Categories: Tokoh

Sayyid Agil Bin Muhammad Al Ba’bud

Nama lengkapnya adalah Sayyid Agil Bin Muhammad Al Ba’bud. Masyarakat memanggil beliau dengan sebutan Wan Agil atau Ndoro Agil. Di kalangan santri Al-Iman Bulus, beliau disapa dengan Ustadz Agil. Sayyid Agil lahir di Bulus Purworejo pada tahun 1918 M dan wafat hari Jum’at 7 Dzul qo’dah H, bertepatan dengan 3 Juli 1987. Beliau adalah putra Sayyid Muhammad Al-Ba’bud dan ibu Raden Ayu Salimah, putri KRT Khasan Mukmin, Penghulu Landrat Karanganyar, Kebumen.

Beliau wafat pada usia 69 tahun, dimakamkan di belakang masjid komplek Pondok Pesantren Al Iman Bulus Purworejo. Dari pernikahannya dengan Al Maghfur laha Syarifah Salmah, beliau mempunyai putra-putri, yaitu: Sayyid Muhammad, Syarifah Nukmah, Sayyid Alwi, Sayyid Hasan, Syarifah Anisah.

Seperti ulama yang lain, Sayyid Agil melewati masa kecil dan remajanya di berbagai pesantren. Setalah belajar dengan Ayahandanya, Sayyid Muhammad Al-Ba’bud, beliau melanjutkan pendidikannya di berbagai pesantren untuk mengaji berbagai disiplin ilmu keislaman. Beliau belajar Alquran kepada Al-Maghfurlah Simbah KH. Dalhar di Watucongol, Muntilan, Magelang. Saat nyantri di Watucongol, Sayyid Agil sudah yatim. Hubungan Sayyid Agil dengan Simbah Dalhar sangat dekat, sehingga beliau diangkat anak oleh Mbah Dalhar.

Selesai ngaji Alquran pada Mbah Dalhar, Sayyid Agil melanjutkan nyatri pada Al-Maghfurlah Simbah KH. Ibrahim di Lirap, Kebumen. Di Lirap, Sayyid Agil belajar Nahwu dan Shorof yang memang menjadi ciri khas pesantren ini. Pembelajaran Nahwu Shorof yang khas di Lirap pada waktu itulah yang kemudian diadopsi Sayyid Agil di dalam model pembelajaran Qawa’id Arabiyyah di Pesantren dan Madrasah Al-Iman. Hingga saat ini, pembelajaran nahwu khas ini masih dipertahankan di Pesantren Al-Iman oleh penerus beliau Sayyid Hasan Agil Al Ba’bud.

Rasa haus akan ilmu pengetahuan membawa Sayyid Agil melanjutkan belajar kepada Al-Maghfurlah Simbah KH. Maksum Lasem. Dari Mbah Maksum beliau belajar banyak kitab-kitab fiqih dan tasawwuf, hingga Muhadzdzab, kitab yang di kalangan pesantren merupakan simbol dari puncak keilmuan. Di Lasem ini pula, beliau bersama Al-Maghfurlah Simbah KH. Khudlori, Muassis Pesantren API Tegalrejo Magelang, pernah di ‘baiat faqir’ (baiat untuk siap hidup miskin di dalam memperjuangkan Islam) oleh Mbah Maksum, Lasem.

Selesai dari Lasem, Sayyid Agil belajar pada Sayyid Sagaf bin Abdurrahman Al-Jufri (Ustadz Sagaf), Magelang. Kepada Ustadz Sagaf, beliau belajar Hadits dan Bahasa Arab. Cerita yang berkembang, Sayyid Agil bersama beberapa teman ngaji pada ustadz Sagaf mendirikan lembaga pendidikan dengan nama yang sama, yakni ‘Al Iman’. Beberapa madrasah dan Pesantren bernama ‘Al Iman’ di Kabupaten Magelang seperti Al Iman Margoyoso, Salaman, Al Iman Kajoran, Al Iman Payaman, dipercaya didirikan oleh murid-murid Ustadz Sagaf. Beberapa dekade yang lalu, lembaga-lembaga ‘Al Iman’ ini sering mengadakan acara-acara bersama, seperti kemah Pramuka dan sebagainya.

Di samping belajar berbagai ilmu di berbagai pesantren, Sayyid Agil juga belajar Thoriqoh dan beliau mendapatkan sanad Thoriqoh Alawiyyah dari Ayahandanya, Sayyid Muhammad Al Ba’bud.

Sayyid Agil bin Muhammad Al Ba’bud adalah salah satu tokoh penting dalam pengembangan agama Islam di Kabupaten Purworejo. Beliau dikenal sebagai tokoh yang memiliki visi pendidikan yang modern. Sepulang dari rihlah ilmiyyah, beliau mendirikan Pondok Pesantren Al Iman Bulus. Pesantren yang didirikan ini dikembangkan dengan model klasikal-madrasi.

Pada waktu itu, belum banyak –untuk tidak mengatakan tidak ada– tokoh-tokoh yang mengembangkan pendidikan Pesantren dengan model klasikal. Pesantren-pesantren di Purworejo, pada zaman beliau hidup, seperti Berjan, Maron, Sindurjan, dan sebagainya masih menggunakan model Pesantren Salaf non-klasikal. Sayyid Agil lah yang berinisiasi mendesain pembelajaran pesantren dengan model klasikal-madrasi, dengan kurikulum berjenjang antar kelas.

Di bidang sosial keagamaan, beliau aktif di organisasi NU Kabupaten Purworejo. Sebagai tokoh pendidikan yang berfikiran sangat maju pada zamannya, Sayyid Agil dipercaya memimpin salah satu bidang di organisasai NU, yakni Ketua LP. Ma’arif NU.

Bersama dengan ulama’ seangkatannya, seperti al Maghfurlah Simbah KH. Nawawi (Berjan), Simbah KH. Sulaiman Zuhdi (Sindurjan) dan Simbah KH. Damanhuri (Purworejo), Simbah Asnawi Umar (Pangen, Purworejo), beliau berjuang di NU sesuai di bidangnya masing-masing. Sayyid Agil dikenal sebagai tokoh pendidikan yang sangat alim dalam bidang Hadits dan Bahasa Arab. Sementara Simbah KH. Nawawi intens dalam bidang politik, Simbah KH. Sulaiman Zuhdi sangat sederhana,sufi dan dikenal ikhlas. Simbah Damanhuri sangat ahli di bidang fiqih. Simbah Asnawi Umar intens di pemerintahan.Tokoh-tokoh ini sangat akrab dan saling menghormati satu sama lain. Banyak cerita yang berkembang mengisahkan keakraban mereka. Para Kyai sepuh ini sering saling mengaji satu sama lain. Pada Sayyid Agil, para ulama itu belajar banyak tentang Hadits. Sebaliknya, Sayyid Agil meminta ijazah kitab ‘Dalailul Khoirot’ pada Simbah Sulaiman.

Al Maghfurlah Ustadz Sayyid Agil bin Muhammad Al Ba’bud meninggalkan tradisi keilmuan yang masih terjaga hingga kini. Pesantren dan Madrasah Al Iman Bulus Purworejo merupakan buah perjuangan beliau selama hidup. Pesantren yang kini memiliki tak kurang dari 1000 santri tersebut menjadi saksi perjuangan al Maghfurlah.

Di Pesantren Al Iman ini, Sayyid Agil mendedikasikan seluruh perjuangan kependidikannya. Pesantren dan madrasah Al Iman merupakan Pesantren pertama di Kabupaten Purworejo yang menggunakan metode pembelajaran klasikal dan menggunakan kurikulum tertentu dan berjenjang. Sayyid Agil merintis pendidikan klasikal yang saat itu masih dianggap asing di Purworejo. Di samping mengembangkan pesantren salafiyyah-madrasiyyah, Sayyid Agil juga mengembangkan pendidikan formal dengan mendirikan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA).

Untuk ukuran saat itu, apa yang dilakukan Sayyid Agil merupakan lompatan yang sangat brilliant. Beliau mampu melihat kebutuhan santri sekian puluh tahun ke depan. Sayyid Agil rupanya sangat faham akan kebutuhan pendidikan formal bagi santri-santrinya. Ini terbukti pada waktu-waktu berikutnya di mana alumni menjadi fleksibel dalam mengembangkan diri dan dapat berjuang dalam berbagai bidang. Meskipun bukan menjadi orientasi utama, pendidikan formal pada saat itu ternyata cukup berhasil melahirkan santri-santri yang tidak saja diterima oleh kalangan ulama dan kyai, tetapi juga bisa masuk di berbagai sektor, baik formal di pemerintahan maupun non pemerintahan. Banyak santri yang menjadi Pendidik, PNS, politisi, hingga pejabat. Tetapi tidak sedikit di antara mereka yang menjadi da’i dan ulama yang memimpin pesantren maupun majlis ta’lim.

Secara pribadi, Sayyid Agil dikenal sebagai tokoh yang rendah hati, membaur dengan masyarakat. Beliau lebih suka berpakaian muslim Jawa, bersarung dan berpeci, dari pada berjubah. Beliau tidak pernah menunjukkan ke-Arab-Sayyid-annya. Beliau dikenal orang hanya dengan nama Ustadz Agil, tanpa gelar Al Ba’bud. Gelar Al Ba’bud baru dikenal banyak orang akhir-akhir ini saja.

Di kalangan santri, Sayyid Agil dikenal sangat suka menggunakan bahasa Arab di dalam komunikasi harian. Setiap saat beliau menggunakan bahasa Arab untuk berbicara, menjelaskan materi pelajaran di kelas dan berceramah di depan santri-santrinya. Tidak ada santri yang sowan ke Ndalem untuk minta iziin pulang, misalnya, tidak menggunakan bahasa Arab. Maka sangat wajar, pada waktu itu, pesantren Al Iman sangat terkenal dengan bahasa Arabnya. Kemampuan alumni Al Iman dalam bidang bahasa Arab sangat disegani oleh pesantren lain.

