Narasi

Revitalisasi Jihad Santri Melawan Narasi Radikal di Medsos

Peringatan Hari Santri Nasional tahun 2024 ini bertemakan “Menyambung Juang, Merengkuh Masa Depan”, hal ini menjadi tema yang menarik di tengah masih potensi bersemainya narasi radikal di media sosial. Momen historis resolusi jihad 22 Oktober 1945 yang disampaikan oleh Hadratussyeikh KH Hasyim Asy’ari kepada para pejuang menjadi spirit jihad membela tanah air, namun kini spirit jihad ini perlu direvitalisasi secara implementasinya.

Resolusi jihad yang kemudian melahirkan perlawanan monumental para santri pada 10 November 1945 di Surabaya menjadi titik tolak spirit hubbul wathon minal iman. Semangat resolusi jihad ini berhasil menjadi daya gerak yang luar biasa bagi santri dan masyarakat untuk melawan penjajahan Belanda.

Ternyata meskipun sudah lebih dari 79 tahun merdeka, namun bangsa Indonesia masih saja dihantui oleh ancaman kolonalisme. Namun bentuk ancaman kolonialisme saat ini berupa ideologi, dan ini menurut sebagian pengamat justru lebih berbahaya daripada kolonialisme penjajah. Kolonialisme ideologi tentunya menjadi sebuah ancaman yang perlu diwaspadai demi keberlangsungan eksistensi bangsa dan negara Indonesia.

Mengingat sudah cukup banyak negara di Timur Tengah yang menjadi korban, yang diporak-porandakan oleh ideologi ini, yakni islamisme. Pada gilirannya ideologi ini juga menyebabkan aksi radikalisme, ekstremisme bahkan terorisme di Indonesia. Di sinilah santri memainkan peran penting untuk berupaya mereduksi ideologi tersebut.

Untuk itu, di momen HSN tahun 2024 yang diperingati sebagai jihad bersejarah para pahlawan ini penting bagi para santri, ulama dan alumni pondok pesantren untuk berjihad mengampanyekan mengenai bahaya paham radikal terorisme dan bagaimana upaya pencegahannya di medsos.

Jargon Hubbul Wathon Minal Iman yang berarti mencintai dan membela negara adalah bagian dari iman yang difatwakan oleh KH Hasyim Asy’ari ini bisa menjadi argumen teologis, hal ini bisa direaktualisaikan melalui ajakan terhadap komponen masyarakat dalam mencegah penyebaran paham radikal intoleran dan terorisme.

Oleh karena itu, para santri harus bersama-sama dan bersatu padu untuk mencegah musuh bersama (kelompok radikal) yang ingin mengubah ideologi negara, ingin mengubah tatanan politik Indonesia dengan ideologi yang mereka kehendaki. Pondok pesantren, alumni, para santri dan juga masyarakat perlu saling berkolaborasi dalam mencegah paham radikal terorisme agar paham itu tidak menyebar di masyarakat.

Mereduksi Narasi Radikalisme di Medsos

Belakangan ini, narasi radikal yang bertebaran di medsos menjadi penyebab geliat radikalisme pada kawula muda. Untuk itu, resolusi jihad yang dikumandangkan oleh KH Hasyim Asy’ari, perlu direvitalisasi kembali dalam rangka mereduksi narasi radikal yang semakin menyebar tak terbendung, khususnya di media sosial. Narasi inilah yang seringkali menjadi alat pemecah belah bangsa, dan tak sedikit anak muda yang menjadi radikal karenanya.

Untuk itu, para santri yang berada di tengah-tengah masyarakat harus cerdas secara literasi, dan harus paham mengenai bagaimana indikasi-indikasi yang kiranya terdapat penyebaran paham yang mengarah kepada radikalisme dan ekstremisme. Di samping itu, Santri perlu memahami strategi untuk mereduksi narasi radikal yang digaungkan mereka. Dalam konteks ini, setidaknya ada tiga upaya yang perlu dilakukan oleh para santri dalam rangka revitalisasi jihad santri di media sosial:

Pertama, perlunya memahami nash secara kontekstual. Kelompok radikal umumnya memaknai secara harfiah teks-teks dalam al-Quran dan as-Sunnah tanpa berusaha memahami kandungan dan maksud yang tersirat di dalamnya. Inilah yang menjadi spirit mereka dalam bergerak yang kemudian narasinya mereka sebarkan dengan masif di media sosial. Untuk itu, penting bagi para santri untuk menguatkan sisi pemahaman nash yang kontekstual dan bagaimana mereaktualisasikan narasi moderat tersebut di media sosial sebagai counter narasi radikal.

Kedua, pentingnya meluaskan wawasan keagamaan. Umumnya narasi mereka sangatlah literlek dan miskin perspektif. Mereka umumnya hanya berpedoman pada terjemahan al-Quran, tanpa meninjau asbabul nuzulnya. Mereka mempelajari ilmu hanya dari buku dan mempelajari al-Quran hanya dari Mushaf. Pemahaman sempit itulah yang mereka gaungkan di ruang maya, namun anehnya cukup banyak kawula muda yang masih terpengaruh oleh narasi mereka. Santri yang tentu memiliki wawasan keagamaan yang mumpuni perlu menyemarakkan narasi yang kaya perspektif di medsos.

Ketiga, mereka memiliki kerancuan konsep dalam paham keagamaannya. Mereka umumnya rancu dalam memahami prinsip-prinsip syariat. Kelompok ini umumnya tidak memiliki cita rasa bahasa dan tidak mengerti makna dibaliknya, mereka pada gilirannya susah membedakan antara yang hakiki dan majazi. Mereka lupa bahwa al-Quran sejatinya adalah kitab sastra terbesar yang multidimensi.

Padahal spirit substansial al-Quran sejatinya bisa terus digali sampai akhir zaman, karena al-Quran itu shalih li kulli zaman wa makan. Inilah yang tidak dilakukan dan bahkan dilupakan oleh kelompok radikal ketika memproduksi narasi di media sosial, sehingga narasi mereka miskin pengetahuan tentang sejarah, sunnatullah, dan realitas kekinian. Itulah alasan mengapa pentingnya santri melawan narasi radikal mereka dengan kontra narasi argumentatif-kontekstual.

Untuk itu, di momen hari santri nasional tahun 2024 ini, santri memainkan peran penting dalam memproduksi narasi kebangsaan yang moderat di medsos sebagai bentuk revitalisasi jihad santri masa kini. Sehingga narasi radikal pada gilirannya bisa tereduksi dan semakin sempit wilayah pergerakannya di media sosial dengan adanya produksi narasi yang lebih moderat dari kalangan santri.

Ferdiansah

Peneliti The Al-Falah Institute Yogyakarta

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

2 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago