Narasi

Revivalisme: Merawat Kebhinekaan dan Melawan Propaganda

Merawat kebhinnekaan dan pluritas atas bangsa ini ternyata bukanlah sesuatu yang mudah. Kasus yang dilatarbelakangi oleh isu SARA dalam kurun waktu satu tahun terakhir ini meningkat dengan begitu pesatnya. Sepertinya masyarakat dengan mudah terpancing oleh provokasi-provokasi amatiran yang memang secara sengaja ingin merusak rasa persaudaraan dan toleransi. Alih-alih ingin memberikan fakta, namun dalam realitasnya justru mengandung informasi yang palsu alias hoax. Media sosial atau dunia maya menjadi perantara komunikasi massa yang paling efektif untuk melakukan propaganda serta menggiring masyarakat ke arena pemikiran yang destrukif sehingga sikap yang muncul ialah sikap-sikap yang cenderung menggambarkan kebencian dan penghakiman sepihak atas seseorang atau kelompok tertentu.

Kehadiran propaganda negatif yang mengarah pada upaya destruktif atas wacana kebhinnekaan tentunya tidak hadir dalam ruang kosong, artinya propaganda, hasutan, atau provokasi tersebut memang secara sistematik dilakukan oleh kelompok kepentingan tertentu. Isu yang dihembuskan selalu saja beririsan dengan sentimenal keagamaan dan etnis-golongan, karena keduanya merupakan wacana yang paling sensitif untuk diisukan dan dimainkan oleh siapapun. Seperti contoh, pertarungan ideologis antara penganut sunni dan syiah yang sampai saat ini masih terjadi dan sexy untuk diperdebatkan, terlebih lagi ranah pertarungan keduanya sudah masuk dalam wilayah politik-pemerintahan. Belum lagi ketika kita berbicara soal model kepemimpinan, dimana dalam ruang diskusi publik muncul tawaran kepemimpinan “Khilafah” yang sengaja dihadirkan sebagai anti tesis atas demokrasi Pancasila, yang oleh kelompok tertentu dinyatakan telah gagal. Pandangan-pandangan seperti ini harus dikelola dengan baik oleh negara agar tidak menjadi bola liar dan memunculkan persepsi yang salah. Dengan kata lain, realitas sosial ini menjadi suatu keniscayaan dalam landskap kebhinnekaan kita, perlu kebijaksanaan untuk menyikapinya.

Ketika kita kembali melihat konflik sosial yang berakar dari persoalan perbedaan pandangan atas literasi serta implementasi nash-nash transendental (agama) maka sebenarnya ada persoalan krusial yang harus diselesaikan bersama. Pun ketika muncul propaganda yang berkaitan dengan isu-isu sosial seperti munculnya wacana atas kembalinya paham komunis PKI atau penegakan syariat Islam dengan kembali pada sistem Khilafah sebagai metoda pemerintahan yang mengkritisi demokrasi Pancasila, maka ada satu pemahaman yang tampaknya perlu dihadirkan kembali yakni revivalisme.

Revivalisme sebagai suatu paham, pernah muncul di negara-negara berkembang pada tahun 1970an. Paham ini mencoba melakukan suatu infiltrasi nilai dengan cara mendorong negara dan masyarakat untuk meneguhkan atau menghayati kembali nash-nash agama. Revivalisme sendiri dibangun dalam suatu konstruksi sosial keagamaan yang meliputi: Pertama, keinginan umat beragama untuk menjalankan syariat agama secara lebih kaffah. Kedua, menempatkan sesama pemeluk agama sebagai satu kesatuan komunitas yang tidak terpisahkan oleh darah, daerah, maupun ideologi. Ketiga, menggalang potensi sesama pemeluk agama kedalam pelbagai bentuk organisasi keagamaan, sehingga masalah yang mereka hadapi dapat dipecahkan lebih efektif (Sunyoto Usman, 2004). Ketika revivalisme sebagai suatu paham bersama ini mampu diimplementasikan oleh seluruh elemen negara maupun masyarakat niscaya propaganda negatif yang bersumber pada isu keagamaan atau ideologi tertentu tidak akan terjadi.

Secara taktis, negara harus bertindak dengan tegas atas propaganda-propaganda yang mengarah pada upaya pemecah-belahan, jangan sampai gagap dan salah dalam mengambil langkah. Disamping itu, upaya preventif atas propaganda negatif juga harus dilakukan oleh masyarakat dengan semakin cerdas dalam mencerma setiap infomasi yang diterima. Masyarakat harus semakin menumbuhkan kedewasaan sosial, karena dengannya masyarakat akan dapat dengan mudah melakukan kontrol atas isu-isu yang berkembang. Pengidentifikasian atas isu-isu yang mengarah pada propaganda negatif oleh masyarkat akan mendorong mereka untuk melakukan upaya konstruktif untuk mengcounter (melawan), sehingga tanpa harus menggantungkan keterlibatan negara masyarakat sudah mampu bersikap dan berbuat.

Melawan propaganda negatif yang berbasis pada isu agama atau SARA memang bukan perkara yang mudah. Dibutuhkan konsistensi dan kerjasama semua pihak untuk menanganinya. Secara ideologis, negara harus mendorong rakyat nya untuk memahami dengan benar apa itu Pancasila. Disamping itu, semangat revivalisme juga harus menjadi bagian dari agenda bersama seluruh umat beragama, terutama umat Islam agar bisa melaksanakan ajaran agama secara Kaffah. Jika kedua prasyarat tersebut bisa dilakukan secara konsekuen niscaya, setiap propaganda negatif akan dengan mudah ditangkal.

Agung SS Widodo, MA

Penulis adalah Peneliti Sosia-Politik Pusat Studi Pancasila UGM dan Institute For Research and Indonesian Studies (IRIS)

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

1 hari ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago