Narasi

Role Model Pendidikan Karakter Anti-Kekerasan Ala Pesantren

Al-Qur’an merupakan firman Allah azza wa jalla yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya, yang kemudian dijadikan pedoman hidup (way of life) kaum muslimin. Di dalamnya terkandung ajaran dan nilai-nilai pokok yang harus dijadikan rujukan utama (absolute reference frame). Ajaran-ajaran pokok Al-Qur’an mencakup semua dimensi kehidupan Q.S. Al-An’am [6]: 38, tidak terkecuali pendidikan. Maka dari itu, sangatlah relevan jika wahyu yang pertama kali Allah SWT turunkan kepada Muhammad SAW ialah Q.S. Al-A’laq [96], yakni perintah membaca.

Kehadiran pendidikan karakter tentu sangatlah penting dalam upaya mengatasi berbagai persoalan degradasi moral di tengah belenggu hegemoni global. Dalam ajaran Islam, yang secara populer disebut pendidikan akhlak, banyak diulas tentang pendidikan karakter. Bahkan, dalam hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah dan Anas Ibnu Malik berbunyi, innamabu’itstu li utammima makarimal akhlaq, Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak (karakter). Ini sangat jelas bahwa pendidikan karakter adalah orientasi utama dalam dakwah Rasulullah SAW diutus ke muka bumi ini.

Oleh karenanya, penting untuk memahami seperti apakah konstruksi-konseptual pendidikan karakter yang dijalankan Indonesia dewasa ini. Pendidikan karakter yang dikonsep pemerintah tentunya sudah melalui pertimbangan matang. Namun demikian, filosofi, model, muatan, instrumen lebih-lebih implementasinya hingga kini masih jauh antara tungku dengan apinya. Beberapa residu persoalan konseptual-praktikal kebijakan pendidikan karakter nasional ini tentu memberi peluang bagi tradisi pesantren untuk turut andil berkontribusi dalam pengembangan pendidikan karakter bangsa.

Telah diketahui bahwa pesantren sangat lekat dengan pendidikan karakter yang memiliki ciri khas berbeda dengan kawasan lainnya (Zuhriy, 2011). Pesantren memuat filosofi, sejarah, konsep, kontent, intrumen, serta praktikal pendidikan karakter, yang kesemuanya bermuara pada Al-Qur’an. Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, tentu peranan pesantren sangatlah besar dalam upaya membangun karakter bangsa. Tidak heran, jika eksistensi pesantren tetap bertahan hingga sekarang.

Adapun contoh praktik pendidikan karakter yaitu di Pesantren Pelajar dan Mahasiswa Aswaja Nusantara, Mlangi, Yogyakarta. Pesantren ini, paling tidak telah merumuskan 4 (empat) karakter dasar dengan 10 (sepuluh) nilai utama. Pilihan tersebut dalam bahasa filsafat, lebih merupakan optius fundamentalis, yaitu pilihan dasar yang dianggap penting menjawab problem bangsa saat ini.

Empat karakter dasar tersebut yakni adil, tawasut, tawazun, dan tasamuh. Adapun sepuluh nilai dasar meliputi Tauhid, adil, amanah dan jujur, khidmah, zuhud, al-wafa, tawakal, ukhuwah, uswatun khasanah (teladan), dan tawadhu (Mustafied, dkk., 2013). Kalau kita kuliti dan kupas pembahasan bagaimana pembinaan karakter (akhlaq) dalam Al-Qur’an tentu sangatlah banyak. Satu contoh, sebagaimana  disebutkan dalam Qur’an Surat Luqman [31]: 12-19. Dalam hal ini Nugroho (2014) menyimpulkan, komponen pendidikan karakter Islam yang terdiri dari materi pendidikan; tujuan pendidikan; dan metode pendidikan Islam. Adapun metode pendidikan karakter Islam yang terkandung dalam ayat ini ialah metode penumbuhan keinginan moral dan tindakan moral.

Sementara itu, materi pendidikan karakter yang terkandung Q.S. Luqman [31]: 12-19 meliputi nilai personal dan sosial. Ini mengandung maksud bahwa manusia yang baik menurut Al-Qur’an adalah manusia yang memiliki nilai-nilai keesaan Tuhan. Allah SWT senantiasa hadir di dalam dirinya; mengontrol dan mengendalikan cara berpikir dan bertindaknya. Penghormatan kepada orangtua ialah termasuk nilai sosial dan jangan berlaku sombong (Nugroho, 2014). Pada intinya dari semua itu, Al-Qur’an merupakan rujukan utama sebagai panduan dalam mengembangkan pendidikan karakter.

Suwanto

Penulis merupakan Peneliti Multiple-Representation Learning di PPs Pend.Kimia UNY, Interdisciplinary Islamic Studies di Fak. Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, dan Culture Studies di UGM

Recent Posts

Agama Cinta Sebagai Energi Kebangsaan Menjinakkan Intoleransi

Segala tindakan yang membuat kerusakan adalah tidak dibenarkan dan bukan ajaran agama manapun. Kita hidup…

3 hari ago

Bagaimana Menjalin Hubungan Antar-Agama dalam Konteks Negara-Bangsa? Belajar dari Rasulullah Sewaktu di Madinah

Ketika wacana hubungan antar-agama kembali menghangat, utamanya di tengah menguatnya tuduhan sinkretisme yang dialamatkan pada…

3 hari ago

Menggagas Konsep Beragama yang Inklusif di Indonesia

Dalam kehidupan beragama di Indonesia, terdapat banyak perbedaan yang seringkali menimbulkan gesekan dan perdebatan, khususnya…

3 hari ago

Islam Kasih dan Pluralitas Agama dalam Republik

Islam, sejak wahyu pertamanya turun, telah menegaskan dirinya sebagai agama kasih, agama yang menempatkan cinta,…

3 hari ago

Natal sebagai Manifestasi Kasih Sayang dan Kedamaian

Sifat Rahman dan Rahim, dua sifat Allah yang begitu mendalam dan luas, mengandung makna kasih…

3 hari ago

Ketika Umat Muslim Ikut Mensukseskan Perayaan Natal, Salahkah?

Setiap memasuki bulan Desember, ruang publik Indonesia selalu diselimuti perdebatan klasik tak berujung: bolehkah umat…

4 hari ago