Narasi

Pilar-Pilar dan Kunci Sukses Implementasi RAN PE

Patut kita apresiasi dengan diluncurkannya Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) pada Rabu (16/6). Setidaknya RAN PE ini menjadi angin segar harapan baru dalam upaya penanganan serta pemberantasan segala bentuk ektremisme, radikalisme, dan terorisme.

Meskipun demikian, patut kita sadari bahwa pada setiap regulasi atau kebijakan apapun, termasuk RAN PE ini, hal terpenting ialah implementasinya di lapangan. Jangan sampai RAN PE yang sudah matang dan bagus secara konsep, malah justru macet atau terkendala manakala diterapkan. Implementasi dari RAN PE ini menjadi salah satu ujung tombak dalam penanganan terorisme dan radikalisme.

Sebagaimana termaktub dalam latar belakang dari dibuatnya RAN PE bahwa implementasi RAN PE ini wajib menekankan pada keterlibatan yang komprehensif atau menyeluruh dari pemerintah dan masyarakat (uhole of government approach and uhole of society approach). Pendekatan ini tentu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari softapproach dan hard approach dalam penanggulangan ekstremisme, radikalisme, dan terorisme.

Lebih lanjut, seperti disebutkan dalam RAN PE bahwa dalam upaya mencapai sasaran RAN PE Tahun 2020-2024, disusun strategi yang dituangkan ke dalam 3 (tiga) pilar. Pilar pertama adalah pencegahan yang meliputi kesiapsiagaan, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi. Kemudian pilar kedua ialah penegakan hukum, pelindungan saksi dan korban, serta penguatan kerangka legislasi nasional. Dan pilar ketiga yaitu kemitraan dan kerja sama internasional.

Ketiga pilar tersebut secara keseluruhan, baik dalam proses maupun pelaksanaan RAN PE memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia; supremasi hukum dan keadilan; pengarusutamaan gender dan pemenuhan hak anak; keamanan dan keselamatan; tata kelola pemerintahan yang baik (good governance); partisipasi dan pemangku kepentingan yang majemuk; serta kebhinekaan dan kearifan lokal.

Adapun langkah-langkahnya di antarnya, pertama koordinasi antar kementerian/lembaga dalam rangka mencegah dan menanggulangi Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme. Kedua, partisipasi dan sinergitas pelaksanaan program-program pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, yang dilakukan baik oleh kementerian/lembaga, masyarakat sipil, maupun mitra lainnya.

Ketiga, kapasitas (pembinaan kemampuan) sumber daya manusia di bidang pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. Keempat, pengawasan, deteksi dini, dan cegah dini terhadap tindakan dan pesan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. Dan kelima, perhatian terhadap para korban tindak pidana Terorisme dan pelindungan infrastruktur serta objek vital (RAN PE, 2021).

Berbagai pilar dan langkah-langkah tersebut diimplementasikan secara sistematis. Di antara interpretasinya yaitu sinergitas antara BNPT, Kemendes PDTT, Kemen PPPA, Kemensos, Kemenag, Kemendagri, dan BIN dalam pengimplementasian sistem deteksi dini berbasis komunitas di sejumlah daerah yang diidentifikasikan menjadi wilayah prioritas/rentan terpapar. Sistem deteksi dini berbasis komunitas tersebut bertujuan untuk pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di tingkat lokal-nasional yang berupa hotline pengaduan dan pendampingan. Harapannya hal ini juga dapat memperkuat partisipasi komunitas dalam pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan mengarah terorisme.

Selanjutnya, diimplementasikannya revisi P3SPS yang mengadopsi elemen pencegalan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme dan adanya sistem monitoring atas implementasi tersebut pada media-media penyiaran. Tahapan ini tentunya membutuhkan kerja sama setidaknya antara Kemenkominfo, BNPT, dan KPI. Kemudian yang tak kalah penting diimplementasikannya revisi Pedoman Media Siber yang mengadopsi pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.

Guna mewujudkan optimalisasi dari implementasi RAN PE tersebut tentu bukanlah pekerjaan yang mudah. Sinergitas di antara pihak-pihak terkait menjadi kunci sukses dalam implementasi RAN PE. Namun yang jelas, RAN PE ini merupakan suatu dokumen yang berkembang (living document) yang dalam pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan fokus, potensi, dan permasalahan setiap kementerian/lembaga.

This post was last modified on 24 Juni 2021 12:16 PM

Suwanto

Penulis merupakan Peneliti Multiple-Representation Learning di PPs Pend.Kimia UNY, Interdisciplinary Islamic Studies di Fak. Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, dan Culture Studies di UGM

Recent Posts

Cara Islam Menyelesaikan Konflik: Bukan dengan Persekusi, tapi dengan Cara Tabayun dan Musyawarah

Konflik adalah bagian yang tak terelakkan dari kehidupan manusia. Perbedaan pendapat, kepentingan, keyakinan, dan bahkan…

24 jam ago

Beragama dalam Ketakutan: Antara Narasi Kristenisasi dan Persekusi

Dua kasus ketegangan umat beragama baik yang terjadi di Rumah Doa di Padang Kota dan…

1 hari ago

Bukti Nabi Sangat Menjaga Nyawa Manusia!

Banyak yang berbicara tentang jihad dan syahid dengan semangat yang menggebu, seolah-olah Islam adalah agama…

1 hari ago

Kekerasan Performatif; Orkestrasi Propaganda Kebencian di Ruang Publik Digital

Dalam waktu yang nyaris bersamaan, terjadi aksi kekerasan berlatar isu agama. Di Sukabumi, kegiatan retret…

2 hari ago

Mengapa Ormas Radikal adalah Musuk Invisible Kebhinekaan?

Ormas radikal bisa menjadi faktor yang memperkeruh harmoni kehidupan berbangsa serta menggerogoti spirit kebhinekaan. Dan…

2 hari ago

Dari Teologi Hakimiyah ke Doktrin Istisyhad; Membongkar Propaganda Kekerasan Kaum Radikal

Propaganda kekerasan berbasis agama seolah tidak pernah surut mewarnai linimasa media sosial kita. Gejolak keamanan…

2 hari ago