Di sela-sela kesibukannya yang padat dalam mengajar santri di Pesantren dan Madrasah dan kesibukan berdakwah, beliau selalu menyempatkan diri untuk menulis kitab. Berbagai kitab telah banyak beliau tulis, terutama kitab-kitab panduan untuk belajar Nahwu yang dikenal sangat khas di Al Iman. Menurut cerita, Beliau mempunyai waktu khusus untuk menulis. Setiap malam Selasa, beliau meliburkan Ngaji Sorogan kitab Nahwu dan Shorof untuk digunakan menulis. Beliau menulis banyak karya, dari mulai kitab nahwu sharaf, kitab ratib, doa-doa, bahkan khutbah jum’at. Semua beliau tulis dengan tangan. Tulisan tangan beliau sangat rapi dan indah. Sampai saat ini, tulisan-tulisan tangan beliau itu masih terawat dengan baik dan tidak pernah diterbitkan meskipun pernah ditawari oleh Penerbit.

Tradisi peninggalan beliau yang sangat khas di Pesantren dan Madrasah Al Iman yang sampai saat ini masih dipertahankan adalah pembelajaran kitab Tafsir Jalalain sebagai mata pelajaran utama disamping pembelajaran sorogan kitab-kitab nahwu dan sharaf. Sampai saat ini, Tafsir Jalalain merupakan kitab andalan yang dikaji di Madrasah Aliyah (MA), dipelajari dari kelas X, XI dan XII. Seminggu setidaknya 6-8 jam pelajaran digunakan untuk mempelajari kitab ini. Pada akhir tahun pelajaran, biasanya diadakan khataman kitab tafsir ini.

Di samping tafsir Jalalain, pembelajaran yang sangat khas adalah kitab Nahwu-Shorof. Kitab nahwu-Shorof mulai dari Jurumiyyah, I’rab, hingga Alfiyah dilakukan dengan metode sorogan. Setiap santri, dari mulai yang baru masuk yang mengaji Jurumiyyah, hingga yang senior yang mengaji Alfiyyah, harus menghadap satu persatu pada Kyai. Keunikan lain dari pembelajaran nahwu-Shorof ini adalah pada cara baca kitab yang masih sangat kuno dan detil. Pemaknaan nadzom (bait), misalnya dibaca tidak berurutan sesuai kata-kata pada nadzom tersebut, tetapi dibolak-balik, sesuai struktur kalimatnya. Penambahan keterangan-keterangan yang memudahkan pemahaman juga menjadi ciri khas lain yang hingga kini masih dipertahankan di Pesantren Al Iman.

Sayyid Agil adalah orang yang sangat menjaga tradisi ilmu dan Ngaji. Beliau menyampaikan pada santrinya untuk selalu yakin bahwa ngaji itu merupakan sarana terbaik untuk menjadi seorang muslim. Dan orang ngaji itu akan selalu diberi kemudahan oleh Allah. Beliau punya kata mutiara yang sering menjadi pegangan, yakni “Ora ono wong ngaji iku kekurangan,” (tidak ada orang yang ngaji itu jatuh miskin).

This post was last modified on 28 April 2015 5:12 PM

Muhammad Arwani.MA

Wakil Katib Suryah NU Kab. Purworejo

View Comments

  • Alhamdulillah semoga kita dan dzurriyah diakui sebagai putro santri, barokah.
    Amiin

  • Subhanallah, insyallah semakin barokah dan mencetak generasi yang berakhlakul karimah dan berjiwa qur'ani

Recent Posts

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

3 jam ago

Keterlibatan yang Silam Pada yang Kini dan yang Mendatang: Kearifan Ma-Hyang dan Pendidikan Kepribadian

Lamun kalbu wus tamtu Anungku mikani kang amengku Rumambating eneng ening awas eling Ngruwat serenging…

3 jam ago

Menghapus Dosa Pendidikan ala Pesantren

Di lembaga pendidikan pesantren, tanggung-jawab seorang Ustadz/Kiai tidak sekadar memberi ilmu kepada santri. Karena kiai/guru/ustadz…

3 jam ago

Sekolah Damai BNPT : Memutus Mata Rantai Radikalisme Sejak Dini

Bahaya intoleransi, perundungan, dan kekerasan bukan lagi hanya mengancam keamanan fisik, tetapi juga mengakibatkan konsekuensi…

1 hari ago

Dari Papan Kapur sampai Layar Sentuh: Mengurai Materialitas Intoleransi

Perubahan faktor-faktor material dalam dunia pendidikan merefleksikan pergeseran ruang-ruang temu dan arena toleransi masyarakat. Jarang…

1 hari ago

Pengajaran Agama yang Inklusif sebagai Konstruksi Sekolah Damai

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Duta Damai BNPT telah berinisiasi untuk membangun Sekolah…

1 hari ago