Potensi resesi ekonomi di tahun 2023 dieksploitasi sedemikian rupa oleh kelompok radikal untuk menggaungkan pendirian khilafah. Di media sosial, mulai banyak narasi-narasi yang berusaha melebih-lebihkan dampak resesi global terhadap ekonomi Indonesia. Narasi itu umumnya menonjolkan frasa-frasa yang provokatif dan intimidatif. Seperti “ekonomi ambruk”, “kiamat ekonomi”, “ekonomi gelap-gulita”.
Narasi yang cenderung hiperbolis itu tentu bukan tanpa maksud. Kaum konservatif sengaja menarasikan resesi ekonomi 2023 sebagai akhir dunia dengan maksud menakut-nakuti umat. Ketakutan itulah yang akan memicu timbulnya kepanikan massa (mass-panic). Dalam teori ekonomi, kepanikan massa akan melatari munculnya berbagai hal negatif. Antara lain, rush money yakni kondisi ketika masyarakat menarik dana tunai dari bank secara hampir bersamaan. Juga adanya penurunan tingkat konsumsi karena masyarakat cenderung menahan uangnya. Jika dua hal itu terjadi, maka resesi ekonomi justru akan semakin parah.
Ketakutan dan kepanikan massa itulah yang akan menjadi momentum bagi kaum radikal untuk menjejalkan ideologi khilafah ke kalangan umat. Khilafah akan diklaim sebagai solusi mengatasi problem kebangsaan. Sayangnya, di tengah umat yang sebagian besar masih minim literasi sejarah, klaim-klaim yang demikian itu dengan mudah dipercaya.
Jangan Panik Hadapi Resesi
Kepanikan massa yang mungkin timbul karena isu resesi 2023 kiranya bisa dicegah melalui sejumlah langkah. Satu hal yang penting adalah edukasi dari pemerintah dan instansi terkait ihwal apa itu resesi, apa saja faktor yang melatarinya, bagaimana dampaknya, dan bagaimana cara menghadapinya. Selama ini, masyarakat cenderung tidak memiliki pemahaman yang sahih menganai resesi ekonomi.
Akibatnya, publik begitu mudah diprovokasi dengan narasi hiperbolistik yang bertendensi menakut-nakuti. Pemerintah perlu mengedukasi publik bahwa resesi 2023 merupakan dampak dari memanasnya hubungan geopolitik global, terutama konflik antara Rusia dan Ukraina. Resesi bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi, namun data menyebutkan bahwa Indonesia tidak akan mengalami dampak buruk seperti negara-negara Eropa. Apalagi sampai mengalami keambrukan ekonomi sebagai dituduhkan sejumlah kalangan. Di saat yang sama, pemerintah idealnya juga mengedukasi publik ihwal bagaimana menghadapi resesi.
Di kalangan masyarakat, perlu dibangun semacam mindset bahwa resesi 2023 bukanlah akhir ekonomi global. Data dari sejumlah riset sudah menunjukkan bahwa Indonesia memang akan terdampak krisis ekonomi global 2023 namun tidak akan terjerumus ke dalam negara gagal (failed state). Bahkan sebaliknya, di tahun-tahun mendatang, Indonesia diprediksi akan menjadi satu dari 10 negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
Jika kita mau berpikir obyektif, klaim bahwa pendirian khilafah adalah solusi total atas problem kebangsaan, termasuk resesi ekonomi itu sebenarnya rapuh dan mudah dipatahkan. Selama ini, para pengasong khilafah sama sekali tidak pernah memberikan tawaran konkret tentang sistem sosial, politik, dan ekonomi yang menjamin kesejahteraan umat. Sebaliknya, kaum khilafaher lebih sibuk mencaci sistem demokrasi, menjelek-jelekkan sistem kapitalisme atau mengkafir-kafirkan Pancasila.
Khilafah Hanya Mengumbar Janji Utopis
Sampai saat ini, tidak ada satu pun pengusung ideologi khilafah yang menawarkan solusi konkret menghadapi resesi 2023. Mereka hanya mengumbar retorika kosong dan klaim-klaim bombastis yang tidak berdasar. Kapitalisme sebagai sistem ekonomi arusutama saat ini memang masih banyak menyisakan persoalan. Namun, itu bukan berarti bahwa sistem khilafah adalah jawaban dari berbagai persoalan tersebut.
Menilik fakta sejarah, sistem khilafah pun tidak sepenuhnya bebas dari persoalan. Di masa lalu, sejarah khilafah diwarnai oleh pertumpahan darah akibat perebutan kekuasaan. Sedangkan di era sekarang, gerakan khilafah yang menjanjikan kesejahteraan dan keadilan pada dasarnya tidak lebih dari sebuah utopia belaka. Contoh paling nyata adalah kegagalan ISIS dalam mewujudkan tatanan sosial dan politik yang adil dan sejahtera.
Potret kehancuran ISIS yang menyisakan penderitaan bagi para pengikutnya di Irak dan Suriah adalah contoh nyata bahwa ideologi khilafah tidak relevan di era kekinian. Penegakan sistem khilafah yang dilakukan dengan jalan kekerasan, teror, dan peperangan justru melahirkan penderitaan dan kehancuran, alih-alih kesejahteraan apalagi kejayaan. Lantas, masihkah kita percaya pada iming-iming kelompok radikal yang mengklaim pendirian khilafah sebagai solusi resesi ekonomi 2023?
Langkah mitigasi krisis ekonomi yang paling tepat adalah menghindarkan diri dari rasa cemas, takut, dan panik berlebihan. Resesi ekonomi bisa dibilang merupakan siklus yang tidak dapat dielakkan. Mari kita songsong tahun 2023 dengan optimistik dan jangan berikan ruang bagi kelompok radikal untuk mempropagandakan ideologinya di negeri ini.
This post was last modified on 25 November 2022 4:36 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…