Editorial

Resolusi 2018: Tahun Damai tanpa Kebencian, Kekerasan, dan Terorisme

Lembaran baru telah dibuka dengan melangkah pada tahun 2018 dengan semangat dan harapan baru. Banyak hal yang mesti dipetik dari perjalanan bangsa selama tahun 2017. Tentu saja banyak hal yang positif, tetapi tidak sedikit pula sisi negatif yang menyelimuti perjalanan bangsa pada satu tahun lalu.

Pada awal tahun 2017, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan banjirnya konten hoaks yang bernuansakan adu domba, , provokkasi, hasutan dan ajakan kekerasan. Dalam wujud yang ekstrim, hoaks dibuat sebagai bagian metode unttuk meradikaliisasi masyarakat.  Masyarakat ingin dicetak dalam bentuk sumbu pendek yang mudah marah, meledak-ledak, egois dan suka kekerasan sebagai jalan keluar.

Pada tahun ini, Isu Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) kerap dimunculkan di ruang publik sebagai bahan kepentingan tertentu. Kepentingan politik lebih nampak dalam menunggangi isu tersebut. Pada tingkat yang mengkhawatirkan isu ini apabila dibiarkan akan mampu memecah belah masyarakat.  Ekspolitasi identitas kultural terutama agama masih menjadi pemandangan umum yang menggiring terciptanya sentimen SARA yang berpotensi memecah belah persatuan.

Tahun 2018 disebut sebagai tahun politik dengan bakal digelarnya kontestasi politik Pilkada dan pemanasan Pileg dan Pilpres 2019. Pesta demokrasi ini tentu saja akan disambut dalam bentuk kedewasaan maupun ketidakdewasaan dalam berpolitik. Ada yang menggunakan cara elegan dan cerdas dan tidak menutup kemungkinan cara licik dan kerdil.

Potensi tahun politik diwarnai dengan politisasi identitas primordial seperti eksploitasi agama sangat besar. Politik sekterian akan bermunculan dengan cara membelah masyarakat dalam sudut identitas tertentu. Hal ini akan beresiko dalam merusak kerukunan antar umat beragama. Hal yang sangat dikhawatirkan adalah muncul kekuatan yang menyusupi isu radikalisasi masyarakat yang dapat mempersubur ideologi kekerasan di tengah masyarakat.

Karena itulah, pergantian tahun ini harus dimaknai oleh bangsa ini sebagai penumbuhan semangat baru untuk mewujudkan tahun 2018 sebagai tahun damai dengan cara merawat persatuan dan kesatuan bangsa. Apa yang bisa dilakukan oleh bangsa ini dalam memproyeksikan tahun ini sebagai tahun damai:

  1. Cerdas dalam mencerna informasi dan tidak mudah terprovokasi. Di tahun 2017 ada banyak kasus penyebaran hoax yang membawa masyarakat dalam suatu konflik di dunia maya. Memasuki tahun ini masyarakat Indonesia harus bisa bersikap cerdas untuk bisa keluar dari jeratan hoax yang memprovokasi masyarakat.
  2. Budayakan sikap toleran. Provokasi, hasutan, dan penyebaran kebencian yang meruncingkan perbedaan hanya bisa diatasi dengan sikap toleran. Toleran merupakan kondisi mental, sikap dan perilaku yang dilandasi kesadaran keberagaman yang harus diterima dan dihormati. Masyarakat dengan budaya toleran yang tinggi tidak akan mudah terpecah belah dengan isu-isu sekterian.
  3. Perkokoh persatuan dalam keberagaman. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika harus dimanifestasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari, dan tidak hanya sekadar semboyan belaka.
  4. Ciptakan politik sehat dan elegan dengan menghindari politisasi identitas primordial yang dapat mengoyak persaudaraan sesama bangsa. Butuh elite politik yang cerdas dan arif dalam memainkan politik yang anggun dan bijak. Politik tidak sekedar cara meraih kekuasaan dengan cara apapun, tetapi politik bagaimana mengelola kekuasaan untuk kesejahetraan. Hindari politisasi isu sekterian yang dapat memecah belah masyarakat
  5. Rawat persaudaraan kebangsaan. Kita berbeda-beda tapi kita disatukan oleh satu rasa kebangsaan. Mari rawat persaudaraan ini sebagai semangat untuk membangun Indonesia bersama.
  6. Sebarkan virus perdamaian di dunia maya. Sudah saatnya dunia Maya dibanjiri dengan konten-konten perdamaian yang menyejukkan hati, bukan lagi konten kebencian yang menimbulkan perpecahan.

Wujudkan Tahun 2018 sebagai tahun Damai. Mari ciptakan Indonesia yang damai, tanpa kebencian, kekerasan, dan terorisme!

This post was last modified on 9 Januari 2018 1:17 PM

Redaksi

View Comments

Recent Posts

Membumikan Hubbul Wathan di Tengah Ancaman Ideologi Transnasional

Peringatan hari kemerdekaan Indonesia setiap 17 Agustus bukan hanya sekadar momen untuk mengenang sejarah perjuangan…

1 hari ago

Tafsir Kemerdekaan; Reimajinasi Keindonesiaan di Tengah Arus Transnasionalisasi Destruktif

Kemerdekaan itu lahir dari imajinasi. Ketika sekumpulan manusia terjajah membayangkan kebebasan, lahirlah gerakan revolusi. Ketika…

1 hari ago

Dari Iman Memancar Nasionalisme : Spirit Hubbul Wathan Minal Iman di Tengah Krisis Kebangsaan

Ada istilah indah yang lahir dari rahim perjuangan bangsa dan pesantren nusantara: hubbul wathan minal iman —…

1 hari ago

Merayakan Kemerdekaan, Menghidupkan Memori, Merajut Dialog

Setiap Agustus, lanskap Indonesia berubah. Merah putih berkibar di setiap sudut, dari gang sempit perkotaan…

2 hari ago

Menghadapi Propaganda Trans-Nasional dalam Mewujudkan Indonesia Bersatu

Sebagai bangsa yang beragam, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan persatuan di tengah globalisasi dan…

2 hari ago

Penjajahan Mental dan Ideologis: Ujian dan Tantangan Kedaulatan dan Persatuan Indonesia

Indonesia, sebagai negara yang merdeka sejak 17 Agustus 1945, telah melalui perjalanan panjang penuh tantangan.…

2 hari ago