleh kelompok yang hanya meniupkan isu-isu politik pribadi dan kepentingan kelompok.

Masyarakat harus memahami mana ormas yang berjuang untuk kepentingan umat, tetapi tanpa gembar-gembor di jalanan melalui pemberdayaan umat, fasilitasi pendidikan, dan kaderisasi generasi muslim. Banyak ormas Islam yang memang memegang khittah mendidik umat tanpa harus mengumbar kepentingan politik di jalanan. Mereka terkadang tidak membawa nama Islam, tetapi sangat berkhidmat untuk kepentingan agama.

This post was last modified on 16 November 2024 9:14 AM

M Nimah

Recent Posts

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

23 jam ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

23 jam ago

Tak Ada Wakil Tuhan dalam Politik: Mengungkap Bahaya Politisasi Agama Jelang Pilkada

Tidak ada satu-pun calon kandidat politik dalam pilkada serentak 2024 yang hadir sebagai “wakil Tuhan”.…

23 jam ago

Komodifikasi Agama dalam Pilkada

Buku Islam Moderat VS Islam Radikal: Dinamika Politik Islam Kontemporer (2018), Karya Dr. Sri Yunanto…

2 hari ago

Jelang Pilkada 2024: Melihat Propaganda Ideologi Transnasional di Ruang Digital dan Bagaimana Mengatasinya

“Energi besar Gen Z semestinya dipakai untuk memperjuangkan tegaknya Khilafah. Gen Z jangan mau dibajak…

2 hari ago

Mengapa Beda Pilihan, Tetap Toleran?

Menyedihkan. Peristiwa berdarah mengotori rangkaian pelaksanaan Pilkada 2024. Kejadian itu terjadi di Sampang. Seorang berinisial…

2 hari ago