Narasi

Reaktualisasi Agama Cinta

Agama adalah cinta, cinta adalah agama”, begitu Edi Ah Iyubenu menulis salah satu judul esainya dalam buku Agama Adalah Cinta, Cinta Adalah Agama yang terbit pada pertengahan tahun 2020 lalu. Menurut Edi Ah Iyubenu, penulis asal Yogyakrat itu, tidak ada agama (Islam) tanpa cinta. Sebab, sebagaimana seringkali ditegaskan oleh banyak ulama, Islam adalah agama rahmatan lil alamin, menebar cinta dan kasih sayang bagi semesta alam.

Menyitir Haidar Bagir, penulis buku Mengenal Filsafat Islam, agama dan cinta setidaknya memiliki tiga makna khusus, yakin 1), saling mengisi satu sama lain atau sublimasi; 2), saling mengidentifikasi satu sama lain, peniadaan satu dari keduanya, maka akan menghanguskan keduanya; 3) agama adalah pembumian dimensi langit dan cinta adalah pelangitan dimensi bumi.

Jadi, dengan menelaah penjelasan di atas, setidaknya kita bisa menyimpulkan bahwa senyatanya agama dan cinta tidak bisa dipisahkan. Lalu, apa yang dimaksud agama cinta itu? Jawabannya sederhana, yang mana tak lain definisi dari agama cinta di atas adalah dimana agama dalam praktiknya harus selalu dilandaskan pada nilai-nilai cinta. Karena, secara konseptual agama dan cinta menyatu sebagai sebuah pesan ilahiah yang harus dipraktikkan secara bersamaan.

Atas dasar itu, adalah ketidakbenaran jika hari ini karena alasan menegakkan agama Tuhan, lalu mengorbankan dan mengesampingkan nilai-nilai cinta itu sendiri. Dalam praktiknya, penerapan dan penegakan agama harus selalu sejalan dengan rasa cinta itu sendiri. Sebab, agama juga mengamini yang demikian. Sebagai contoh sekaligus pembuktian, marilah kita lihat kembali bagaimana awal mula Islam itu disebarkan dan didakwahkan oleh Rasulullah Saw. di Kota Suci Makkah dulu, tentu kita akan menemukan seabrek bukti-bukti bahwa Nabi Saw itu menyebarkan agama Islam dengan semangat cinta kasih pada sesama.            

Karena itu, sudah saatnya bagi kita untuk mereaktualisasikan kembali Islam sebagai agama cinta itu guna menggapai kehidupan beragama dan berislam yang seimbang dan tidak mengorbankan nilai-nilai cinta kepada sesama. Islam berasal dari kata salam, yang berarti damai. Untuk itu Islam sebagai agama cinta adalah keharusan untuk ditegakkan demi Islam yang bisa memberi kedamaian bagi sesama.

This post was last modified on 10 Desember 2020 3:18 PM

Alfie Mahrezie Cemal

Recent Posts

Menemukan Tuhan dalam Kecerdasan Buatan

Pergeseran budaya digital telah mendorong Kecerdasan Buatan (AI) ke garda depan wacana global, dan kini…

3 hari ago

Post-Truth dan Ilusi Kebenaran Versi AI; Awas Radikalisasi di Media Sosial!

Era digital menghadirkan perubahan besar dalam cara manusia memandang, menyebarkan, dan menerima informasi. Media sosial…

3 hari ago

Menjadikan AI sebagai Senjata Kontra Radikalisasi

Di era digital seperti saat ini, peran media sosial dan teknologi informasi semakin mendalam dalam…

3 hari ago

Prebunking vs Propaganda: Cara Efektif Membendung Radikalisme Digital

Di era digital, arus informasi bergerak begitu cepat hingga sulit dibedakan mana yang fakta dan…

4 hari ago

Tantangan Generasi Muda di Balik Kecanggihan AI

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah membawa dampak signifikan dalam berbagai aspek kehidupan. Pengaruhnya…

4 hari ago

Belajar dari Tradisi Islam dalam Merawat Nalar Kritis terhadap AI

Tak ada yang dapat menyangkal bahwa kecerdasan buatan, atau AI, telah menjadi salah satu anugerah…

4 hari ago