Makar dalam term Islam disebut dengan bughat sebagai bentuk jamak dari baghyun yang berarti kerusakan atau tindakan yang melampaui batas. Secara umum menurut para fuqaha makar merupakan perbuatan yang membelot dari ketaatan kepadan pemimpin yang sah. Pembangkangan dilakukan karena adanya pandangan bahwa pemimpin telah melakukan tindakan zalim, kufur, kemaksiatan dan wajib diperangi.
Dalam pemikiran ulama klasik (salaf) pembagian bughat ada tingkatannya. Bisa sekedar pemikiran, aksi di jalanan, memiliki kekuatan militer atau pada tingkatan seperti khawarij. Namun secara umum makar atau bughat adalah pembangkangan, ketidakpercayaan dan berbagai upaya yang ingin melakukan delegitimasi pemerintahan yang sah.
Dari kalangan Syafi’iyah, yakni Imam Zakariya al-Anshari mendefinisikan pemberontak sebagai sekelompok orang yang menentang imam dengan pandangan yang batil sebagai bentuk pra sangka dan keraguan. Mereka yang melakukan gerakan, menghasut dan memprovokasi masyarakat menurut hukum Islam wajib diperangi. Kelompok ini akan menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat.
Dalam konteks ini, kelompok radikal dari jenis yang hanya bermain gagasan mempengaruhi masyarakat untuk mengganti sistem negara dan ketidaktaatan terhadap pemimpin hingga kelompok yang menyiapkan dana, pelatihan militer dan rencana aksi teror merupakan kelompok bughat dalam Islam. Mereka adalah pembangkang yang berniat keluar dari jamaah.
Lalu, apakah pemimpin tidak boleh diturunkan secara paksa? Apakah pemimpin zalim tidak bisa diberikan masukan? Ingat memberikan aspirasi dan menurunkan aksi dengan anarki dua hal berbeda. Menentang dan mengkritik kebijakan imam yang sah bukan bughot. Bahkan Nabi mengatakan berkata kritis di depan pemimpin zalim adalah bentuk jihad, tetapi menolak taat dan memenuhi kewajiban dalam konteks bernegara adalah bughat.
Dalam Islam persoalan ketaatan terhadap pemimpin menjadi salah satu hal yang sangat pokok. Urusan keumatan tidak akan terselenggara apabila tidak ada pemimpin, sehingga kedudukan pemimpin sangat dibutuhkan dalam Islam. Bahkan lebih baik mempunyai pemimpin yang zalim daripada masyarakat kacau tanpa pemimpin. Nabi bersabda: barangsiapa yang tidak mau taat (kepada imam/pemimpin) dan memisahkan diri dari jamaah kemudian dia mati, maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah. (HR Muslim).
Menaati pada pemimpin mutlak dilakukan walaupun ia zalim. Artinya, Tidak boleh membangkang dari pemimpin kecuali telah nampak kekufuran yang nyata. Nyata dalam pengertian ini bukan hanya sekedar sangkaan dan multi interpretasi.
Meskipun pemerintah telah jelas melakukan kezaliman pembangkangan dan pemberontakan dalam Islam sangat tidak diperbolehkan. Cara-cara damai konstitusional dan demokratis adalah cara yang lebih baik untuk dilakukan. Inilah yang dikatakan Nabi : Sesungguhnya jihad yang paling utama adalah berkata yang benar di hadapan pemimpin zalim. Tetapi membangkang dan memerangi pemimpin sekalipun zalim itu sangat tegas dilarang oleh Nabi.
Pembangkangan atau makar bukan jihad. Meneriakkan jihad dengan gerakan yang justru lebih mendekati makar sungguh menyesatkan. Jihad adalah upaya sungguh-sungguh untuk menciptakan perdamaian dan melindungi keamanan umat, bukan justru menghantarkan perpecahan umat.
This post was last modified on 22 September 2023 12:06 PM
Ketika berbicara tentang Pancasila sebagai dasar negara, sering kali kita mendengar diskusi seputar falsafah kebangsaan,…
Jelang hari pencoblosan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah mengeluarkan fatwa tentang memilih calon kepada…
Seluruh elemen masyarakat untuk terus waspada terhadap bahaya radikalisme dan terorisme yang dapat mencederai nilai-nilai…
Pemilu atau Pilkada adalah fondasi bagi keberlangsungan demokrasi, sebuah sistem yang memberi kesempatan setiap warga…
Pesta demokrasi lima tahunan di Indonesia selalu menjadi momen penting untuk menentukan arah masa depan…
Pilkada serentak 2024 yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024 merupakan momentum penting bagi masyarakat…