Kemajuan teknologi tak selamanya memberikan keberkahan bagi generasi muda. Contohnya, banyak generasi muda yang tergabung dalam kelompok radikalis adalah anak-anak yang belajar agama secara serampangan dengan mengandalkan informasi dari dunia maya. Padahal, tidak selamanya konten agama yang tersebar luas di dalam dunia maya dapat dipertanggungjawabkan.
Konten internet, baik yang berada di dalam website/blog maupun sosial media (sosmed), banyak dibanjiri oleh pembahasan agama oleh orang-orang yang tidak kompeten di bidangnya. Banyak dari pengguna internet aktif yang suka memposting hasil bacaannya dengan harapan orang lain juga mengetahui pemahaman baru yang sedang didapatnya. Padahal, dirinya sendiri baru saja mendapatkan pengetahuan tersebut, dan itupun belum tuntas. Celakanya, meski diri seorang pegiat dunia maya belum sepenuhnya paham terhadap hasil bacaan agamanya, ia sudah merasa paham dengan gamblang. Ia pun dengan kepercayaan diri yang tinggi “ceramah” di hadapan para pembaca dunia maya.
Kondisi lain, internet memang digunakan sebaik-baiknya oleh kelompok tak bertanggung jawab untuk menyebarkan virus radikal kepada para pemuda. Mereka sengaja menjadikan agama (Islam) sebagai kedok untuk memuluskan niatannya. Lebih-lebih di dalam agama Islam ada istilah jihad. Sementara, jihad sendiri diartikan sebagai “perang”. Maka, melakukan kekerasan dalam rangkan jihad atau memerangi orang lain yang tidak sepaham dianggap sebagai ibadah yang memiliki nilai tinggi di hadapan Allah SWT. Dan, pemahaman seperti inilah yang bahaya bagi para generasi muda.
Menghadapi kondisi semacam ini, para remaja yang tidak memiliki pondasi kuat dalam beragama akan mudah “tergiur” dengan iming-iming yang selalu berkelebat di dunia maya. Mereka yang sedang mencari jati diri merasa sangat senang dengan adanya tebaran informasi agama yang mudah di dapat hanya bermodalkan komputer atau bahkan smartphone yang terhubung dengan jaringan internet. Mereka yang masih buta pemahaman agama dan merasa butuh dengannya, merasa sangat terbantu dengan adanya konten internet yang bernafaskan agama. Mereka pun dengan senang hati mempelajari suguhan ilmu agama yang belum jelas dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya tersebut. Alhasil, para pemuda ini pun tersesat dari jalan agama yang sesungguhnya. Mereka yang mestinya bisa semakin dekat dengan Tuhan serta sesama karena agamanya, justru sebaliknya, semakin jauh dari Tuhan dan sesama.
Bermula dari sinilah, para pemuda mesti cerdas dalam beragama. Dengan kecerdasan beragama, mereka tidak akan mudah bersikap radikal kepada sesama. Hanya saja, yang menjadi permasalahan bersama adalah, bagaimanakah cara agar para pemuda bisa cerdas dalam beragama? Langkah pertama yang mesti dilakukan adalah menggiring para pemuda agar berguru agama kepada orang yang benar-benar mengetahui ilmu agama dengan baik.
Persoalan selanjutnya adalah, bagaimanakah cara menggiring para pemuda agar mereka merasa butuh untuk berguru pada orang yang benar-benar menguasai agama? Upaya ini tak semudah membalikkan telapak tangan. Hanya saja, meski sulit tetap harus diupayakan. Adapun, upaya yang bisa dilakukan adalah saling sinerginya antara orang tua dan para pendidik, termasuk guru sekolah, untuk selalu mengingatkan sekaligus mengarahkan agar pemuda berguru pada orang-orang yang kompeten di bidangnya.
Para pemuda harus disadarkan bahwa agama tidak bisa didapat hanya dengan membaca buku terjemah apalagi artikel yang tersebar di internet. Bahkan, dalam mempelajari al- Qur’an, meski keberadaannya selalu autentik, harus di hadapan guru yang benar-benar fasih. Kiranya ada benarnya adagium yang mengatakan bahwa orang yang mempelajari al-Qur’an tanpa guru, maka gurunya adalah setan. Bagaimana tidak, al-Qur’an memiliki cabang ilmu yang sangat luas. Dalam pemahaman saja ada ayat yang muhkamat dan mutasyabihat. Maka, tidak dibenarkan seseorang mempelajari al-Qur’an secara sendirian, apalagi menafsirkan penggalan ayat tanpa mengetahui ayat lain yang berkaitan serta cabang-cabang ilmu lain yang berkaitan pula.
Para pemuda juga harus disadarkan bahwa dalam beragama mesti “mutawatir”, dari Allah SWT sampai kepada orang yang menjalankan agama. Bagi para pencari ilmu, sanad sangat dibutuhkan. Tanpa adanya sanad, maka keilmuan agamanya akan terputus. Dan, jika sanad sudah terputus, maka alamat tidak akan ada kebenaran dalam beragama. Selain itu, sanad juga sangat penting karena beragama tak sekadar memahami cabang-cabang ilmu yang ada, namun juga meneladani Nabi Muhammad SAW. Dan, cara meneladani Nabi Muhammad SAW adalah dengan meneladani orang-orang setelahnya yang juga meneladaninya. Dengan cara inilah, para pemuda kita akan benar-benar cerdas dalam beragama, yakni kaya pengetahuan serta shalih dalam tindakan. Wallahu a’lam.
This post was last modified on 19 September 2016 2:32 PM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…