Categories: Keagamaan

Qurban dan Darah

Beberapa tahun silam, dengan telinga sendiri saya pernah mendengar langsung seorang pengkhutbah dengan lantang mengaitkan ibadah Qurban dengan latihan melihat darah. Si pengkhutbah itu berusaha meyakinkan Jamaah bahwa ibadah Qurban mendidik umat Islam bernyali dan berani saat berhadapan dengan darah. Dengan kata lain, Qurban adalah latihan kecil menghadapi perang besar yang disebut ‘Jihad’.

Si pengkhutbah itu lalu meneruskan bahwa berhubungan dengan hal-hal yang berbau darah bukan perkara mudah. Banyak orang tak kuasa melihat atau mencium bau darah di sekitarnya. Hal ini mudah dibuktikan dengan fenomena banyaknya orang yang ‘kliengan’ alias semaput atau pusing-pusing saat melihat darah terkucur, hatta darah seekor hewan.

Karena itulah, menurut si pengkhutbah itu, umat Islam harus terus menerus ditumbuhkan nyali dan keberaniannya berhadapan dengan darah. Karena ‘Jihad Berdarah-darah’ kata si pengkhutbah adalah kewajiban mutlak umat Islam. “Bagaimana mungkin melawan dan membunuh orang kafir dan sekutunya jika melihat darah saja tidak sanggup?”, desak si pengkhutbah.

Mendengar cerita di atas tentu saja pertanyaan kritis dapat diajukan terkait interpretasi Qurban si pengkhutbah. Apakah benar ritual Qurban adalah latihan kecil berjihad? Atau apakah memang ada hubungan antara darah dan Qurban? Dua pertanyaan ini harus dijawab secara jelas dan jujur untuk membuktikan kebenaran atau kesalahan klaim si pengkhutbah.

Sedari awal Allah pernah mengingatkan umat Islam bahwa Qurban adalah manifestasi takwa seorang hamba kepada Tuhan. Dia yang Maha Kaya itu menyatakan diri tak butuh daging dan darah, lan yanaalallahu luhuumuhaa wa laa dimaauhaa wa lakin yanaaluhuu taqwaa minkum (daging dan darah Qurban tidak akan sampai kepada Allah, yang sampai pada-Nya hanyalah ketakwaan kalian).

Menurut para ulama ayat itu mengajarkan banyak hikmah yang dapat diteladani. Pertama, penyucian (tanzih) zat Allah dari sifat keterbutuhan dengan materi (daging). Allah Maha Suci dari sifat-sifat yang dimiliki makhluknya, seperti hasrat untuk makan. Kedua, alih-alih membutuhkan makan Ia justru menunjukkan sifat kasih sayang-Nya kepada makhluk. Dia memerintahkan daging Qurban itu dibagikan kepada mereka yang membutuhkan (lihat QS. Al Hajj: 28).

Ketiga, darah yang dialirkan dari leher hewan sembelihan tidak punya arti apapun di hadapan Allah. Dia hanya akan menyimak kondisi spiritual yang dimiliki individual umat saat melakukan penyembelihan. Mengeluarkan darah hewan Qurban dipahami para ulama sebagai cara simbolik manusia menyembelih nafsu dan ego kebinatangan.

Kondisi spiritual yang dimaksud adalah kadar ketakwaan saat menjalankan perintah Allah, yaitu perintah untuk berbagi pada sesama sebagai wujud kasih sayang. Karena bukankah Allah memerintahkan Qurban sebagai wujud rasa sayang pada hamba-Nya? Lalu mengapa kini harus ada pemahaman bahwa Qurban adalah latihan menumpahkan darah orang kafir (yang dimaknai serampangan)?

Takwa adalah upaya sungguh-sungguh (jihad) untuk membaktikan diri terhadap kehendak Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya, imtitsaalu awaamirillah wajtinaabu nawaahiihi. Nabi Muhammad pernah menunjuk dadanya saat menjelaskan posisi takwa. Takwa ada di dalam hati. Takwa dimanisfestasikan dalam perbuatan baik kepada Allah maupun makluk lain. Mereka yang memiliki ketakwaan –dalam konteks Qurban- adalah orang yang mau berbagi dan memiliki kasih sayang kepada sesama.

Jelaslah sudah kini bahwa tidak ada relasi apapun terkait darah dan ritual Qurban dengan latihan membunuh orang kafir. Tentu saja tidak bisa dinafikan membunuh musuh adalah tindakan terpuji asalkan berdasarkan pemahaman keagamaan yang mumpuni dan arif. Berjihad sebagaimana sering dijelaskan banyak ulama adalah kewajiban setiap muslim. Namun, jihad itu sendiri tidak bisa dimaknai hanya sekedar perang dan membunuh musuh. Menyembelih nafsu kebinatangan dalam diri adalah jihad. Nafsu binatang yang ada pada manusia adalah sifat-sifat buruk dalam berinteraksi dengan sesama, seperti serakah dan memangsa pihak lain demi kepentingannya.

Yang terpenting dari itu semua adalah pemahaman yang harus utuh terkait ritual Qurban. Ritual ini mengajarkan manusia untuk bisa menyayangi sesama. Meski kita semua tahu, ritual ini tidak setiap bulan dilaksanakan. Namun, semangat berbagi dan menyayangi sesama sepanjang tahun merupakan tujuan utama pelaksanaan syariat ini. Semoga Allah membimbing ke jalan yang lurus!

PMD

Admin situs ini adalah para reporter internal yang tergabung di dalam Pusat Media Damai BNPT (PMD). Seluruh artikel yang terdapat di situs ini dikelola dan dikembangkan oleh PMD.

Recent Posts

Apakah Ada Hadis yang Menyuruh Umat Muslim “Bunuh Diri”?

Jawabannya ada. Tetapi saya akan berikan konteks terlebih dahulu. Saya tergelitik oleh sebuah perdebatan liar…

12 jam ago

Persekusi Non-Muslim: Cerminan Sikap Memusuhi Nabi

Belum kering ingatan kita tentang kejadian pembubaran dengan kekerasan terhadap retreat pelajar di Sukabumi, beberapa…

12 jam ago

Tabayun, Disinformasi, dan Konsep Bom Bunuh Diri sebagai Doktrin Mati Syahid

Dalam era digital yang serba cepat dan terbuka ini, arus informasi mengalir begitu deras, baik…

12 jam ago

Amaliyah Istisyhad dan Bom Bunuh Diri: Membedah Konsep dan Konteksnya

Kekerasan atas nama agama, khususnya dalam bentuk bom bunuh diri, telah menjadi momok global yang…

12 jam ago

Alarm dari Pemalang dan Penyakit Kronis “Kerukunan Simbolik”

Bentrokan yang pecah di Pemalang antara massa Rizieq Shihab (“FPI”) dan aliansi PWI LS lalu…

1 hari ago

Pembubaran Pengajaran Agama dan Doa di Padang: Salah Paham atau Paham yang Salah?

“hancurkan semua, hancurkan semua, hancurkan semua”. Begitulah suara menggelegar besautan antara satu dengan lainnya. Di…

2 hari ago