Narasi

Sarasing Sarira dan Etika Sosial

Kalamun nandhing sarira

Tinemu beda malah nyulayani

Benere dhewe ginunggung

Tinampik liyaning lyan

Beda kalyang tepa sarira puniku

Ika kang den upayaa

Tinemu samining sami

Punkchoir Kabhinekan, Heru Harjo Hutomo

Syahdan, seorang yang sepuh menyuruh seorang yang muda untuk mendamik atau menunjukkan tentang istilah “aku” yang senantiasa ia katakan ketika berbicara dan berpikir. Tanpa berpikir panjang pemuda itu pun segera mendamik dadanya sebagai representasi si “aku.”

“Yang kamu damik itu bukan yang aku tanyakan,” kata sang pinisepuh dengan seulas senyum yang mengembang.

“Itu barulah dadamu dan bukannya ‘aku’-mu.”

Pemuda itu pun segera mendamik kepalanya dan mendapatkan lagi jawaban yang sama, bahwa segala yang ia damik belumlah merujuk pada si “aku” yang selalu diucapkan dan dipikirkan orang ketika berucap dan berpikir.

Dalam kebudayaan Jawa apa yang ingin diwedarkan oleh sang pinisepuh itu dikenal sebagai “sarira” yang lazimnya digunakan untuk kata ganti pertama ataupun kedua: “sliramu” atau “sliraku.”

Secara sepintas, barangkali, orang akan memaknai sarira itu sebagai diri yang terbungkus oleh daging, yang dikenal sebagai tubuh. Tapi pada dasarnya istilah sarira itu lebih berkaitan dengan si “aku” ketika berhubungan dengan tiga etika sosial dalam kebudayaan Jawa (Menyulam Kebhinekaan, Menganyam Kebangsaan, Heru Harjo Hutomo, https://jalandamai.org). Dan dengan istilah sarira ini juga terbantahkan bahwa spiritulitas, entah yang berbingkai agama maupun budaya, sama sekali tak berkaitan dengan kehidupan sosial.

Sangat berbeda dengan anggapan awam tentang spiritualitas yang konon cenderung masturbasif, bersih dari noda segala konteks. Sebagaimana Heidegger, seindividual-individualnya orang sebagai Dasein, yang konon dapat memekik “Jemeinigkeit” ketika berhubungan dengan kematian, ia tetap tak dapat lepas dari lingkungan (In-der-Welt-sein) dan orang lainnya (Mitsein).

Bahkan, dalam kebudayaan Jawa, sarira itu mesti diupayakan untuk senantiasa sehat persis sebagaimana anjuran untuk selalu mencari kesehatan diri, “marsudi sarasing sarira.” Dan dalam anjuran ini sarasing sarira itu jelas mengacu pada kondisi batin yang justru dapat tercapai dengan menggunakan dasar orang lainnya.

Ketika orang tak suka kumandang adzan, tahlilan ataupun natalan, sebagai misal, yang kemudian menyebabkannya untuk bersikap tak suka dan merendahkan, pada dasarnya ia sedang mengobral dan mengorbankan kesehatan batinnya sendiri. Maka, dari kearifan “marsudi sarasing sarira,” sangat tampak bahwa kesehatan kita sangat ditentukan pula oleh sikap kita pada liyan. Toleransi, tenggang-rasa atau tepa sarira, ternyata bukanlah sekedar sikap yang bisa dibuat-buat. Namun ketika orang menginginkan sarasing sarira, tepa sarira itu adalah laiknya makan ketika orang lapar atau tidur ketika orang mengantuk.

This post was last modified on 29 Desember 2023 12:59 PM

Heru harjo hutomo

Recent Posts

Cara Islam Menyelesaikan Konflik: Bukan dengan Persekusi, tapi dengan Cara Tabayun dan Musyawarah

Konflik adalah bagian yang tak terelakkan dari kehidupan manusia. Perbedaan pendapat, kepentingan, keyakinan, dan bahkan…

10 jam ago

Beragama dalam Ketakutan: Antara Narasi Kristenisasi dan Persekusi

Dua kasus ketegangan umat beragama baik yang terjadi di Rumah Doa di Padang Kota dan…

12 jam ago

Bukti Nabi Sangat Menjaga Nyawa Manusia!

Banyak yang berbicara tentang jihad dan syahid dengan semangat yang menggebu, seolah-olah Islam adalah agama…

12 jam ago

Kekerasan Performatif; Orkestrasi Propaganda Kebencian di Ruang Publik Digital

Dalam waktu yang nyaris bersamaan, terjadi aksi kekerasan berlatar isu agama. Di Sukabumi, kegiatan retret…

1 hari ago

Mengapa Ormas Radikal adalah Musuk Invisible Kebhinekaan?

Ormas radikal bisa menjadi faktor yang memperkeruh harmoni kehidupan berbangsa serta menggerogoti spirit kebhinekaan. Dan…

1 hari ago

Dari Teologi Hakimiyah ke Doktrin Istisyhad; Membongkar Propaganda Kekerasan Kaum Radikal

Propaganda kekerasan berbasis agama seolah tidak pernah surut mewarnai linimasa media sosial kita. Gejolak keamanan…

1 hari ago