Narasi

Pengajaran Agama yang Inklusif sebagai Konstruksi Sekolah Damai

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Duta Damai BNPT telah berinisiasi untuk membangun Sekolah Damai. Program ini sangat penting untuk mereduksi potensi intoleransi dan radikalisme di satuan pendidikan. Bukan menuduh satuan pendidikan sebagai biang keladi, tetapi ingin membersihkan satuan pendidikan sebagai obyek sasaran radikalisasi.

Sekolah Damai harus dibangun berdasarkan sistem kebijakan. Namun, yang terpenting adalah membangun kultur. Salah satunya adalah membumikan nilai luhur agama yang inklusif dalam lingkungan pendidikan. Memasukkan nilai-nilai agama dalam pendidikan adalah hal yang penting karena agama merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat Indonesia. Pendekatan ini harus dilakukan secara bijaksana dan inklusif, tanpa memihak kepada satu agama tertentu atau menyebabkan polarisasi di antara siswa dan komunitas sekolah.

Sekolah harus menjadi institusi yang mampu menanamkan nilai toleransi, bukan malah menerapkan kebijakan yang memprovokasi sentiment agama. Karena itulah, penerapan pengajaran agama yang inklusif menjadi penting untuk memastikan nilai agama yang ramah terhadap perbedaan.

Pertama-tama, penting untuk memastikan bahwa nilai-nilai agama yang diajarkan di sekolah tidak mengarah pada intoleransi, diskriminasi dan ekslusi kelompok yang berbeda. Sekolah harus berhati-hati dalam memilih materi ajar yang berkaitan dengan agama, memastikan bahwa itu mengajarkan pesan perdamaian, toleransi, dan penghargaan terhadap perbedaan.

Dalam kultur lingkungan pendidikan, sekolah harus pula membangun budaya yang dapat mempromosikan dialog dan pemahaman antar agama. Tidak ada sekat dalam pergaulan sosial dalam memperlakukan perbedaan agama. Budaya ini harus dibangun di sekolah semisal dengan memberikan ruang perjumpaan siswa yang berbeda agama.

Promosi kesadaran toleransi dan perdamaian serta penghargaan terhadap perbedaan harus menjadi fokus dalam upaya pencegahan. Sekolah dapat mengadakan kegiatan atau program yang mempromosikan dialog antaragama, pertukaran budaya, dan kerjasama antarsiswa dari berbagai latar belakang agama.

Sekolah harus bersikap tegas terhadap praktek intoleransi. Sekolah harus memiliki kebijakan yang tegas terkait dengan hal ini dan siap untuk mengambil tindakan yang diperlukan jika ditemukan adanya tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme.

Dalam penanganan kasus-kasus yang melibatkan potensi radikalisme atau intoleransi, penting untuk mengutamakan pendekatan pencegahan dan rehabilitasi. Melalui pendekatan ini, sekolah dapat bekerja sama dengan pihak-pihak terkait, seperti lembaga pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, untuk memberikan pendampingan dan dukungan kepada individu yang terlibat serta mencegah penyebaran ideologi ekstremis di kalangan siswa.

Penguatan kerjasama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat juga diperlukan dalam menangani potensi intoleransi dan radikalisme. Dengan melibatkan orang tua dalam proses pendidikan dan pembelajaran, sekolah dapat menciptakan lingkungan yang lebih terbuka dan transparan, di mana semua pihak memiliki pemahaman yang jelas tentang apa yang diajarkan di sekolah dan bagaimana itu berkaitan dengan nilai-nilai nasional.\

Selanjutnya, para guru dan staf sekolah perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mendeteksi dan menangani kasus intoleransi atau ekstremisme yang mungkin muncul di lingkungan sekolah. Pelatihan tentang pengenalan tanda-tanda radikalisme atau intoleransi, serta tindakan yang harus diambil dalam menghadapinya, sangat penting dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan seluruh komunitas sekolah.

Dengan demikian, Sekolah Damai dapat menjadi wadah yang aman dan inklusif bagi seluruh siswa, di mana mereka dapat tumbuh dan berkembang dalam suasana yang mendukung dan menghargai nilai-nilai luhur agama serta nilai-nilai Pancasila sebagai simbol kedamaian dan persatuan bangsa.

Rufi Taurisia

Recent Posts

Soft Terrorism; Metamorfosa Ekstremisme Keagamaan di Abad Algoritma

Noor Huda Ismail, pakar kajian terorisme menulis kolom opini di harian Kompas. Judul opini itu…

7 jam ago

Jangan Terjebak Euforia Semu “Nihil Teror”

Hiruk pikuk lini masa media sosial kerap menyajikan kita pemandangan yang serba cepat berubah. Satu…

9 jam ago

Rejuvenasi Pancasila di Tengah Fenomena Zero Terrorist Attack

Tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Peringatan itu merujuk pada pidato Bung Karno…

9 jam ago

Menjernihkan Makna “Zero Terrorist Attack” : Dari Penanggulangan Aksi Menuju Perang Narasi

Dalam dua tahun terakhir, Indonesia patut bersyukur karena terbebas dari aksi teror nyata di ruang…

9 jam ago

Sesat Pikir Pengkafiran terhadap Negara

Di tengah dinamika sosial dan politik umat Islam, muncul kecenderungan sebagian kelompok yang mudah melabeli…

5 hari ago

Dekonstruksi Syariah; Relevansi Ayat-Ayat Makkiyah di Tengah Multikulturalisme

Isu penerapan syariah menjadi bahan perdebatan klasik yang seolah tidak ada ujungnya. Kaum radikal bersikeras…

5 hari ago